6

601 Kata
Dimas berusaha mengabaikan Tita yang masih bertingkah manja di dekatnya. Ia menghembuskan napas pelan, mencoba mengendalikan pikirannya yang sejak tadi sudah kacau. Kehangatan tubuh Sekar, suara lembutnya, bahkan aroma parfumnya masih melekat di benaknya. Namun, kini ia harus menghadapi sesuatu yang lain—godaaan terang-terangan dari Tita. Tita masih duduk di samping kursinya, bersandar di meja kerja sambil memainkan pena di tangannya. Tatapannya penuh arti, seolah sedang menguji sejauh mana Dimas bisa bertahan. "Kamu serius gak punya pacar, Dim?" tanyanya lagi, nada suaranya dibuat terdengar penasaran, tapi ada sedikit nada menggoda di sana. Dimas melirik sekilas, lalu kembali fokus pada berkas di depannya. "Kalau punya, kenapa?" jawabnya santai, mencoba menghindari jebakan dalam pertanyaan itu. "Ya, paling enggak aku tahu kalau ada perempuan yang beruntung bisa sama kamu," ujar Tita, tersenyum kecil. Dimas hanya mengangkat alis, tak ingin terjebak dalam percakapan yang lebih jauh. Namun, Tita bukan tipe yang mudah menyerah. Ia bergerak sedikit lebih dekat, mencondongkan tubuhnya. "Atau jangan-jangan kamu lagi deket sama seseorang, tapi gak mau ngaku?" Dimas menghela napas. Ia tahu betul ke mana arah pembicaraan ini. Bukan rahasia kalau Tita dikenal suka menggoda, terutama dengan pria yang terlihat cuek seperti dirinya. Dan sekarang, Dimas adalah targetnya. "Aku sibuk kerja, bukan sibuk mikirin siapa yang beruntung atau enggak," jawabnya, berusaha tetap tenang. Tita terkekeh pelan, lalu mengamati wajah Dimas dengan intens. "Hmm… kayaknya bukan soal sibuk deh. Tapi lebih ke soal… seseorang yang bikin kamu gak bisa berpaling." Dimas mengangkat wajahnya, menatap Tita dengan alis bertaut. "Maksud kamu?" "Kamu keliatan beda, Dim," kata Tita, menatapnya penuh arti. "Biasanya kamu tuh cuek, kaku, gak peduli. Tapi hari ini… entah kenapa kayak ada sesuatu yang kamu sembunyikan." Dimas menegakkan punggungnya, berusaha menutupi kegelisahannya. Sekar. Nama itu langsung terlintas di benaknya. Apa benar ia berubah? Apa pikirannya yang terus-menerus dipenuhi Sekar membuatnya terlihat aneh di mata orang lain? "Aku gak nyembunyiin apa-apa," kilahnya. Tita tersenyum tipis. "Kalau gitu, ikut acara kantor minggu depan. Jangan sendirian. Siapa tahu bisa bersenang-senang, kan?" Dimas menatap Tita sejenak, lalu kembali fokus pada berkasnya. "Aku pikir-pikir dulu," jawabnya singkat. Tita berdiri tegak, lalu menepuk ringan bahu Dimas sebelum beranjak pergi. "Jangan kelamaan mikir, nanti keburu diambil orang," ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata, lalu berjalan kembali ke mejanya. Dimas menghela napas panjang. Ia harus lebih hati-hati. Jika perasaannya terhadap Sekar benar-benar bisa terbaca, ia harus memastikan tidak ada yang mengetahuinya. Terutama di kantor ini. "Dim ..." panggil ita menoleh ke arah Dimas lagi sebelum ia pergi menjauh dari meja Dimas. "Apa? Ntar aku tanda tanagn semua. Sabar," jelas Dimas. "Gak mau coba?" ucap Tita nakal. "Coba apa?" jawab Dimas polos. "Hmm ... Yang merah -merah," ucap Tita lagi mendekati Dimas dan kini berdiri di depan meja Dimas sambil membungkuk sedikit mempelihatkan belahan dad4nya yang penuh bercak me5um kekasih Tita. "Aku gak suka dapat bekas!" bisik Dimas menegaskan. Tita terkekeh lalu menatap tajam ke arah Dimas. "Bukan bekas, Dim. Tapi sudah memiliki pengalaman. Karena rasanya tetap saja sama," ucap Tita tertawa. Dimas memutar kedua bola matanay dengan malas. Obrolan ini malah semakin melebar dan membuat ubi ungunya benar -benar tak bisa dikendalikan lagi. Kenapa juga Tita harus menunjukkan dad4nya yang besar. Pikiran Dimas kan semakin brut4l. "Pergi sana," usir Dimas kesal. "Oke. Kalau berubah pikiran langsung telepon Tita ya. Satu lagi ..." ucap Tita denagn suara manja. "Apalagi?" Dimas kembali mengangkat wajahnya "Ubi ungu kamu besar juga uurannya ... " ucap Tita sambil mengedipkan satu matanya pada Dimas lalu segera beralri kecil sebelum ia terkenal lemparan pulpen Dimas. "Tita!" teriak Dimas kesal. Sponta Diams mengusap ubi ungunya yang memang terlihat menggemuk di balik celananya. Pasti Tita melihat ini tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN