"Selesai!" ucapku. Sial, menelan ludah saja rasanya sangat seret. Terlebih pria di depanku ini terus saja menggodaku. "Terimakasih, Ziya." Pak Hen meraih jemariku. "Hm, sama-sama, Pak. Kalau begitu, saya pulang dulu." Aku bangkit tapi urung saat tanganku masih digenggam si Bos. Apaan sih dia? "Jangan pulang!" Wajahnya merajuk seperti anak kecil minta es krim. "Tapi, Pak. Ini sudah malam. Saya harus pulang. Apa kata tetangga nanti kalau saya masih di sini?" Jelas, aku keberatan. Walaupun ada rasa gelenyar aneh saat berdekatan dengan pria ini. Seperti geli dalam hati mungkin? Atau apa ya? Entahlah, aku tidak tahu. Semacam jantung berdebar tapi yang bikin nagih bukan bikin takut. "Justru karena ini sudah malam, bahaya kalau kamu pulang sendiri. Kondisi saya saat ini belum bisa mengantar