Alisa dan Rehan segera turun dari mobil saat keduanya sudah sampai di kediaman keluarga Alisa.
Keduanya berjalan masuk setelah disambut oleh pelayan yang sepertinya ditugaskan untuk menyambut tamu.
Alisa termenung sejenak, menatap ke sekeliling yang terasa berbeda saat masih ia tempati dulu, bagaimanapun juga rumah itu pernah ia tinggali dengan nyaman.
"Kamu sudah datang," sapaan dari adiknya membuat Alisa dan Rehan menoleh.
"Kakak ipar, halo!" Sapaan ramah yang terdengar membuat Alisa menoleh ke arah suaminya yang terlihat tersenyum tipis.
"Kakak ipar ayo kita duduk dulu, lalu kak Alisa di tungguin sama mama di dapur." Kata Clara menginterupsi.
Rehan yang mendengarnya tentu saja merasa aneh, namun desakan dari istrinya yang memintanya untuk mengikuti adik iparnya membuat Rehan tidak dapat mengatakan apa-apa.
Alisa berjalan ke arah dapur, menatap beberapa orang yang sibuk menyiapkan banyak menu makanan.
"Alisa, akhirnya kamu datang!" Seruan dari mamanya yang terdengar antusias membuat Alisa tersenyum tipis dan membalas pelukan yang diberikan oleh mamanya.
"Bagaimana kabarmu? Maafkan mama karena tidak bisa datang mengunjungimu." Tanya mamanya sembari meminta maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk putrinya.
"Kabar Alisa baik ma, lalu mama tidak perlu minta maaf karena Alisa juga sudah tahu kondisi mama." Jawab Alisa pelan.
Sejujurnya Alisa masih sangat canggung, bagaimanapun juga mamanya itu adalah orang baik yang juga mengkhawatirkan dirinya. Berbeda dengan papanya yang tidak menyukai dirinya karena pergaulannya saat sebelum menikah. Belum lagi papanya juga tahu bagaimana kelakuan mantan kekasihnya dulu, hal itu membuat papanya semakin tidak menyukai dirinya.
"Apakah suamimu baik? Maaf karena mama tidak bisa menghentikan pilihan papamu." Tanya mamanya lagi yang terlihat khawatir.
"Bukannya mama yang kenal sama orang tua Rehan?" Tanya Alisa sedikit terkejut.
Pasalnya yang Alisa ketahui pernikahan itu yang menentukan mamanya, setelah mengetahui jika Rehan adalah orang yang baik membuat Alisa berpikir beberapa kali jika mamanya ingin dirinya mendapatkan laki-laki yang baik sebagai partner pernikahan.
"Bukan, papa kamu yang ambil andil lebih banyak. Mama kenal sama mamanya Rehan karena papanya Rehan teman akrab papa kamu." Jawab Mama Alisa menjelaskan.
Alisa pun terdiam sejenak, memikirkan kenapa juga papanya mau mencarikan calon yang baik untuk dirinya dan bukan untuk Clara.
"Apa mama tahu Rehan bekerja dimana?" Tanya Alisa penasaran.
"Kalian belum bicara?" Tanya mamanya yang langsung saja membuat Alisa terdiam.
"Rehan bekerja sebagai pemimpin perusahaan menggantikan papanya, itu MK group, kamu tahukan? Perusahaan yang masuk jajaran 5 besar di negara kita?"
Alisa membuka mulutnya tak percaya, bagaimana bisa dirinya sangat beruntung mendapatkan suami yang super baik dan juga banyak uang.
"Pernikahan kalian kemarin cukup tertutup, tidak banyak yang tahu jika Rehan sudah menikah, jadi sangat disayangkan." Lanjut mamanya menjelaskan.
Rehan yang baru saja masuk ke dapur membuat Alisa dan Farah (mama Alisa) menoleh.
"Aku lupa mengambilkan minum," kata Alisa tiba-tiba.
"Sudah dikasih kok tadi," jawab Rehan dengan cepat.
Mendengar hal itu tentu saja membuat Alisa mengangkat sebelah alisnya, bertanya kenapa suaminya ada di dapur jika sudah disediakan.
Sejujurnya, saat ini Rehan sedikit malu dengan pikirannya sendiri. Ia pikir istrinya ada di dapur karena disuruh membantu memasak karena dia putri yang tidak disayangi, tapi ternyata bukan.
"Aku hanya penasaran apa yang kamu lakukan di dapur," jawab Rehan pada akhirnya.
"Ah, maaf karena mama mengganggu Alisa, harusnya mama lebih sadar jika kamu masih butuh ditemani Alisa." Kata Farah segera sadar.
"Tidak ma, anu..." Rehan menghentikan kata-katanya dan memutuskan untuk mengambil napasnya panjang.
"Rehan minta maaf karena sudah berpikir negatif, kalau begitu Rehan akan kembali, mama bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Alisa." Lanjut Rehan segera menundukkan kepalanya dan pergi meninggalkan dapur.
Alisa dan Farah tentu saja hanya diam menatap kepergian Rehan.
"Mama benar-benar tidak menyangka jika dia sangat peduli denganmu," bisik Farah yang membuat Alisa sedikit malu saat mendengarnya.
Tidak dipungkiri, Alisa pun juga tahu jika suaminya mengkhawatirkan dirinya, takut jika dirinya akan dijadikan b***k di dapur.
Keduanya kembali berbicara sembari mengawasi para pekerja yang masih memasak.
"Apakah kalian belum selesai? Tamu sudah dekat dan akan tiba dalam 15 menit." Suara Daniel (papa Alisa) yang terdengar membuat Alisa dan semua orang yang ada di dapur menoleh.
"Kita sudah selesai," jawab Farah menggantikan para pekerja.
Berbeda dengan Alisa yang saat ini diam saja, menatap lurus ke arah papanya yang melihat sekilas ke arahnya.
"Kalau sudah selesai ayo ke depan," ajak Daniel yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Farah.
Alisa berbicara pelan pada mamanya dan meninggalkan dapur lebih dulu, namun papanya yang mengekor di belakangnya membuat Alisa memelankan langkahnya.
"Bagaimana pernikahan kamu?" Suara papanya yang terdengar membuat Alisa menghentikan langkahnya, menoleh ke arah papanya yang masih menatapnya tajam.
"Baik pa, terimakasih karena sudah mengatur pernikahan untuk Alisa." Jawab Alisa dengan sungguh-sungguh.
"Itu bukan apa-apa, kamu memang harus disadarkan agar tidak salah dalam memilih pasangan." Balasan dari papanya entah kenapa membuat Alisa sedikit tersinggung dan kesal karena mengingat mantan kekasihnya yang tidak tahu diri itu.
"Rehan pasti memperlakukanmu dengan baik," kata papanya lagi.
"Benar, sampai Alisa terkadang berpikir apakah Alisa pantas untuknya." Jawab Alisa pelan.
"Tidak ada yang lebih cocok dengan Rehan kecuali kamu." Balasan yang diberikan papanya membuat Alisa kembali menatap ke arah papanya yang masih menatapnya dengan tatapan tajam.
Alisa menggerakkan tangannya, menyentuh dahi papanya yang berkerut.
"Ada sesuatu di dahi papa?" Tanya Daniel yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Alisa.
Jika bukan karena ini, Alisa pasti akan terus menganggap papanya tidak menyukai dirinya dan membencinya. Alisa tidak bohong, kerutan dahi dan juga tatapan tajam papanya membuat Alisa takut di masalalu, tapi akhirnya hari ini Alisa sadar jika itu bukan tatapan kebencian. Melainkan kekhawatiran.
"Terima kasih pa," ucap Alisa lagi dengan senyuman tipis.
Daniel yang melihatnya tentu saja segera menyentil dahi putrinya pelan.
"Padahal kamu tidak pernah berbicara hangat seperti ini sebelumnya," sindir Daniel yang tentu saja membuat Alisa manyun.
"Padahal papa sendiri yang membuat Alisa takut sama papa." Gerutu Alisa pelan.
Keduanya pun melanjutkan langkah mereka untuk keluar, sedangkan Farah yang sedari tadi memperhatikan hanya bisa tersenyum tipis dan bersyukur karena hubungan keduanya membaik.
Farah benar-benar sangat bersyukur karena putrinya sudah tidak salah paham lagi dengan papanya, selain itu Farah juga bersyukur karena suaminya mau menurunkan egonya hanya untuk berbicara santai dengan putrinya yang awalnya sangat penakut itu.
"Mama harap kalian akan lebih banyak berinteraksi kedepannya," gumam Farah segera melangkahkan kakinya lebar karena takut jika tertinggal.