17

709 Kata

Pagi itu, Sekar duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan kosong. Gaun satin putih yang menempel di tubuhnya membuatnya tampak anggun, tapi mata sayunya tak bisa menipu siapa pun. Ia seperti gadis dari lukisan klasik indah, tapi beku. Mati di dalam. Angin dari jendela berembus pelan, menggerakkan tirai tipis berwarna krem. Sekar memejamkan mata, membiarkan udara pagi menyentuh wajahnya. Tapi tak ada kesejukan. Tak ada kedamaian. Dari luar terdengar suara pintu mobil ditutup. Lalu suara langkah kaki. Ia tahu, itu Om Herman. Beberapa menit kemudian, pintu kamarnya diketuk pelan. Sekar tidak menjawab, tapi pintu itu tetap terbuka. “Pagi, sayang.” Suara Om Herman rendah, pelan, tapi penuh kuasa. Sekar hanya menoleh singkat dan memaksakan senyum. “Pagi, Om.” Om Herman berjalan masuk, du

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN