Fadil memang melupakan Sang Pencipta. Ujiannya pun bertubi-tubi, karena sudah merasa puas dengan kehidupannya. Tidak ada yang tidak mungkin ...
Sesuai saran Wibisono, Fadil pun beranjak berdiri untuk berwudhu. Dan menggelar sajadahnya di samping brankar Fathur. Meninggalkan semua beban dan masalahnya.
Sholat Tahajud dua rakaat dan dilanjutkan membaca ayat-ayat Suci Al-Quran lalu zikir dan sholawat. Tidak lupa bermunajat kepada Allah SWT memohon ampun karena sudah lalai dan melupakan ibadah yang menjadi kewajiban dalam agamanya.
Sunyi dan hening, tidak ada satu suara pun yang terdengar kecuali suara detak mesin pendeteksi jantung. Hawa AC yang sangat menusuk kulit hingga tulang-tulang rusuk terasa sedikit linu.
Wibisono dan Nunu pun menunggu di luar. Mereka adalah sahabat terbaik Panji. Sudah dan senang mereka selalu ada, bahkan mereka pun jauh-jauh datang hanya ingin memberikan surprise untuk Aya yang sedang berulang tahun. Namun kejadiannya agak sedikit berubah dari rencana karena kehadiran Fadil yang datang secara tiba-tiba.
Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar. Posisi mereka semuanya adalah hanya sekedar orang lain. Tapi dengan kejadian ini, Fadil bisa makin dewasa dalam mengambil kesimpulan dan keputusan besar dalam suatu masalah. Bukan hanya mengedepankan ego tapi juga lebih memperhatikan perasaan orang-orang di sekitarnya.
Hingga memasuki waktu shubuh, Fadil pun masih berzikir, memohon ada keajaiban setelah ini. Harapannya begitu besar kepada Fathur untuk segera sembuh.
-Di Kost Aya-
Aya menunggu kedatangan Panji yang hanya pamit sebentar untuk membeli makanan. Namun sudah satu jam Panji tidak kembali, kemana perginya. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi.
Kecemasan badan kekhawatiran pun makin terasa dihati dan pikiran Aya. Badannya sudah letih dan lemas, pikirannya pun berkecamuk tidak jelas. Hingga Aya pun tertidur pulas di kasur empuknya.
"Assalamualaikum ... Aya ..." panggil seseorang mengetuk pintu kamar kostnya.
Aya yang masih tertidur pulas pun tidak mendengar suara apapun.
"Aya .... " panggil seseorang dari luar.
Aya pun tersentak kaget mendengar ketukan yang semakin kencang. Aya pun terbangun dan membukakan pintu kamarnya.
Ada Nunu yang datang membawa satu bungkusan nasi goreng seafood kesukaan Aya dan satu kado ulang tahun berwarna pink. Bentuk kotak itu agak penyok sedikit entah kenapa bisa begitu.
"Masuk Mas Nunu. Ada apa?" tanya Aya pelan.
"Ini titipan dari Panji. Panji minta maaf tidak bisa datang lagi karena .... " ucapan Nunu pun terhenti.
"Kenapa Mas Nunu?! Mas Panji kenapa?!" tanya Aya keras dan penasaran.
"Itu tadi harus pulang. Ada kabar kurang baik dari rumahnya." ucap Nunu pelan dan menundukkan kepalanya.
Nunu sangat menghindari tatapan Aya yang tajam dan bertanya-tanya.
"Ada apa sebenarnya?! Jangan buat aku menderita karena bingung!!" ucap Aya pelan.
"Nanti Panji pasti akan kemari bila urusannya di rumah selesai. Doakan saja semuanya baik-baik saja. Selamat ulang tahun Aya." ucap Nunu pelan.
Nunu pun berpamitan dan sesegera mungkin pergi dari kost Aya untuk menghindari pertanyaan Aya. Nunu dan Wibisono pun tidak sempat berpamitan bedengan Fadil yang masih ada di dalam ruangan Fathur.
Aya pun menangis sejadi jadinya ... Aya merindukan Panji sangat merindukan. Entah kenapa perasaan ini muncul begitu saja, rasa rindu dan takut kehilangan.
'Gak biasanya kamu ninggalin aku begini saja. Biasanya kamu datang menemui aku baru pergi lagi. Biasanya aku selalu jadi prioritas kamu. Biasanya aku tidak pernah kamu lupakan hingga ulang tahunku saja kamu mengingatnya Mas Panji.', gumam Aya dalam hati.
Air matanya turun begitu saja. Ada rasa sesak yang menekan dadanya hingga air mata itu keluar dari kelopak matanya. Sakit rasanya ternyata mencintai seseorang tanpa bisa mengungkapkan.
Aya pun duduk di pinggiran ranjang dan masih sesegukan menangis dengan deras air mata. Dibukanya kado itu, titipan dari Panji begitu kata Mas Nunu tadi.
Ada sebuah surat dan ada sebuah kotak beludru merah. Ada cincin bermata satu disana. Cincin yang sederhana, Aya pun tersenyum melihatnya. Tangisannya pun berhenti dan mengusap sisa air mata di pipinya.
Dibuka surat itu, surat yang begitu harum dan bertuliskan tangan Panji sendiri.
Fadila Tersayang ....
Selamat Ulang Tahun Aya ....
Semoga Panjang Umur dan Berkah Umurmu...
Semoga Cita-cita mu tercapai dan sukses ada di masa depan kamu.
Aya .... Mungkin ini semua terlalu cepat. Waktu berputar terus menerus tanpa ada habisnya. Maafkan Mas yang hanya bisa memberikan kado sederhana. Mas mengumpulkan uang dari jerih payah Mas sebagai Fotografer.
Alhamdulillah .... Mas dikontrak dua tahun ke pulau Dewata sebagai fotografer. Doakan Mas agar semuanya berjalan dengan lancar dan kembali dengan selamat tanpa kekurangan satu apapun.
Bila setelah ini Mas tidak ada kabar, itu tandanya Mas sudah berangkat, dan Mas tidak mau melihat kamu bersedih ataupun menangis. Ini yang membuat Mas berat meninggalkan kamu Aya.
Rasa sayang Mas terhadapmu sudah bukan perasaan seorang kakak terhadap adiknya, tapi .... AKU MENCINTAIMU AYA ....
Kalau kamu memiliki perasaan yang sama, kamu pasti menungguku pulang dari Pulau Dewata namun bila memang takdir berkehendak lain maka aku akan ikhlas siapapun pilihan kamu.
Sukses terus Aya .... Jadilah seorang modelnya yang bisa membawa diri ....
I Love U
I Need U
I Miss U
Panji yang selalu mencintaimu ...
'Aku mau Mas Panji ... Aku mau menunggu waktu dua tahun itu. Aku akan merindukanmu Mas Panji ....' gumam Aya pelan dengan isakan yang mulai deras.
Membayangkan waktu dua tahun tanpa kehadiran Mas Panji mungkin hanya bisa video call dan mendengar suara Mas Panji. Aku pasti bisa menjaga cinta ini .... Aku pasti bisa tanpamu kalau hanya sebentar demi cita-cita kamu Mas ...
Cincin ini akan selalu ku pakai untuk selalu mengingat kehadiranmu ....
Cincin itu pun di pasangkan di jari manis Aya hingga terlihat manis. Ada nama Panji terukir disana. Aya pun mengembangkan senyum manisnya mengingat Panji yang selalu tulus menyayangi Aya.
Aku pun mencintaimu karena kebaikanmu ....
Cincin itu pun di pasangkan di jari manis Aya hingga terlihat manis. Ada nama Panji terukir disana. Aya pun mengembangkan senyum manisnya mengingat Panji yang selalu tulus menyayangi Aya.
Aku pun mencintaimu karena kebaikanmu ....
Malam ini, sedikit berbeda dengan malam-malam sebelumnya, bukan karena hari ini Aya berulang tahun, tapi ... seperti ada sesuatu yang terjadi. Hatinya seperti cemas dan jantungnya berdegup kencang setiap saat.
Aya pun tertidur pulas hingga pagi, melupakan apa yang sudah terjadi tadi malam. Makanannya pun masih belum di makan, masih terbungkus rapi di dalam sterofom kotak itu.
Aya terbangun lalu membersihkan diri di kamar mandi. Adzan shubuh sudah berkumandang sejak tadi membuat Aya pun merasa terpanggil untuk segera melakukan sholat shubuh sendiri di kamarnya.
Pagi ini jadwalnya Aya akan ke rumah sakit dan mengantarkan Kak Fadil ke makam ibunya. Berharap semuanya akan baik-baik saja. Tidak ada teriakan ataupun tangisan histeris.
Aya pun membuka makanannya yang sedikit berantakan di dalamnya, entah bagaimana membawanya hingga nasi goreng acar dan irisan tomat pun bisa berbaur menjadi satu kesatuan.
Deg ...
Deg ...
'Apakah kamu baik-baik saja Mas Panji?', gumam Aya di dalam hatinya.
Aya pun menyelesaikan makannya kemudian merapikan tempat makannya kembali. Aya pun bersiap diri untuk segera ke rumah sakit dan mengajak Fadil untuk pergi ke makam Ibunya pagi ini.
Aya menyusuri lorong rumah sakit itu dengan perasaan hati yang tidak nyaman. Sesekali melihat ponselnya, sesekali melihat cincin yang baru saja melingkar dijari manisnya. Hari ini waktu yang tepat untuk meminta ijin kepada Ibunya, menceritakan semua yang terjadi setahun silam hingga saat ini. Menceritakan bagaimana kehidupannya setelah Ibunya meninggal dan Fathur koma hingga saat ini. Hanya ada satu nama yang selalu di ukir Aya. Nama Panji yang sudah dianggap saudara, pengganti kakak dan saat ini sukses membuat hati Aya pun menjadi gundah gulana karena tidak ada kabar.
Langkahnya mantap menuju ruangan khusus dimana Fathur di rawat. Terlihat Fadil yang sedang terduduk di kursi tunggu dan menundukkan kepalanya. Sejak malam Fadil menunggu Fathur dan bermunajat kepada Sang Pencipta memohon untuk keajaiban kesembuhan adiknya.
Fadil mendongakkan kepalanya mendengar suara derap langkah kaki yang semakin mendekat. Ay sudah berdiri di depan Fadil dan memandanginya dengan penuh sendu dan kesedihan.
Fadil bangkit berdiri dan memeluk Aya dengan erat. Pelukan kasih sayang antara Kaka kepada adiknya. Pelukan ketulusan dan keikhlasan karena sudah mau berdamai dengan keadaan.
"Antar Kakak ke rumah Ibu. Antar kakak sekarang. Kenapa Ibu tidak menemani Fathur yang sedang koma? Apa yang terjadi dengan Ibu?" tanya Fadil pelan. Tubuhnya masih memeluk adiknya dengan erat.
Tangisan Aya pun mulai meluncur dengan hebat. Hanya suaranya tetap di tahan agar tidak terdengar bila hatinya sedang pilu karena rasa sakit itu datang kembali.
Ingatannya pun kembali pada masa itu, satu tahun silam yang berat untuk bangkit. Hanya ada Mas Panji saat itu, tapi kini dia juga meninggalkan aku tanpa berpamitan.
Aya mencoba melepaskan pelukan itu dan mencoba untuk tetap tersenyum dengan manis, walaupun hatinya masih perih mengingat kejadian itu yang membuatnya benar-benar terpuruk.
"Aku akan mengantarmu Kak Fadil. Bersihkan dahulu wajahmu. Kita akan pergi sekarang." ucap Aya pelan dan tegas.
Fadil pun mengangguk pelan dan melangkah gontai ke arah kamar mandi rumah sakit. Sedangkan Aya masuk ke dalam ruangan Fathur dan mengusap rambut Fathur. Wajahnya sudah tidak pucat seperti biasanya, kondisinya pun makin stabil dan sudah membaik. Untuk sadar Dokter Putra tidak bisa memastikan, lebih baik berdoa dan berusaha semoga semuanya berjalan dengan lancar dan baik-baik saja.
'Fathur ... Kakak dan Mbak mau ke makam Ibu dan Ayah. Fathur bangun ya kalau Kakak dan Mbak sudah pulang. Nanti kita tinggal bersama lagi. Mbak akan jaga Fathur sampai kapan pun.' ucap Aya membisikkan pelan di telinga Fathur. Sambil sedikit terisak dan menahan tangisnya agar tidak pecah disana.
Fadil memegang bahu Aya dan memeluknya dengan erat. Sontak Aya pun terkejut karena takut apa yang ia bisikkan kepada Fathur sudah didengar oleh Fadil.
"Sabar ya ... Nanti juga bangun. Ada Kakak, ada ibu juga." ucapnya pelan dan menentramkan.
Seperti ini rasanya punya Kakak laki-laki yang dekat dengan dirinya, sama seperti dekat dengan Mas Panji yang selalu melindungi dan mengayomi.
Aya dan Fadil pun sudah berada di atas motornya dan berjalan dengan pelan di atas aspal.
"Kak ... Aya ingin ke makam Ayah sebentar. Kita beli bunga ya." ucap Aya pelan. Rasanya sesak sekali berbohong kepada Kakaknya.
Fadil hanya mengangguk pelan dan tampak sedang berpikir.
"Apa tidak sebaiknya kita ajak Ibu?" tanya Fadil pelan ke arah Aya.
Aya hanya bisa menahan tangisnya dan tersenyum getir ke arah Fadil.
"Ibu lain kali saja kita ajak Kak. Itu penjual Bungan kita beli dulu ya Kak?" ucap Aya pelan.
Aya pun membeli dua botol air mawar dan Dua keranjang kembang mawar untuk ditabur diatas gundukan tanah Bapak dan Ibunya.
Fadil menunggu di atas motor hanya terkejut melihat Aya yang membeli begitu banyak bunga.
"Banyak sekali kamu beli Aya?" tanya Fadil singkat saat Aya menghampirinya dan naik ke atas motornya kembali.
"Kan kita berdua Kak. Sesekali kita beli banyak. Kasihan orang tua itu." ucap Aya sambil menunjuk Ibu tua yang berjualan kembang dengan dagunya.
Fadil hanya sekilas melihat ibu tua renta itu dan menganggukan kepalanya pelan. Memang kasihan sudah tua renta, masih saja berjualan untuk menyambung hidupnya. Lalu tetap dibiarkan oleh keluarganya. Sungguh miris bukan jika melihat pemandangan yang tidak lazim itu.
Motor sport Fadil pun melaju dengan kecepatan sedang menuju pemakaman umum tempat Ayah mereka di makamkan. Sunyi sepi sekali, tempat tinggal manusia terakhir malah berakhir pada kesunyian dan kotor tidak terawat.
Fadil pun memarkirkan motornya dan masuk ke gerbang pemakaman mengikuti arah langkah Aya yang sudah beberapa meter di depannya.