“Penyesalanmu tidak akan mengubah apa pun. Semua sudah terjadi,” ujar Orin. “Anakku kritis.” “Rehan kritis?” “Kamu terlambat membawanya kepadaku! Kamu terlambat menanganinya. Kalian jahat! Kalian egois sekali. Dimana nurani kalian? Kenapa hanya memikirkan kesenangan semata?” geram Orin. Osman terpaku menatap kesedihan Orin. “Di sini, aku tidak punya siapa- siapa lagi selain kedua anakku. Kalian sudah hancurkan hidupku!” imbuh Orin. Osman merengkuh pundak Orin, membenamkan wajah wanita itu ke d**a bidangnya. Tidak ada yang dikatakan oleh Osman, dia hanya mengelus rambut wanita itu pelan. Menyaksikan hal itu, Naomi bangkit berdiri. Berjalan pelan, menjauh. Hatinya nyeri menyaksikan pemandangan itu. Namun dia tidak marah. Dia memahami situasi yang dialami oleh Orin. Orin s