Arsel membawa Ara ke ruangannya, sesekali gadis itu masih mengusap air matanya yang masih membasahi wajah cantiknya. Arsel mendudukkan Ara di sofa, pria itu juga ikut duduk dan memeluk adiknya. “Aku kan sudah bilang, bekerja saja di kantorku. Kenapa masih ngeyel untuk mandiri?” tanya Arsel. “Di luar sana banyak orang yang susah nyari pekerjaan, mereka menginginkan privilege yang sama kayak kamu. Tapi kamu sendiri malah sok-sokan mandiri. Tadi uang yang dikasih Ibu juga gak kamu bawa. Ceroboh banget jadi orang,” oceh Arsel bertubi-tubi. Ara melepaskan pelukannya pada Arsel. “Kenapa kamu malah marah-marahin aku?” tanya Ara merajuk. “Ya karena kamu ini bodoh, ceroboh lagi. Kalau kemana-mana kamu bilang aku dulu biar aku bisa mengingatkan apa yang harus kamu bawa,” oceh Arsel lagi. A

