"Turun!" titah Johan pada Laura yang berada di dalam mobil.
Laura tanpa mendebat atau bertanya sekalipun pada Johan, dia langsung menurut turun dari mobil perlahan, dipandangnya bangunan di hadapan yang begitu megah, kemudian pandangan matanya beralih pada Johan.
"Ikuti aku!" perintah Johan lagi.
Laura mengangguk pelan. "Iya, Om." Dia menunduk sambil mengikuti Johan yang berjalan di depannya menuju ke arah rumah mewah.
"Jangan panggil aku begitu! Jika nanti kamu mengacaukan semuanya, kamu tahu akibatnya akan ke Avin, aku tidak akan segan menyakiti jika saja kamu tidak menurut padaku! Ketika sedang ada orang lain, panggil aku Papa!" pinta Johan jangan sedikit bentakan.
Laura mengangguk kecil, dia terus mengikuti Johan yang sekarang sudah berada di depan pintu rumah, pintu rumah dibuka dan dalamnya tidak kalah mewah dengan bagian luar.
"Kamu benar-benar mencarikan gantinya?" tanya seorang wanita tengah melipat kedua tangannya dengan dahi berkerut dan ekspresi wajah tidak bersahabat.
"Tentu, ini semua gara-gara Bianca yang tiba-tiba pergi entah ke mana, jika saja anak itu tidak pergi, maka semua tidak akan jadi berantakan begini. Arkan terus menekan kita agar tetap menjalankan pesta pernikahan karena tidak ingin mendapat malu," jelas Johan.
Wanita yang tengah melipat kedua tangannya bernama Bella, dia memandangi Laura dari ujung rambut sampai ujung kaki, kemudian mencebik tidak suka pada gadis yang dibawa oleh suaminya.
"Apa dia anakmu dengan pelacurmu itu?" tanya Bella pada Johan.
"Tentu saja, kita tidak punya pilihan lain selain membawa anak ini, kamu pasti mengerti maksudku, lagi pula itu kejadian dulu dan aku hanya khilaf dengannya," balas Johan.
Bella mendengus kesal dengan balasan dari Johan. "Kamu selingkuh seenak jidatmu, lalu kamu membawa anak p*****r itu ke sini? Apa kamu gila? Bagaimana dengan perasaanku? Kamu tidak menghargai aku sebagai istrimu! Setiap kali aku melihat anak ini aku pasti terbayang perselingkuhan kalian berdua!" gerutu Bella.
"Jadi benar dia Papa kandungku, tapi aku anak hasil perselingkuhannya dengan Mama? Kenapa Mama bisa berakhir dengan Papa Avin?" tanya Laura di dalam hati.
"Kita tidak punya pilihan lain dan berhenti mengungkit hal itu karena itu sudah bertahun-tahun lamanya! Aku juga seperti itu karena kamu meninggalkanku lebih dulu!" kilah Johan.
Bella menghentakkan kakinya ke bawah kesal, akhirnya dia meninggalkan Laura dan Johan berdua saja. Laura masih menunduk tidak berani mendongakkan kepalanya.
"Dengar, Laura! Mulai sekarang kamu harus berpura-pura jadi bagian dari keluarga ini, sekarang namamu adalah Laura Prabaswara dan kamu akan menggantikan kakakmu yang tiba-tiba kabur, besok kamu akan menikah dengan calon suaminya!"
Napas Laura langsung mendadak sesak, di hari ulang tahunnya ini tiba-tiba dia diculik oleh seseorang yang mengaku sebagai ayah kandungnya, lalu tiba-tiba juga Johan mengatakan kalau Laura akan menggantikan kakaknya menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia tahu.
"Besok?" gumam Laura.
"Ya, besok. Jadi jangan coba-coba kabur dari, jika kamu kabur, aku akan memberikan Avin pelajaran dan memasukkannya ke penjara!" ancam Johan membuat Laura menunduk kembali.
"Ya, aku tidak akan kabur," jawab Laura tidak punya pilihan lain.
"Pastikan kamu tidak membongkar kedokmu, jangan sampai suamimu tahu kalau kamu adalah anak dari selingkuhanku, jika itu terjadi kamu harus mengingat bagaimana aku menyiksa Avin!"
Tidak ada hentinya Johan memberikan Laura penekanan agar gadis itu tidak berani berontak dan kabur dari genggamannya.
"Ya ...," balas Laura.
Johan menyuruh Laura mengikutinya, dengan terpaksa Laura hanya bisa menuruti perintah dari Johan. Johar membuka pintu ruangan yang di sana sudah didesain seperti kamar.
"Masuklah, nanti pagi kamu akan berangkat ke acara pernikahanmu, istirahat yang cukup dan jangan coba-coba kabur!"
Entah sudah ke berapa kalinya Laura mendengar ancaman dari Johan, pria yang menyebut dirinya sebagai ayah kandung Laura, malah Johan sendiri yang memberikan ketakutan terdalam pada Laura.
Laura menarik kopernya memasuki kamar, dia berbalik untuk menatap Johan sejenak, tapi belum sempat dia melakukannya pintu sudah tertutup bersamaan dengan bunyi dentuman kuat.
"Apa ini adil? Aku berulang tahun hari ini, tapi ini adalah hari menyedihkan dalam hidupku, kenapa semua orang begitu kejam?" gumam Laura yang mulai menangis.
Laura merebahkan dirinya di ranjang sana, matanya menatap ke arah langit-langit kamar yang putih, kemudian dia meraih ponselnya mencari kontak seseorang.
"Ervin masih memblokirku ...," lirih Laura.
Laura terus termenung sampai dia benar-benar terlelap dalam tidurnya karena rasa lelah yang juga membuatnya tidak berdaya.
Laura membuka matanya dengan kaget, wajahnya sudah basah semua dan dia langsung menggigil kedinginan. Ternyata Bella membangunkan Laura dengan menyiramnya.
"Bangun, anak bodoh! Ini sudah subuh!"
***
"Aku menghargaimu Tuan Johan karena Anda adalah ayah dari orang yang aku cintai, tapi kalian jangan melunjak hanya karena aku mencintai putrimu, Anda bisa berbuat seenaknya. Anda tahu kalau pernikahan ini menghadirkan banyak orang penting dan sampai sekarang Bianca belum juga kembali!" gertak pria yang sudah memakai tuxedo.
Arkan Dirgantara, pria yang akan menikahi putri Johan yang bernama Bianca. Dia sedang berdiri di ruangan yang sudah didekorasi serba putih.
"Tenang saja, Nak Arkan. Bagaimanapun pernikahan ini akan terjadi dan tidak akan membuat malu keluargamu, kamu tidak perlu khawatir akan hal itu," kata Johan tersenyum miring.
"Anda tahu akibatnya kalau pernikahan ini tidak jadi dan keluargaku mendapat malu? Perjanjiannya masih sama, Anda harus mengembalikan uang modal dan juga mahar yang keluargaku berikan sepuluh kali lipat seperti apa yang Anda tanda tangani," ancam Arkan.
Johan mengangguk kecil. "Tenang saja, di situ tertuliskan hanya melangsungkan pernikahan dan tidak boleh dibatalkan, seperti yang kamu katakan sebelumnya, kalau mau seperti apa pun pernikahan harus terjadi mau itu dengan pengganti. Kamu yang menyuruh mencari pengganti kalau Bianca tidak juga muncul, sekarang orang itu sedang dirias, jadi jangan khawatir."
"Apa maksudnya?! Apa Anda mengganti pengantin dan bukan Bianca?" tanya Arkan menuntut.
"Sesuai dengan perkataanmu, Arkan. Kalau tidak ada Bianca, kamu ingin pengantin pengganti agar pernikahan ini tetap berlanjut, jangan khawatir yang akan jadi pengantin tetap putriku, dia adiknya Bianca," jelas Johan.
Arkan menggeram kesal, mengepal tangannya di kedua sisi, berjalan meninggalkan Johan yang sedang tersenyum kemenangan karena dia tidak jadi mengembalikan uang yang diberikan keluarga Dirgantara.
"Bisa-bisanya mereka melakukan itu pada pernikahanku!" gerutu Arkan sambil berjalan.
Biarpun Arkan bilang mencari pengantin pengganti, tapi itu tidak sungguhan. Arka tetap ingin menikah dengan Bianca, itu saja, bukan menikah dengan wanita lain yang tidak dia cintai.
Arkan membuka pintu ruang rias dengan sekali hentak membuat semua orang menghentikan aktivitasnya dan menatap ke arah Arkan, sedetik kemudian mereka melanjutkan kerjaannya.
Mata Arkan tertuju pada wanita yang memakai gaun putih pengantin dengan bulu mata basah seperti habis menangis, pandangan mereka bertemu, Laura langsung menundukkan wajahnya.
Arkan berjalan menghampiri Laura yang belum dirias, menyapu pandangan ke setiap sisi wajah Laura yang begitu pucat, Arkan menangkup wajah Laura dengan kasar agar wanita itu menatapnya.
"Jadi kamu yang menggantikan Bianca?" Arkan menampilkan senyum sinisnya dan menyentak tangannya kembali dengan kasar.
"Setidaknya kamu lumayan cantik walau tidak secantik Bianca, aku harap setelah jadi istriku nanti, kamu tidak mempermalukanku dengan penampilanmu!" gertak Arkan.
Laura diam tidak membalas perkataan dari Arkan, membuat Arkan seakan diabaikan dan jadi kesal. Menunggu beberapa lama, Laura tidak juga mengeluarkan suaranya membuat Arkan semakin geram.
"Apa kamu bisu?!" tanya Arkan kesal.
Laura menggeleng pelan, wajahnya menunduk lagi tidak mampu bicara pada Arkan. Lagi-lagi Arkan mendengus kesal.
"Cepatlah bersiap, sudah banyak tamu berdatangan!"
Arkan beralih pergi dari hadapan Laura, barulah Laura mendongak. Laura menutup mulutnya, menahan tangisan saat air matanya mulai menetes kembali.
Tapi tidak berlangsung lama karena Laura harus menahan kesedihannya lagi untuk dirias. Laura menatap dirinya di cermin, wajahnya sudah dilapisi riasan dan tubuhnya sudah dibalut gaun putih pengantin yang sedikit sesak.
"Apa ini takdirku ...?" lirih Laura dalam hati.
Laura keluar ruangan berjalan ke altar digandeng Johan di sampingnya. Laura melirik sekilas ke arah Johan.
"Jika dia memang orang tua kandungku, kenapa dia melakukan ini padaku? Setidaknya dia harus mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja, tapi dia justru terlihat bahagia di atas penderitaanku."
Laura sampai di samping Arkan, mereka berdua saling bertatapan sambil mengucap janji suci pernikahan, semua mata menatap ke arah mereka yang sekarang sedang bertukar cincin, cincin pernikahan itu terasa longgar di jari manis Laura.
"Ini tidak akan lama," ucap Arkan selangkah maju.
Arkan langsung menjatuhkan ciuman di bibir Laura yang belum siap menerima, Laura sedikit berontak, tapi Arkan menahan tengkuknya memperdalam ciuman.
"Jika kamu tidak ingin menikah denganku, sebaiknya kamu mundur dari awal. Sekarang kamu sukses membuat orang-orang mengira ini pernikahan yang dipaksakan," bisik Arkan.
Laura menunduk setelah menyadari sedikit pemberontakan tadi yang dilihat banyak orang, dia berharap tidak ada yang memandang aneh ke arah mereka.
"Maaf ...," lirih Laura.
"Kamu jauh lebih berbakti dibanding Bianca sampai bisa mengabulkan keinginan keluargamu, padahal aku tahu kamu tidak berminat untuk menikah denganku." Arkan melirik ke arah Johan yang tersenyum puas melihat penyatuan dua insan dengan tali pernikahan.
Laura ikut melirik ke arah pandangan Arkan. Melihat ayah kandungnya yang tersenyum ke arahnya, padahal dia sedang merasa tersakiti, sungguh semuanya terasa menari-nari di atas penderitaan Laura.
"Rupanya keluargamu tidak ingin mengembalikan mahar dan menyia-nyiakan menjadi besan keluargaku, ya? kalian memang haus harta!" hina Arkan.
"Aku tidak seperti itu ...."
"Lalu kenapa kamu berada di sini untuk menggantikan kakakmu? Tentu saja karena harta, bukan? Dasar wanita licik! Bersiaplah, kamu harus menuruti semua perintahku. Jujur saja aku masih sangat kesal dengan Bianca dan aku akan melampiaskannya ke kamu, jadi jangan salahkan aku, salahkan dirimu yang berdiri di sini sekarang!"