Seminggu ini Zio benar-benar menepati janjinya, ia tidak lagi bersikap seperti wanita yang sedang pms kepada Lastra. Lebih tepatnya ia berusaha untuk mengontrol hatinya, yang ia sendiri tidak mengerti apa sebenarnya yang sedang terjadi kepada dirinya.
“Kamu dari tadi nungguin siapa sih Zi?” Tanya nyonya Andreas yang sedari tadi memperhatikan anaknya yang mondar mandir sambil sesekali melihat arloji di pergelangan tangannya.
“Nunggu acaranya lah Mih, dari tadi kok gak di mulai-mulai.” Seloroh Zio cuek.
Sebenarnya Zio dari tadi sedang menunggu Lastra, tapi ia tidak mengetahui bahwa Lastra sudah datang sebelum ia sampai ke rumah Levi. Saat ini wanita itu sedang berada di kamar menemani Levi yang lagi mempersiapkan diri untuk acara penikahanya.
“Mbak Last, kapan nih aku dapat undangan dari mbak?” Levi sebenarnya penasaran akan kisah cinta Lastra, karena yang ia dengar di kantor bahwa Lastra sering bergonta ganti pacar.
Ya siapa yang menyangka kalau Lastra yang penampilan polos dan sederhana di kantor itu, ternyata mempunyai banyak kekasih, mantan kekasih maksudnya. Lastra tak pernah berpacaran dengan beberapa pria sekaligus, hanya saja saat ia putus maka tidak lama ia akan segera mendapat penggantinya.
“Undangan ulang tahun maksudnya, udah lewat … tunggu tahun depan deh ya.”Ucapnya cuek masih asik berkutat dengan ponselnya.
“Ish mbak, serius ini! Mbak punya pacar gak sih?” Levi masih saja penasaran .
“I’m single and very happy.” Seraya bersenandung layaknya lagu yang pernah di populerkan oleh Oppie Andaresta.
“Ngomong-ngomong, Bosnya Mbak Lastra kan juga lagi single tuh.”
“Bos kamu juga kaliiii.” Levi cekikikan karena melihat wajah Lastra yang tiba-tiba berubah kesal saat Levi mulai menyinggung Bos mereka
“Kalau dilihat-lihat nih ya, pak Zio sama mbak Lastra itu cocok deh.”
“Iya memang cocok, kan dah terbukti tiga tahun lebih aku jadi sekretarisnya adem ayem aja. Meskipun yaa belakangan ini dia itu, ck! sangat sangat menyebalkan!” Lastra menjawab semua pertanyaan Levi sekenanya, ia dari tadi hanya memainkan ponsel sambal berguling-guling di ranjang.
“Kalau nikah sama Pak Zio mau gak Mbak?”
Mulut Lastra seketika terbuka karena mendengar pertanyaan yang menurutnya tidak masuk akal.
Belum sempat Lastra menjawabnya, Nyonya Andreas tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Lastra yang kaget melihatnya langsung bangkit dari pembaringannya membenahi rambut serta bajunya yang sedikit kusut karena ulahnya sendiri.
“Loh nyonya besar ada di sini juga?” Lastra bingung, dibenaknya ia mempertanyakan apa hubungan Levi dengan Nyonya Andreas
Nyonya besar menatap Lastra lalu mengerjap beberapa kali untuk meyakinkan jika gadis yang sedang berdiri disebelah ranjang adalah Lastra, sekretaris putranya.
“Lastra?! Kamu bener Lastra kan sekretaris Zio?” Nyonya Andreas berjalan mendekat untuk meyakinkan sekali lagi bahwa gadis tersebut adalah Lastra. Ia menangkup pipi Lastra dan memutarinya karena tidak percaya atas apa yang dilihatnya.
“Iya Nyonya, saya cantik banget ya?” Lastra menahan tawanya melihat apa yang Nyonya Andreas lakukan.
“Iya Mih, Mbak Lastra lah, emang siapa lagi? pangling kan, tadi Levi minta biar di make up sekalian, tambah cakep deh!” Celetuknya
“Aku udah cakep dari sananya kali Lev, kamu aja yang gak tau …” Lastra menjawab sambil mencebikkan bibirnya.
“Iya Lev, Mami sampai pangling sangking cantiknya, eh tapi anak Mami juga cantik banget lho …” Levi mengangkat tangannya menutup wajahnya ketika tau Nyonya Andreas mendekat, ia pasti akan mencubit pipinya seperti kebiasaanya.
“Mami jangan! nanti make up Levi rusak ihh”
Lastra yang masih juga kebingungan akan hubungan kedua orang tersebut akhirnya angkat bicara.
“Emm Nyonya sama Levi ini ... emm ... itu …” Lastra ingin bertanya namun ragu
Levi yang tersenyum mengangguk mengerti akan apa yang dimaksud Lastra
“Mami Zio ini kakaknya bunda aku Mbak, jadi bos yang kamu bilang menyebalkan di kantor itu sebenarnya kakak sepupu aku!” Jelas Levi lalu terkekeh
Astaga!! Mati aku!! batin Laras, ia tak berhenti mengumpat dalam hati karena meskipun belum lama mengenal Levi tapi ia sudah sangat akrab dan menjadikanya tempat curhat serta tumpahan kekesalan yang di alaminya pada Zio.
Kalau sudah begini ke depannya, Lastra harus lebih berhati-hati lagi dalam berbicara, di manapun ia berada