11. Jangan Minggat Lagi!

1470 Kata
Saat ini Arsel dan Wulan berada di ruang tamu rumah pria itu. Arman dan Joda memilih pergi karena enggan melihat Wulan. Wulan yang sudah menyakiti anaknya, Arman dan Joda tentu tidak bisa legowo melihat perempuan itu. Saat ini Wulan menangis sesenggukan di hadapan Arsel. Sedangkan Arsel sedikit iba melihat perempuan itu yang tengah mengeluarkan air mata buaya betina. “Arsel,” rengek Wulan. “Ada apa?” tanya Arsel pada mantan kekasihnya. “Hiks hiks … maafin aku, Arsel,” ucap Wulan. “Sampai kapan pun aku tidak mau memaafkanmu,” jawab Arsel. “Tapi, Arsel. Aku melakukan ini karena terpaksa. Aku masih cinta sama kamu,” aku Wulan. Arsel tidak menjawab, sedangkan Wulan dengan berani memegang tangan Arsel. “Aku mohon, Arsel. Maafkan aku, karena aku terpaksa melakukannya. Aku masih cinta kamu, aku tidak pernah cinta sama suamiku,” ujar Wulan bertubi-tubi. “Aku masih ingat saat aku datang ke pernikahanmu, kamu mengatakan kalau aku hanya anak manja yang tidak bisa apa-apa. Jadi sudah bisa dipastikan kalau menikah dengan Vino adalah pilihanmu,” ujar Arsel. “Tidak Arsel, aku gak suka sama Vino. Aku dijodohkan dan terpaksa menerimanya. Sekarang aku sengsara, Arsel. Aku mau kembali padamu,” rengek Wulan. “Kamu pikir aku mau menerimamu setelah apa yang kamu lakukan padaku? Kamu saja mengataiku sesuka hatimu, dan sekarang kamu malah seenaknya bilang begitu. Aku tidak suka sama istri orang,” seloroh Arsel segera berdiri dari duduknya. “Aku akan bercerai dengan Vino secepatnya,” jawab Wulan. Arsel tercekat mendengar ucapan Wulan. Pernikahan Wulan baru seumur jagung, tetapi Wulan malah mau bercerai dengan Vino. “Pernikahan bukan permainan, Wulan. Kalau kamu tidak cocok dengan suamimu, bicarakan dengannya baik-baik. Bukan malah meminta cerai begini,” ujar Arsel.. “Sumpah demi apapun aku cintanya cuma sama kamu,” ucap Wulan memeluk tubuh Arsel dengan erat. Arsel menghela napasnya saat dipeluk oleh mantan kekasihnya. “Aku antar kamu pulang,” ujar Arsel melepas tangan Wulan dan memaksa perempuan itu pergi dari rumahnya. “Kenapa kamu mengantarku pulang, Arsel? Dulu aku sering menginap di sini sampai larut malam. Kamu juga memperbolehkanku ke kamarmu. Aku mau kita kayak dulu lagi,” rengek Wulan yang terus menahan tubuhnya karena tidak mau pergi. “Wulan, jangan menguji kesabaranku!” desis Arsel. “Aku yakin kamu tidak bisa berbuat kasar padaku,” jawab Wulan. Arsel mengacak rambutnya frustasi mendengar ucapan Wulan. “Dasar keras kepala,” maki Arsel menghempaskan tangan Wulan dan memilih duduk kembali di sofa. Sedangkan Wulan senang saat tidak diseret keluar lagi. “Arsel, sebagai permintaan maafku, aku akan membuatkan makanan untuk kamu,” ucap Wulan dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Arsel tidak menjawab, cowok itu mengambil ponsel dan mengotak-atik benda pipih itu. “Arsel kamu mau dimasakin apa?” tanya Wulan. Arsel tidak menjawab karena fokus dengan hpnya, Wulan yang kikuk pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Namun, Wulan tipe perempuan yang tidak tau malu. Meski sudah ditolak oleh Arsel, Wulan akan kembali mengejar Arsel karena baginya Arsel lah yang bisa memenuhi biaya hidupnya. Wulan tidak mau lagi dengan suaminya yang memberi nafkah dua puluh ribu. “Aku akan membuatkanmu makanan kesukaan kamu,” ucap Wulan yang kini menuju ke dapur. Di sisi lain Ara berada di depan sekolah sambil melamun dan membawa tas besarnya. Sejak tadi Ara sudah mencari rumah kontrak yang murah via online, tetapi tidak ada. Sekarang Ara bingung mau kemana lagi. “Bu Ara, kan sudah aku bilang. Pulang saja, Bu Ara!” pekik seorang bocah yang datang mendekati Ara dengan seragam yang sudah dikeluarkan dari celana, pun dengan kedua tangannya memegang telur gulung. “Alfath, kok kamu belum pulang?” tanya Ara. “Lagi nunggu jemputan Daddy. Daddyku kadang kayak Bang Toyib gini, Bu. Disuruh jemput malah gak datang-datang,” jawab Alfath. Ara mengangguk, enggan menanggapi bocah itu karena otaknya masih berpikir mencari kontrakan. “Bu Ara, pulang!” titah Alfath dengan tegas. “Kok kamu malah menyuruh-nyuruh Ibu?” tanya Ara. “Ya karena Om Arsel suka sama Bu Ara. Begini saja Bu Ara gak ngerti,” ketus Alfath. “Kamu masih kecil, gak ngerti sama urusan orang dewasa,” ujar Ara. “Bu Ara jangan menghinaku. Aku ini yang menyatukan banyak pasangan. Teman Daddyku yang gengsinya gede, gara-gara aku yang menyuruh, dia berani nembak cewek yang disukai. Sekarang ayo aku antar pulang!” seloroh Alfath yang terus mendesak Bu Ara pulang. Sekalian kalau Alfath disuruh mampir, dia akan bahagia karena banyak makanan di rumah Om Arsel. Sebuah mobil berhenti tepat di depan Ara dan Alfath, seorang pria dewasa keluar dari mobil seraya memakai kacamata hitam. Ara sungguh mengagumi Daddynya Alfath yang sangat keren, terkenal kaya tetapi sangat sederhana. “Alfath, Daddymu keren banget ya. Kaya raya tapi sederhana, gak kayak Arsel. Sombongnya minta ampun,” maki Ara. “Kan, Bu Ara membicarakan Om Arsel, tandanya di otak dan hati Bu Ara hanya ada Om Arsel,” ujar Alfath yang sudah seperti pakar cinta. Alfath memang seperti cowok jomblo tetapi menasehati orang yang berpacaran. Karena lingkungannya orang gede-gede, pikiran Alfath terpaksa gede juga. “Alfath, maafin Daddy karena tadi ada rapat. Jadi jemputnya telat. Ayo pulang!” ajak Daniel pada anaknya. “Daddy, antar Bu Ara juga untuk pulang ke rumahnya!” pinta Alfath. “Boleh, ayo silahkan Bu Ara!” Daniel dengan senang hati membukakan pintu belakang untuk Ara. Ara berpikir sejenak antara ikut atau tidak ikut. Alfath yang melihat gurunya bimbang pun menarik tas besar Bu Ara dan melemparkan ke mobil Daddynya. Karena tas itu berat, Alfath sampai tersungkur menabrak kursi mobil. Ara dengan sigap membantu muridnya, sekarang Ara ikut naik karena tidak enak dengan upaya Alfath yang menyatukan dirinya dan Arsel. Sekarang Ara akan pulang, Ara juga akan mencari buku yang dimaksud Alfath untuk tau apakah benar Kakak angkatnya itu sudah suka dirinya sejak lama. Alfath ikut duduk di samping Bu Ara, sedangkan Daniel segera menjalankan mobilnya untuk mengantar guru anaknya pulang. Perjalanan dari sekolah ke rumah Arsel tidak terlalu jauh. Sebenarnya Daniel enggan bertemu dengan Arsel karena laki-laki itu sudah menculik anaknya meski Arsel tidak melukai sedikit pun. Arsel keluar rumah seraya mondar-mandir di teras, cowok itu masih panik dengan keberadaan Ara. Sekretaris pribadinya pun sudah dia minta untuk mengerahkan banyak pasukan untuk mencari Ara, tetapi pasukan tanpa kuda itu tidak ada yang menemukan adik angkatnya. Saat Arsel lagi panik-paniknya, sebuah mobil masuk ke pekarangan rumahnya. Arsel mengerutkan dahinya saat merasa tidak asing dengan mobil itu, hingga orang yang selama ini dia cari turun dari sana disertai seorang pria yang merupakan rival bisnisnya. “Om Arsel yang ganteng!” teriak Alfath dengan senang saat melihat Arsel. Arsel tidak menanggapi, pria itu langsung menghampiri Ara, “Ara, kamu kemana saja? Aku mengkhawatirkanmu sejak pagi. Aku juga menyuruh banyak orang untuk mencarimu. Kamu keluar malam-malam, kalau kamu kenapa-napa bagaimana?” tanya Arsel bertubi-tubi sambil memegang lengan Ara. Arsel menatap Ara dari atas sampai bawah untuk memastikan perempuan itu baik-baik saja. “Kamu tidak kenapa-napa kan, Ara? Apa ada yang sakit?” tanya Arsel. Sekarang Ara percaya dengan ucapan Alfath kalau Arsel suka dengannya. Dia hanya pergi sebentar, bahkan belum ada dua puluh empat jam. Tetapi Arsel sudah panik dengan keadaannya. “Aku tidak apa-apa,” jawab Ara. “Arsel, kamu dimana? Udang saus padangnya sudah siap!” Suara pekikan seorang perempuan membuat Ara, Daniel, Alfath dan Arsel menatap ke sumber suara. Ara tercekat melihat perempuan yang dia kenal sebagai mantan kekasih Kakak angkatnya. Banyak pertanyaan di benak Ara, salah satunya kenapa perempuan itu bisa ada di sini? “Arsel, makanan sudah siap. Kesukaan kamu, udang saus padang,” ujar Wulan dengan lembut sambil memegang pundak Arsel. Ara tidak suka melihat tangan perempuan itu menyentuh pundak Kakaknya. Baru saja Ara senang karena merasa Arsel menyukainya, tetapi kesenangannya tidak bertahan lama. “Lebih baik aku pergi lagi!” sentak Ara kembali membuka pintu mobil Daniel. “Ara, jangan pergi lagi!” pekik Arsel menahan tangan Ara. “Lepaskan aku, Mas!” pinta Ara. “Enggak, Ara. Aku gak mau kamu pergi,” ujar Arsel menarik paksa tangan Ara. Namun, Ara tetap menarik tangannya agar masuk ke mobil Daniel. “Aku tetap pergi!” sentak Ara. “Enggak, Ara. Jangan tinggalin aku,” rengek Arsel. “Arsel, kamu di sini saja sama aku!” pinta Wulan yang kini menahan perut Arsel. Daniel menutup mata anaknya agar tidak melihat drama yang aneh ini. Arsel menarik tangan Ara agar tidak pergi, sedangkan perutnya sendiri ditarik oleh Wulan. Karena kesal, Arsel menepis tangan Wulan, “Lepaskan aku, sialan!” maki Arsel. Wulan pun melepas tangannya dari perut Arsel. Sedangkan Arsel menggendong paksa tubuh Ara dan membawa perempuan itu untuk masuk ke rumahnya. “Sudah cukup kamu minggat sekali, gak akan aku biarkan kamu minggat lagi,” ujar Arsel. Ara terus memberontak, tetapi Arsel tetap membawanya masuk ke rumah. Wulan? Tetap saja istri Vino itu tidak tau diri dan terus mengejar Arsel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN