“Hm. Lalu?” alis Orin terangkat. “Kau suruh aku hidup bersusah payah denganmu, begitu?” Senyum simpul terbit di wajah Orin. "Jujur saja, aku mau hidup senang. Maksudku, bukan untuk kesenanganku sendiri. Tapi untuk kedua anak kembarku. Kalau aku hidup susah, mereka juga pasti susah. Itulah sebabnya aku bersikeras memperjuangkan hidup anak- anakku supaya bisa hidup senang. Nah, kalau aku hidup bersamamu dengan kondisimu yang banyak hutang begini, tentu aku akan menyusahkan kedua anakku juga kan?" Orin berbicara realistis. Meski kedengaran menyakitkan, namun dia hanya ingin anak- anaknya bahagia. "Aku tahu, materi adalah salah satu untuk membahagiakan seseorang, tapi aku saat ini butuh kamu. Aku mencintaimu," ucap Ikmal bersungguh- sungguh. Orin bangkit berdiri. Dia mendekati Osman dan