14

1154 Kata
**** Vincenzo berjalan santai di samping Jimmy. Lima menit yang lalu kelas mereka baru saja selesai dan mereka hendak ke kantin untuk mengisi perut yang memang sedari tadi meminta di isi. Teriakan pekikan mengiringi perjalanan Vincenzo dan Jimmy. Hanya dengan berjalan saja, banyak para wanita yang memekik girang, apalagi kalau tebar pesona, sudah pingsan mungkin wanita-wanita itu. Tapi pekikan itu malah sukses membuat Jimmy berdecak kesal. Kesal terhadap sahabatnya yang akhir-akhir ini bersikap seperti ini. Ber-aura cerah dan kadang tersenyum tipis. Sial, kan kalau begini terus Penggemar Jimmy akan beralih pada Vincenzo. Jimmy tidak suka itu. Dan Jimmy hanya bisa menghela nafas, pasrah. Memaklumi sikap Vincenzo yang membuat para kaum hawa makin kegirangan. Orang lagi kasmaran mah bebas, pikir Jimmy. Hati Vincenzo memang sepertinya sangat berbunga-bunga hari ini, membuatnya terus memamerkan senyuman manis kepada orang-orang yang menyapanya. Saking senangnya, Vincenzo sampai tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaanya. Yang jelas ia sangat bahagia karena kejadian semalam. Meski hanya sekedar memeluk Kila hal itu sukses membuat aura Psychopath Vincenzo menguap entah kemana. Vincenzo menepuk pundak Jimmy keras, membuat sang empu meringis kesakitan. "Tolong izinkan aku di kelas berikutnya Jim." Ucap Vincenzo tanpa merasa bersalah setelah menepuk pundak Jimmy, tapi lebih mirip memukul itu sambil melangkah pergi. Vincenzo memutuskan untuk pulang saja dan tidak jadi ke kantin. "Hya, kau akan mendapat masalah jika bolos lagi." Teriak Jimmy pada Vincenzo, tapi hanya dibalas lambaian tangan tanpa menoleh olehnya. "Aishh.. dasar k*****t itu." Umpat Jimmy sambil mengelus pundaknya yang masih sakit. Sialan, temannya memang tak punya akhlak, A.K.A akhlak-less. Vincenzo melangkah menuju parkiran mobil dengan senyum yang masih mengembang, ia tak sabar bertemu dengan Kila di rumah. Bahkan ia rela membolos mata kuliah berikutnya agar bisa cepat pulang. Sepanjang perjalanan ia terus memikirkan kegiatan apa yang akan ia lakukan dengan Kila nanti. Berkecan? Mungkin saja. Kalau boleh jujur di dalam hatinya yang paling dalam ia ingin melakukan kegiatan yang sedikit panas dengan Kila, tapi ia harus ingan Kila tak akan mau melakukan itu dan entah kenapa hatinya dulu langsung terhenyuk merasa bersalah saat melihat Kila mengeluarkan air mata. Tapi semua rencana kegiatan yang sudah ia susun tadi harus gagal, saat melihat pintu kamar terlarang miliknya dimasuki oleh Kila. Ia cukup marah melihat kelancangan Kila, awalnya ia hanya akan sedikit mengancam saja. Tapi mengingat gadis ini cukup keras kepala, ia harus memberi sangsi tegas terhadapnya, karena jika tidak, bisa saja naati Kila akan melawan perintahnya. Dan terpaksa ia harus mengoyak sedikit leher Kila. Ia tau itu akan juga sama sakitnya, tapi ia tak menyangka kalau Kila akan langsung pingsan begitu saja. ***** Kila mengerjab-erjabkan matanya. Tiga kali sudah ia terbangun di dalam kamar yang sama ini. Dan yang pasti ia selalu merasa seperti orang linglung setelah bangun. Ia menyentuh lehernya yang tiba-tiba terasa sakit saat digerakan yang sekarang telah dibalut oleh perban. "Apa masih sakit?" Kila tersentak kaget, saat Vincenzo tiba-tiba Masuk begitu saja ke dalam kamar. Kila mencoba meringsut menjauh, saat orang ini _Vincenzo_ si pelaku yang menggoreskan pisau tanpa perasaan dilehernya, dan berkata ingin membunuhnya. Tapi mengapa ia tetap di sini, apa Vincenzo mengurungkan niatannya itu? "Jangan takut." Jangan takut? dia mengatakan jangan takut setelah apa yang dia lakukan tadi? Sungguh hebat. Jika saja Kila tak ingat bahwa Vincenzo orang yang sudah melukai lehernya, ia pasti sudah mencakar mulut Vincenzo yang seenaknya berkata seperti itu setelah melukainya. Kila lagi-lagi meringsut mundur saat Vincenzo mendekatinya, mengabaikan rasa sakit dilehernya. Ia akan jauh lebih sakit jika berdekatan dengan seorang Psychopath seperti Vincenzo. "Jangan bergerak!" Seru Vincenzo. "Kubilang berhenti, pacar!" Ucap Vincenzo tegas, saat Kila bersiap-siap untuk turun dari ranjang. Kila yang tak mendengarkan ucapan Vincenzo pun memilih tetap bangkit, ia harus bisa keluar dari tempat ini sekarang, jika ia masih ingin hidup, pikirnya. "Kau akan menyesal, kau tak akan bisa kemana-mana, pacar." Ucap Vincenzo dengan seringaian yang sangat kentara dibibirnya. Kila berlari keluar dari kamar. Ia terus berlari sampai kedepan pintu keluar. Tapi ia harus berhenti saat mengingat bahwa ia tak bisa membuka pintu ini, ada pengaman di sana. Vincenzo menyeringai lagi saat melihat Kila yang terdiam ketakutan di depan pintu. "Sudah kubilang, kau tidak akan bisa pergi." Kila memutar tubuhnya hingga mengahap Vincenzo yang berjarak lima meter dari tempatnya. Kila harus merutuki kebodohanya, apalagi sekarang lehernya terasa sangat sakit. Vincenzo berjalan mendekati Kila pelan. Kila yang hanya bisa pasrah pun, tetap diam di tempatnya. Ia sudah tak bisa berlari kemanapun. Sudah terkena cipratan air mending basah sekalian, sama halnya ia sudah tertangkap lebih baik mati sekalian. "Aku sudah pasrah jika kau mau membunuhku." Ucap Kila pelan, lalu menutup matanya erat, menahan rasa takut jika Vincenzo henar-benar akan membunuhnya. Vincenzo mengernyitkan kening sambil melihat Kila yang berada tepan di depannya. "Seharusnya kau membunuhku waktu aku pingsan, agar aku tak merasakan sakit." Ucap Kila bersungut-sungut, bisa-bisanya orang yang hendak dimutilasi berceramah kepada sang pelaku. Vincenzo hampir mengeluarkan tawanya, saat mendengar ucapan Kila. "Ehmm.. Baiklah jika itu maumu." Ucap Vincenzo, setelah mengatur suaranya agar tetap terdengar dingin. Kila pun mengeratkan pejaman matanya, mungkin ini adalah hari terakhirnya di dunia. Ia terus merapalkan maaf di dalam hati kepada ibu, teman-teman dan semua saudara yang pernah ia sakiti. Satu menit berlalu, Kila tak merasakan apapun ditubuhnya, apa Vincenzo pergi begitu saja? Apa dia tak jadi membunuhnya? Kila yang penasaran pun membuka matanya takut-takut. Dan, Glekk, Kila meneguk salivanya susah payah saat wajah Vincenzo berada tepat di depannya. Cupp.. Tanpa diduga Kila, Vincenzo tiba-tiba menyambar bibirnya. Mencium bibir tersebut rakus. Kila yang masih shock pun hanya bisa diam, sambil melotot lebar. Dan jangan lupakan lehernya yang merasa sakit karena kepalanya didongakkan oleh Vincenzo. Vincenzo melepas bibirnya dari bibir Kila. Tapi detik berikutnya ia kembali mencium bibir itu tak kalah rakus. Seakan bibir Kila sebuah makanan yang sangat lezat. Lima menit berikutnya Vincenzo melepaskan bibir Kila. Vincenzo tetap menikmati ciuman itu, meski Kila sama sekali tak membalasnya. Vincenzo menatap mata Kila dalam dengan nafas uang terengah-engah, "Jangan keras kepala, pacar. Lehermu akan sakit jika terlalu banyak bergerak." Bukan apa-apa Vincenzo melarang Kila bergerak. Ia hanya khawatir jika luka dileher itu menyakiti Kila. Meski nyatanya yang membuat luka tersebut adalah ia sendiri. Kila hanya bisa mengernyit bingung dengan sikap Vincenzo, yang tiba-tiba manis, tiba-tiba menyeramkan. Sungguh ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Psychopath gila ini. Kila memekik kaget, saat tiba-tiba Vincenzo mengangkat tubuhnya, menggendong ala bridal style menuju kamar. Vincenzo meletakkan tubuh kecil Kila di atas ranjang dengan pelan. "Istirahat, jangan keras kepala." Ucap Vincenzo. Kila yang masih merasa takut juga bingung pun hanya bisa mengangguk menyetujui. Lagi-lagi Kila tersentak saat Vincenzo mengecup leher yang berbalut perban itu lama, sebelum melangkah pergi meninggalkanya. Kila masih tetap terdiam meski Vincenzo sudah pergi dari sana. "Maaf?" Ucap Kila pelan. Benarkah Vincenzo berkata maaf, pasalnya saat Vincenzo mengecup lehernya ia mendengar sebuah kata maaf yang amat pelan, bahkan ia tak yakin itu suara atau bukan. Jika benar Vincenzo berkata maaf padanya, lalu mengapa ia melukai lehernya, sungguh Kila pusing memikirkan sikap Mr.Psycho itu. ***** TBC . . . Kim Taeya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN