Siang ini Lastra sudah berada di butik yang terletak di salah satu mall terbesar. Setelah mencoba beberapa baju akhirnya pilihannya berhenti pada satu stel kebaya modern berwarna hitam model atasan off shoulder, model baju favorit Lastra dan bawahan rok batik dengan tinggi di atas lutut yang sangat pas dengan lekuk tubuhnya. Ia langsung membayar baju tersebut dengan menggunakan kartu yang diberikan oleh Zio, kala itu. Ia tak berniat membeli sepatu atau tas seperti yang diperintahkan Bosnya, karena menurutnya ia sudah memiliki sepatu juga tas yang pantas disandingkan dengan pakaian yang telah dibelinya.
Setelah sampai di apartement dan menghempaskan tubuhnya di ranjang, Lastra menyempatkan diri untuk mengirim pesan kepada Zio.
“Semua sudah siap Bos”
Tak berselang lama Lastra pun mendapat balasan
Bos Zio
“Oke, saya jemput jam 7”
Lastra lalu meletakkan benda pipih itu di atas nakas dan ia memejamkan mata untuk mengistirahatkan tubuh serta pikirannya sampai akhirnya ia pun terlelap.
==
18.50
Zio sudah berada di depan pintu apartement yang ditempati Lastra, ia sedang menunggu seseorang untuk membukakan pintu untuknya, setelah ia memencet bel beberapa kali.
Ceklek
“Pak Zio ya?” Zio mengangguk, seorang gadis muda memakai daster rumahan sedang membukakan pintu untuknya. Gadis tersebut berjalan ke dalam mempersilahkan Zio masuk lalu duduk sambil menunggu Lastra yang masih berada di kamarnya. “Saya panggilin Mbak Lastra dulu ya.” Ucap gadis tersebut dan dibalas anggukan lagi oleh Zio.
Tok tok
“Masuk aja Rie.” Ucap Lastra dari dalam memanggil nama gadis yang sudah membukakan pintu untuk Zio
“Mbak, Bosnya ganteng banget ihh!” Kata Rie sembari menghempaskan tubuhnya di ranjang empuk Lastra. “Eia Mbak, tumben Bos Zio ngajakin Mbak Lastra ke pesta, ahh jangan-jangan kalian berdua ini …”
Lastra langsung melempar kuas make up miliknya ke tubuh Rie agar tidak mengoceh lebih banyak lagi. “Gak usah mikir macem-macem, aku pergi dulu ya.” Lastra meninggalkan Rie yang masih cemberut sambil menatap langit-langit kamar Lastra.
Lastra berdehem. “Berangkat sekarang bos?” Tanya Lastra dan disambut gelengan kepala oleh Zio. “Kenapa Pak? Gak jadi? Ada masalah?” Cecar Lastra yang tidak mengerti maksud dari gelengan Bosnya itu.
Zio masih menatap Lastra dengan tatapan yang sulit dimengerti. Pakaian yang Lastra kenakan saat ini sangat sangat pas di tubuhnya, rambut yang ia gelung rendah dan membiarkan beberapa anak rambut yang terkesan messy menjuntai dengan aksesoris yang melingkari di rambutnya sangatlah membuat Zio terpukau.
Cantik, sangat cantik dan aku suka teramat suka. Tapi kenapa aku sepertinya gak rela ya kalau orang lain juga harus lihat Lastra yang seperti ini. Batin Zio sambil memegang dadanya yang saat ini terasa berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya.
“Pak… Pak Zio … Bos!”
“Ah iya Last, ayo berangkat sekarang.”
Zio lebih dulu melangkah keluar dan membukakan pintu untuk mempersilahkan Lastra terlebih dahulu. “(menghela nafas) besok-besok kalau saya suruh beli pakaian kamu foto dulu ya kirim ke saya, kalau saya oke baru kamu beli.” Perintah Zio
Lastra hanya mengangguk tak nyaman dengan baju yang ia kenakan saat ini. “Apa saya salah kostum pak? Atau Pak Zio tunggu bentar aja, saya ganti baju.”
“Gak usah, kamu gak salah kostum, saya cuma berasa gak rela aja kalau kamu nanti dilihatin sama cowok-cowok di sana”
Deg!
Apa ini? Perasaan macam apa ini, gak! gak boleh Last! Lastra membatin gusar
“Tadi itu adek kamu, Last?” Tanya Zio memecah kecanggungan yang ada
“Ooh bukan, itu adek yang punya apartement yang saya tempati.” Jawab Lastra
“Kamu selama ini numpang?”
“Nyewa Pak nyewa, saya gak punya ya, yang namanya mental gratisan!” Lastra mendengus sedikit kesal.
Zio hanya mengangkat bahunya lalu melangkahkan kakinya menuju lift yang pintunya sudah terbuka sempurna. Sepanjang perjalanan ke gedung di mana tempat pesta pernikahan diadakan, mereka berdua hanya diam tenggelam dengan pikiran masing-masing. Sampai Zio mengendarai mobilnya masuk ke parkiran sebuh gedung mewah, dan berhenti setelah mendapat tempat kosong.
Zio yang keluar mobil terlebih dahulu bergegas untuk membukakan pintu untuk Lastra. Setelah Lastra keluar ia pun langsung meraih tangan Lastra dan menempatkan lengan Lastra di lengannya.
Lastra hanya diam melihat semua perlakuan Zio saat ini terhadapnya.
“Ahh Last, di dalam nanti jangan panggil saya Bos atau Pak dan jangan bersikap formal”
“Terus panggil apa?” Menatap Zio bingung.
Zio hanya mengangkat bahunya sambil menepuk-nepuk pelan punggung tangan Lastra yang saat ini berada di lenganya. Mereka lalu masuk ke dalam gedung dengan dekorasi mewah yang bernuansa putih dan merah muda.
“Zio … Fazio!” Merasa namanya di panggil, Zio pun langsung menoleh dan langsung tersenyum lebar ke arah datangnya suara.
“Ammar! Apa kabar lo”
Zio melepaskan lengannya dari Lastra dan langsung memeluk pria yang ternyata teman semasa kuliah dulu.
“Seperti yang lo lihat … widiih, cewek baru bro?” Lastra hanya tersenyum sekilas karena tidak suka dengan tatapan yang diberikan oleh Ammar kepadanya.
Zio yang mengerti melihat gelagat Lastra langsung melingkarkan tangannya erat di pinggang Lastra dan berpamitan kepada Ammar untuk mendatangi pengantin terlebih dahulu.
“Kamu kenapa?” Sambil berbisik ditelinga Lastra.
“Pak Zio yang kenapa, ni tangan tiba-tiba nempel rapet banget di pinggang saya?” Cicit Lastra memberengut.
Semakin Lastra ingin melepaskan tangan Zio dari pinggangnya, Zio semakin mengeratkan tangannya dan semakin membawa tubuh Lastra menempel dengan tubuhnya.
Zio kembali berbisik “Malam ini kamu jadi pacar aku, Last.” Dan Zio kembali mengeratkan pelukannya dan tersenyum lembut kepada Lastra lalu melangkah menuju tempat di mana sepasang pengantin telah berada. Dan setelah itu Zio tidak melepaskan tangannya dari tubuh ataupun tangan Lastra di dalam pesta.