Di dalam ruangan yang hanya memiliki sumber cahaya sebuah lampu pijar oranye dengan watt kecil itu. Pak Azka mengeluarkan satu buah plastic cuff (borgol dari plastik) dan memasangnya si salah satu pergelangan tangan sang putra kedua. Dan juga pegangan besi di dinding ruangan itu. ”Ayah, apa menurutmu aku baik-baik saja?” tanya Herdi lirih. Memang sebatas itu saja suara yang bisa ia keluarkan saat itu. ”Memangnya apa yang sudah terjadi pada kamu?” tanya Pak Azka dengan aura suara menantang. Herdi menundukkan wajah. Apakah pertanyaan seperti itu pantas untuk dikeluarkan oleh seorang dokter yang begitu hebat, berprestasi, serta memiliki lusinan klinik di seluruh Indonesia atas nama keluarganya seperti Pak Azkanio Djalaludin Fusena? Tentu saja tidak, ‘kan? “Ayah sudah tau, kok,” ucap Pak