Hari-hari setelahnya terasa seperti penjara sunyi bagi Sekar. Ia memang bebas berjalan -jalan keluar rumah, membeli apa yang ia mau, dan mendapat perlakuan yang tampak baik dari Om Herman, tapi hatinya tahu… dirinya sudah tidak benar-benar bebas lagi. Ada sesuatu yang telah hilang dalam dirinya harga diri, pilihan, dan mungkin juga… cinta. Om Herman bersikap seolah Sekar adalah miliknya sepenuhnya. Ia tak pernah memaksa dengan kata-kata kasar, tapi tatapan tajamnya, keheningan penuh kendali, dan kalimat -kalimat pendeknya sudah cukup untuk membuat Sekar tak berani banyak bicara. Terutama setelah malam itu. ** Suatu sore, ketika Sekar duduk sendiri di teras belakang, mengenakan gaun baru pemberian Om Herman, ia mendengar suara gaduh dari dalam rumah. Suara pintu dibanting, langkah kaki