08: Kemajuan Hubungan

1340 Kata
"Tangan kamu jangan geter-geter, makanannya jadi tumpah." Tegur Debora membuat Erik buru-buru meminta maaf. "M-maaf Tan, saya akan lebih baik lagi!" lalu sekuat tenaga menahan agar tangannya tidak kembali tremor. Gimana gak tremor kalau sekarang ia disuruh menyuapi Debora, tidak pingsan saja sudah merupakan mukjizat bagi Erik. Debora tetap tenang mengerjakan pekerjaannya sambil mengunyah makanan yang disuapi Erik, entah kenapa selera makannya jadi naik jika disuapi begini. "Kamu gak capek berdiri terus?" Erik mengerjap, "saya ambil kursi dulu!" pamitnya sigap tapi tindakan Debora justru membuat Erik hampir jantungan setengah mati. Debora menarik tubuhnya dan mendorongnya duduk di atas meja sehingga mereka berdua jadi berhadapan dalam jarak yang sangat tipis, bukan lagi blushing tapi Erik sudah seperti kepiting rebus. "Tante ini agak ..." "Kenapa?" Debora justru menatap lempeng kearahnya, "daripada ribet cari kursi bukankah begini lebih simpel?" Erik menelan ludah susah payah, "ya tapi Tante jadi tidak bisa bekerja kalau saya duduk disini." Gumamnya dengan keringat panas dingin. "Oh yaudah, gak usah kerja." HAH?! Erik sampai melongo kaget mendengar jawaban enteng Debora, bukankah wanita itu workaholic? "Kamu daritadi suapi saya kamu sendiri belum makan 'kan?" "Saya tidak lapar." "Oke, biar gantian saya suapi." Kebiasaan Debora yang seenaknya ini sudah dihapal Erik. Wanita cantik itu merebut sendok di tangan Erik dan benar-benar menyuapi Erik. Melihatnya membuat Erik makin gelagapan, "i-itu sendok Tante." Ujarnya menggaruk tengkuk kikuk. Debora mengernyit samar, "kenapa? Kamu gak mau dapat bekas saya? Nanti kalau kita menikah kita bukan cuma berbagi sendok tapi juga tubu—" "B-ukan begitu!" Erik memekik frustasi memejamkan matanya, kenapa wanita ini bisa sefrontal itu sih membahas hal yang tabu. "Maksud saya itu sendok Tante, kalau saya juga pake sendok itu artinya kita ... ciuman tidak langsung." Erik mencicit di akhir kalimat. Debora tercenung, tak lama terkekeh geli setengah mati. Sumpah! Mimpi apa dirinya bisa dapat cowok polos begini. Kan ia jadi pengen kerjain lebih. "Oh ya? Bagus dong kalau begitu, sekalian anggap aja buat latihan nanti ketika kita ciuman langsung." Erik makin megap-megap, ia benar-benar merasa kejantanannya dipertanyakan sekarang. Kenapa feromon Tante Debora justru yang kuat. "Udah cepat buka mulut, tangan saya udah pegal daritadi begini." Erik segera membuka mulutnya, dan Debora langsung menyuapkan lauk ke mulut lelaki itu. Melihat pipi bulat Erik saat mengunyah benar-benar membuat Debora tidak dapat memalingkan pandangannya. 'Kok bisa sih ada lelaki segemas ini?' *** Erik mematut tubuhnya sekali lagi di depan cermin, benar-benar memastikan apakah penampilannya sudah rapi. "Padahal dulu aku gak pernah peduli sama penampilan, tapi sekarang kayaknya aku harus jaga penampilanku." Karena ia tidak mau terlihat jelek di depan Debora. Bicara soal wanita itu hari ini mereka akan jalan-jalan seperti yang dijanjikan Debora, membayangkannya saja sudah membuat Erik excited. Tok tok tok! "Tuan apakah sudah selesai, Nyonya sudah menunggu di bawah!" suara lantang Bams dari luar kamar terdengar. "Sudah, tunggu sebentar!" lalu dengan buru-buru Erik berlari menuju pintu, sekali lagi ia merapikan kerah kemejanya sebelum membuka pintu. "Mari Tuan." Erik tersenyum, membuntut tenang di belakang Bams. Ia mulai terbiasa dengan perlakuan spesial seperti ini. Dan begitu sampai di lantai bawah Erik langsung tertegun diam di tempat, terlihat Debora yang mengenakan sweater putih dipadukan jeans hitam dan sneakers hitam sedang bersandar di daun pintu. Ini pertama kalinya ia melihat Debora mengenakan pakaian casual, dan itu sangat .... cantik! Sepertinya tidak ada ungkapan lain untuk menggambarkan wanita itu selain cantik. Kali ini Debora benar-benar terlihat seperti seumuran dengannya karena berdandan santai. "Kenapa bengong?" Erik tersentak, buru-buru mendekat. "Maaf saya telat." "Gak papa, ayo berangkat!" Erik lagi-lagi dibuat speechless saat pergelangan tangannya di tarik Debora, entah wanita itu sadar atau tidak tapi yang jelas berhasil membuat jantung Erik berdegup kencang. "Kita cuma berdua?" tanya Erik begitu mereka sampai di dalam mobil karena sangat aneh Debora tidak membawa para pengawalnya. Debora memakai sabuk pengaman tak lupa juga memakaikan sabuk pengaman ke tubuh Erik. "Hm, disana aman jadi tidak perlu pengawal." "Oh." Erik cuma bisa membulatkan bibirnya blank saat jarak antara dirinya dan Debora terkikis, aroma segar dan manis dari parfum Debora membuat Erik mulai kecanduan. "Ngomong-ngomong apa ada yang ingin kamu beli?" "Saya terserah Tante saja." Debora bersandar ke jendela mobil, bersedekap berpikir. "Baju sih pasti, lalu tas, sepatu, dan oh kamu mau mobil?" Erik langsung mendelik horor, "tidak usah, lagian saya juga tidak punya SIM A." "Gampang, nanti tinggal buat." Balas Debora enteng bersamaan sambil menyalakan mesin mobilnya, "kira-kira kamu cocoknya pake mobil apa ya?" Debora bergumam pelan. "Saya gak perlu mobil, jadi gak usah Tan!" Debora mengangguk, "oke kalau gitu kita beli mobil Porsche saja." Putusnya membuat Erik hanya bisa membeku di tempat. Benar bukan wanita ini selalu melakukan apapun sesukanya. Haaah ... Erik mulai ngeri dengan hidup orang kaya. *** Bukan cuma omong kosong, wanita itu sungguhan membelikannya mobil dengan harga hampir 5 milyar itu. Parah! Bukankah mereka tadinya hanya berniat untuk membeli baju saja?! "Tan." "Hm?" gumam Debora menyeruput ice tea nya. "Saya beneran gak butuh mobil, kan di rumah Tante juga udah banyak mobil, lagian kalau kemana-mana saya juga dianterin supir." Erik masih membujuk, "jadi dibatalin aja ya Tan, sayang uangnya." Rengeknya menggoyang sweater Debora. Debora dengan tanpa dosa malah membolak balik baju mencari yang bagus untuk Erik. "Kamu suka ini gak?" tanyanya menunjuk salah satu set pakaian bermerek di sana. Erik meringis, "Taaaan..." "Kenapa gak suka? Yaudah kita cari lain." Pasrah, Erik benar-benar putus asa membujuk Debora. Wanita ini boro-boro menurutinya, daritadi ia ngomong panjang lebar saja tidak di dengarkan. Erik memicing, tiba-tiba memiliki ide gila. "Tante!" panggilnya dengan senyum mencurigakan. Debora yang masih mencari pakaian tidak menoleh, "hm?" sahutnya malas. "Saya mau satu toko ini!" Debora spontan menatap wajah Erik, lelaki itu tersenyum penuh arti. "Menurut saya semuanya bagus jadi saya mau satu toko, kalau gak lebih baik gak usah beli aja, lagian baju yang Tante siapin di rumah juga masih bagus." Sruuut! Debora malah menyeruput ice tea nya santai, "oke kita beli satu toko." Putusnya tenang langsung berjalan menuju kasir. Dan Erik .... langsung berlari menjerit mengejar Debora. "Bercanda Taaaaan!" pekiknya panik. *** "Kenapa wajah kamu bete gitu? Belanjanya masih kurang?" "Udah cukup banget, cukup sampai 7 turunan malahan." Balas Erik tanpa tenaga, terlalu syok jiwa raga hari ini, ungkapan mulutmu harimau mu ternyata memang benar. Gak lagi-lagi ia bercanda seperti itu pada Tante Debora. Wanita ini tidak bisa diajak bercanda! "Karena pakaiannya terlalu banyak kalau dibawa pulang jadi saya suruh tetap taruh di toko, nanti kalau kamu mau belanja kamu tinggal kesana dan ambil gratis." Jelas Debora, membeli mobil dan toko bagi wanita itu seperti membeli permen saja. "Tante gak takut bangkrut ya?" celetuk Erik sarkas. Debora mengangkat sebelah alisnya, menggedik pelan. "Saya tidak sebodoh itu untuk menghamburkan uang tanpa perhitungan." "Tapi tadi—" "Kamu tidak perlu memikirkan hal seperti itu, sekarang kamu hidup di bawah saya jadi kamu pikirkan saja tentang kebahagiaanmu." Erik menelan ludah, kata-kata Debora simpel tapi bagi Erik sangat menyentuh, wanita ini adalah orang pertama yang mengkhawatirkannya. Mereka berdua masuk ke mobil untuk pulang, terlihat Debora yang mulai sibuk menjalankan mobilnya. "Kalau kamu capek kamu tidur saja nanti saya bangunkan ketika sampai di rumah." Erik benar-benar terhipnotis oleh pesona wanita ini, Debora independen, cantik, cakap, dan kaya. "Tante benar-benar wanita paling sempurna yang pernah saya temui." Debora yang ingin menjalankan mobilnya jadi mengurungkan niat, wanita itu menoleh tak percaya mendengar pujian Erik. "Saya rasa tanpa lelaki pun wanita seperti Tante bisa hidup dengan baik, karena Tante terlalu sempurna untuk dimiliki orang lain." Debora menatap lekat manik mata Erik, mereka berdua bertatapan dalam diam. "Gawat." Erik mengerjap, "kenapa Tan?!" kagetnya. Debora memiringkan kepalanya dengan senyuman samar, "saya jadi pengen cium kamu." Bola mata Erik membulat besar dengan wajah langsung memerah, ia benar-benar terkejut karena tiba-tiba Debora berujar seperti itu. Dan entah mendapat keberanian dari mana Erik memajukan wajahnya ke arah Debora, perlahan ia memegang tengkuk wanita itu. Debora menyendukan matanya, untuk pertama kalinya Erik melihat rona merah di wajah cantiknya, ini akan jadi pengalaman yang tidak bisa ia lupakan. Cup. Erik sungguh melakukannya! Benar-benar mencium bibir ranum wanita itu. Dan naluri lelakinya aktif tanpa diminta. Ciuman itu berlanjut karena membuat candu keduanya. 'Bibir Tante Debora manis.'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN