Tita melirik Dimas yang duduk di sudut kafe kantor dengan ekspresi kosong. Kopinya sudah dingin, dan sejak tadi ia hanya menatap layar ponselnya tanpa benar-benar membaca apa yang tertera di sana. Tita sudah lama memperhatikan perubahan sikap Dimas. Pria itu, yang biasanya penuh energi dan percaya diri, kini terlihat seperti seseorang yang kehilangan arah. Ia tahu pasti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, dan Tita menduga itu ada hubungannya dengan Sekar. Dengan langkah ringan, ia mendekati meja Dimas dan meletakkan cangkir kopi panas di hadapannya. "Kau terlihat butuh ini," katanya sambil tersenyum, menarik kursi di seberangnya tanpa menunggu izin. Dimas mendongak, sedikit terkejut, lalu tersenyum tipis. "Terima kasih, Ta." Tita menatapnya lekat-lekat. "Dimas, kau tahu aku bukan o