Suasana menjadi hening setelah apa terjadi antara pengantin ini, Alvin mulai mengantar Anita ke kantor tempat kerjanya tidak ada penolakan baginya. Wanita itu tidak mengiakan malah sebaliknya diam membisu.
“Kau ingin sesuatu?” Alvin mulai berbasa-basi menanyakan kebiasaan istrinya sehari-hari
“Tidak,” jawabnya singkat
“Kau belum sarapan, tunggu sebentar aku belikan.”
Wanita itu mencoba untuk menolak tawaran dari suaminya. Alvin berlalu keluar dari mobilnya. Di dalam mobil Anita memperhatikan pria tengah sabar mengantre penjualan kaki lima itu. Dia merasa sangat iba melihat balutan kain putih di tangan kanannya,
“Apa dia melukai dirinya sendiri?” Pertanyaan itu ada di pikirannya.
Beberapa menit kemudian pria itu berlari kecil menyeberang menghampiri mobil dia parkir tidak jauh dari tempat penjualan pagi hari. “Beruntung banget bisa dapatkan makanan kesukaanmu,” ucapnya memasang sabuk pengaman kemudian menghidupkan mesin mobilnya.
“Kau suka dengan makanan pedaskan? Tapi maaf kalau sambalnya mungkin tidak terlalu pedas, jangan kecewa, ya. Nanti sore kita pergi makan nasi Padang.” Alvin mengelus rambut kepala Anita masih sibuk dengan pikirannya.
Anita melirih tangan kanan suaminya ketika mengemudi dari larut wajahnya tidak terlihat rasa sakit mengulitinya. “Maaf.” Alvin membelok mobilnya tujuan kantor istrinya, dia merasa mendengar Anita mengucapkan sesuatu. “Iya,” Alvin pun menyahut dan berhenti tepat depan gedung milik saingan bisnisnya.
“Maaf atas kejadian semalam, aku ...”
“Tidak apa-apa, justru aku yang mengatakan kata-kata itu. Bukan kesalahanmu, kita akan perbaiki semuanya. Nanti sore aku kembali menjemputmu, senyum dong masa pagi hari cemberut. Ah ya kita belum morning kiss ...” Alvin mulai menggombal dengan Vanessa saja dia tidak pernah segombal ini apa dia mulai cinta sama istrinya sendiri.
Anita tidak menanggapi dia malah memilih untuk segera keluar gombalan suaminya itu tidak tepat waktu saat ini. “Nita ...” Alvin memanggil namanya. Wanita itu menoleh ketika akan buka pintu mobil sampingnya sentuhan hangat merasa aneh bagi wanita itu. Pria itu mencium bibir sangat lembut cukup lama kehangatan apakah ini hanya mimpi. Wajah Alvin mulai menjauh dari wajah istrinya terdiam dalam bisu.
“Aku sadar, orang yang sabar dan diam-diam mencintaiku adalah wanita ada di depanku. Menerima semua penderitaan, selama pernikahan kita. Aku takut jika kita akan berpisah. Tapi sekarang aku ketika hubungan kita mulai jauh, sekarang aku akan mengejar cinta yang pernah aku sia-siakan. Apabila suatu saat nanti aku menyakitimu lagi, terserah dirimu untuk pergi mengakhiri hubungan kita. Tapi aku ingin perbaiki semuanya apa kau bersedia? Menjadi keluarga kecil untuk anak kita nanti?” Alvin mengungkapkan semuanya lubuk hati paling dalam. Anita masih bergeming dua manik cokelat hitam milik suaminya.
“Iya,” jawab Anita pelan senyum Alvin merasa lega dia takut bahwa istrinya tidak akan memaafkan sikap egoisnya. Dipeluk tubuh rapuh itu begitu erat sampai wanita itu sulit untuk bernafas.
“Maaf, aku bahagia, ya sudah nanti aku jemput kau di sini, aku tidak sabar ingin menimang anakku sendiri. Kita lakukan sekali lagi, boleh, kan?” ucap Alvin meminta hak lagi kepada istrinya
“Iya,” Anita pun keluar dengan wajah berseri-seri belum pernah dia rasakan gejolak kebahagiaan seperti ini.
Anita masuk ke lobi utama sebagian karyawan ada di dalam gedung ini mencuri perhatiannya. “Sepertinya ada yang bahagia nih?” sindir teman kerjanya ikut menyusul sejajar langkah kaki tersebut.
“Apaan sih!” Tidak biasanya Anita membalas sindiran, pertanyaan, gosip sesama divisi tersebut.
“Tadi siapa sih yang antar kau?” Mulai kepo teman kerja satu divisi dengannya.
Anita belum menjawab kemudian Kevin muncul entah dari mana bayangan itu, Susan yang mengekori Pak Bos itu. “Ah iya aku tahu pasti kau di antar sama suamimu, wah, sudah sampai di mana kisah keharmonisan kalian berdua? Sayang banget ya cinta bertepuk sebelah tangan harus menerima rasa sakit itu di sini ... Sakit tuh di sini ... di dalam hatiku, sakitnya tuh di sini saat ...” Mega tidak pernah rasa takut kalau Kevin dari tadi menatapnya tajam ingin menelan dia hidup-hidup.
Di dalam kantor Kevin seperti setrika mondar-mandir masih terngiang ucapan dari karyawatinya si Mega waktu berdiri menunggu lift terbuka.
“Ya benar saja mereka akur?” batin Kevin’nya bertanya diri sendiri.
“Maaf, Pak,” Seseorang buka pintu saat Kevin sedang galau begini. “Ya, ada apa?” Pria itu bertanya dalam seketika ekspresinya berubah garang.
“Hari ini rapat dengan Pak Adam jam sepuluh untuk pembahasan investasi pemasaran kita, Pak,” ucap Susan mengingatkan kembali kepada Kevin.
“Ah iya, aku hampir saja melupakannya. Baiklah, tolong kau siapkan semuanya. Dan ... kau urus itu saja dulu,” lanjutnya senyumannya mulai memunculkan sesuatu keanehan.
Kevin keluar dari ruangannya sendiri kemudian dia menghampiri meja kerja wanita itu tengah mengerjakan tugas masih tertunda semalaman.
“Nita, sementara kau jadi sekretarisku,” ucap Kevin tiba-tiba membuat wanita itu menatapnya kaget.
“Maksud, Bapak?”
“Susan akan mengganti posisimu, kau ikut denganku menemui salah satu klien terbesar,” jelasnya kepada Anita.
Anita ingin menolak karena dia telah berjanji setelah pulang kerja suaminya akan menjemput kalau sampai terjadi bahwa Pak Bosnya ini ada hubungan apa dengannya mungkin Alvin akan marah sekali.