Setelah percakapan kemarin Erik benar-benar merasa canggung dengan Debora, tapi sebaliknya wanita itu justru tampak biasa saja terhadapnya.
"Apa Tante Debora menganggap hal seperti itu biasa saja ya?" entah kenapa Erik jadi sedikit kesal, ternyata memang hanya dirinya yang kepikiran sampai tidak bisa tidur sedangkan wanita itu justru tenang-tenang saja.
Tok tok tok!
Erik melirik daun pintu, kemudian beranjak dan membukanya, sepertinya Tante Debora yang datang dan mengajaknya sarapan.
Ceklek.
"Selamat pagi Tuan, mari turun untuk sarapan."
Ekspresi wajah Erik langsung menurun, ternyata yang datang adalah bodyguard yang ditugaskan untuk menjaganya. "Iya, terimakasih."
Erik segera bergegas turun, dan sesampainya di meja makan pemuda berwajah manis itu langsung celingukan, kok gak ada siapa-siapa disini.
"Tante Debora kemana?"
"Nyonya sudah berangkat ke kantor sejak jam 6 pagi."
Erik terkesiap, perasaannya jadi tidak nyaman karena wanita yang selalu makan bersamanya tiba-tiba pergi begitu saja. Tanpa ia sadari ia mulai terbiasa dengan kehadiran wanita itu.
"Tante tadi sudah makan?"
Bodyguard yang ia tanyai itu terlihat sedikit kaget dengan pertanyaannya, "sudah, tadi Nyonya membawa bekal, biasanya Nyonya memang sarapan di mobil dalam perjalanan ke kantor."
Debora memang benar-benar wanita karir.
"Silakan makan Tuan, jika ada yang tidak suka bisa beritahu saya."
Erik tersenyum tipis, "tidak usah ini sudah cukup, kamu sudah makan belum?"
Mendapat pertanyaan seperti itu tentu saja bodyguard tadi terperanjat kaget, "belum." Jawabnya jujur.
"Yasudah kamu duduk disini, ayo kita makan bersama."
"Ah saya tidak berani Tuan."
Erik berdecak, "saya bukan atasan kamu jadi kamu tidak perlu segan begitu."
Bodyguard tadi menunduk hormat, "Anda adalah orang yang Nyonya tugaskan untuk saya jaga, jadi Anda orang yang saya hormati."
Erik diam-diam menipiskan bibirnya, jujur sebenarnya ia tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa begini, ia masih merasa cuma seorang lelaki miskin yang berasal dari desa terpencil.
"Nama kamu siapa?"
Bodyguard tadi mendongak dengan alis berkerut samar, "Bams Tuan."
"Oke mulai sekarang aku panggil Bams ya," Erik mengulurkan tangannya membuat Bams mengerjap bingung, "sekarang kita berteman ya Bams." Lanjutnya dengan senyuman cerah.
Bams tersentak, tanpa sadar garis bibirnya naik beberapa senti dari tempatnya. Sekarang ia mulai paham kenapa Nyonya sangat menyukai lelaki ini.
***
Tok tok tok!
"Masuk!"
Sekretarisnya terlihat berjalan masuk sembari mendekap berkas di dadanya, dan berhenti tepat di depan meja kerja Debora.
"Tim A berhasil mendapatkan kontrak kerjasama dengan perusahaan Amerika Bu."
Debora langsung mengangkat wajahnya dari layar komputer, terlihat senang. "Bagus!"
Sekretarisnya itu membalas dengan senyuman formal, "tapi pihak klien ingin mengadakan meeting langsung dengan Anda untuk mengetahui rencana lebih detail, hari Senin depan."
Debora mengangguk, "atur jadwalku, kita harus mendapatkan klien sebesar ini, dan juga berikan bonus pada Tim A."
"Baik Bu, saya permisi."
Debora cuma mengangguk, selanjutnya sekretarisnya itu melenggang keluar, ekspresi binar bahagia tidak dapat disembunyikan dari wajah cantiknya, perusahaan itu adalah perusahaan yang ia incar dan saat berhasil menangkapnya tentu saja ia luar biasa senang.
"Aku harus beli baju bagus untuk meeting nanti, ah! Besok weekend saja aku beli." Gumamnya dan tiba-tiba sebuah nama melintas di benaknya, "iya juga, sekalian saja aku ajak bocah itu beli baju." Kekehnya pelan.
***
Erik mondar-mandir di kamarnya, benar-benar bingung mau ngapain. Ia yang terbiasa sibuk setiap hari karena harus kerja keras tiba-tiba jadi pengangguran begini tentu saja mengalami sedikit kebingungan.
"Bams."
"Iya Tuan?"
"Biasanya Tante Debora pulang jam berapa, ya?"
Bodyguard bertubuh tegap itu melirik jam dinding sekilas, "kalau tidak lembur biasanya jam 5 sore Tuan."
Ah masih lama sekali, Erik jadi merengut, persis seperti bocah yang kebosanan menunggu mainan.
"Apa ada hal penting yang ingin dibicarakan dengan Nyonya? Saya bisa antar Tuan ke kantor Nyonya sekarang." Bamn memberi ide, sedikit tidak tega melihat Erik yang terlihat sedih.
Erik langsung terkesiap, mengerjap-ngerjap senang. "Eh, boleh?!" binarnya.
"Boleh Tuan, kebetulan juga sekarang sedang jam istirahat di kantor." Bams tentu tau betul jadwal Debora karena sebelumnya ia adalah bodyguardnya.
"Yaudah ayo kita ke kantor sekarang!" putus Erik ceria. Tapi Bams tidak beranjak dari posisinya tentu saja membuat Erik mengernyit, "kenapa?"
"Tuan yakin ingin ke kantor dengan pakaian seperti itu?" sambil melirik kaos oblong dan celana kolor Erik.
Erik mengumpati kebodohannya sendiri, hampir saja ia kena marah lagi oleh Tante Debora karena kecerobohannya. "Yaudah bentar aku ganti baju dulu ya, cuma lima menit." Lalu Erik segera berlari ke walk in closetnya.
"J-jangan lari-larian Tuan!" pekik Bamn menggeleng khawatir, ia benar-benar seperti menjaga anak kecil.
***
"Apa pakaianku aneh? Atau ada yang salah dengan diriku, Bams?" bisik Erik karena sepanjang berjalan di lobi kantor semua mata seperti tertuju kepadanya.
"Tidak tuan, pakaian Anda sangat keren, tidak ada yang aneh dengan Anda." Jawabnya mengamati pakaian Erik, kemeja semi formal dipadukan celana kain hitam dengan sepatu converse hitam, Erik memilih pakaian ini setelah searching di google. BTW Tante Debora sudah membelikannya HP baru kemarin.
"Lalu kenapa semua orang menatapku?"
"Saya juga tidak mengerti Tuan."
Erik mendesah, tanpa paham jika dirinya sekarang adalah pusat perhatian utama di kantor itu. Jujur dengan penampilan kece ditambah wajah tampan natural dan tubuh proporsional nya siapa sih yang gak akan ngelirik Erik, belum lagi ada bodyguard yang mengawal di belakangnya.
Erik seperti Tuan muda kaya raya sekarang.
Setelah jalan lumayan lama bahkan sampai naik lift ke lantai paling atas mereka akhirnya berada di depan ruang kerja Debora sekarang, Erik mengamati sekitarnya dengan teliti, melihat ruangan Debora yang sangat besar dan satu-satunya di lantai ini sudah menunjukkan posisi jabatan Debora yang tinggi.
"Silakan masuk Tuan."
"Kamu gak ikut?"
Bams tersenyum penuh arti, "saya akan berjaga disini."
Erik mengernyit sekilas sebelum akhirnya mengangguk dan berlalu masuk, tapi tentu saja Erik mengetuk pintu dulu, ia cukup tau sopan santun.
"Masuk!"
Begitu mendapat izin pemuda itu segera masuk, dan hal pertama yang ia lihat adalah Tante Debora yang sedang fokus pada komputernya, padahal ini jam makan siang tapi wanita itu tetap bekerja. Erik jadi mencemaskan kesehatannya.
"Tante."
Debora terperanjat di posisinya, bola matanya langsung membesar ketika melihat kedatangan Erik, "bagaimana kamu bisa ada disini?!" kagetnya langsung beranjak dari kursi dan mendekati Erik, untuk sesaat Debora sampai tidak mengenali Erik karena penampilan baru lelaki ini.
Erik menggaruk tengkuknya dengan senyuman canggung, "itu ... maaf saya tiba-tiba dateng, soalnya saya bingung di rumah mau ngapain." Jawabnya takut-takut.
Debora mengangkat sebelah alisnya, menahan agar bibirnya tidak tersenyum bodoh. "Kalian keluar!" titahnya pada bodyguardnya yang memang sejak tadi menjaga di sebelahnya.
"Baik Nyonya." Lalu mereka segera melenggang keluar ruangan.
Debora segera menarik tangan Erik untuk duduk setelah hanya tersisa mereka berdua disana, "saya tidak tau kamu ternyata kebosanan menunggu di rumah, lain kali kamu boleh jalan-jalan kemanapun untuk healing."
Erik mengerjap, "jalan-jalan?"
"Hm, kamu bisa ke mall atau cafe, atau boleh ke luar kota asal kamu tetap pulang, kamu gak boleh nginep di luar."
Erik membasahi bibirnya, "saya biasanya cuma kerja, saya kurang paham hal seperti itu." Gumamnya memainkan sepatunya.
Debora sedikit kaget, tapi melihat raut serius Erik ia jadi ingat kalau latar belakang pemuda ini memang tidak sebahagia remaja pada umumnya. "Kamu besok mau gak saya ajak ke mall? Kita jalan-jalan."
Erik tertegun, tapi ekspresi senangnya tidak dapat ditutupi. "Mau!"
Debora sekarang benar-benar tidak dapat menahan kekehan gelinya, ah ini sedikit memalukan tapi ia akui sekarang ia seperti sugar mommy.
"Saya masih harus bekerja, kamu tunggu disini nanti biar saya suruh orang membawakan makanan ringan buatmu."
Erik langsung menahan tangan Debora, tapi tidak seperti dulu yang reflek kali ini Erik dengan berani menatap mata Debora. "Ini jam makan siang, Tante belum makan kan?"
"Saya tidak terbiasa makan siang."
"Harus dibiasakan, kita memang mungkin tidak lapar tapi tubuh kita perlu asupan nutrisi, saya gak mau Tante sakit." Papar Erik panjang lebar membuat Debora tertegun diam, sepertinya ini pertama kalinya Erik berani seperti ini.
Baru sadar sudah lancang berbicara Erik segera menundukkan wajahnya, "m-maaf saya gak seharusnya berbicara seperti itu, Tante lanjutkan saja pekerjaan Tante."
Debora menatap Erik beberapa saat sebelum benar-benar beranjak menuju meja kerjanya, Erik sedikit kecewa tapi tidak bisa berbuat apa-apa, ia sangat sadar diri.
Beberapa menit hanya terjadi hening dengan Debora yang fokus kerja, Erik memainkan kukunya merasa sangat tidak nyaman di posisi seperti ini.
'Sepertinya lebih baik aku pulang aja.'
"Maaf Tante, saya izin pul—"
Tok tok tok!
"Masuk!"
Dua orang bodyguard masuk membawa makanan dan menaruhnya di atas meja, Erik yang melihatnya jadi menelan ludah, Tante Debora sudah repot-repot begini sepertinya sangat tidak sopan jika ia izin pulang, Erik mau tidak mau kembali duduk di kursinya.
"Kami membawa makanan yang Anda pesan Nyonya."
"Terimakasih, kalian bisa keluar."
"Baik Nyonya."
Setelah kepergian dua bodyguard tadi suasana canggung kembali datang diantara Erik dan Debora, bahkan rasanya kali ini lebih dahsyat.
"Sedang apa kamu disitu?"
Erik menegak celingukan, "s-saya Tan?" sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Kamu pikir? Siapa lagi di ruangan ini selain kamu?" Debora menghentikan aktivitasnya, menoleh sepenuhnya pada Erik yang terlihat kebingungan itu. "Bukanya tadi kamu yang menyuruh saya makan siang?"
Erik makin cengo, "maksudnya Tan?"
Debora menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya, bersedekap dengan senyuman mencurigakan. "Saya sudah beli makanannya jadi kamu kesini."
"B-buat apa?" Erik makin tak paham.
"Tentu saja buat suapi saya."
"EH?!"