Part 5

1745 Kata
Part 5   Hari Minggu ini, Gavin tidak pergi ke mana-mana. Hal yang sangat jarang terjadi, dia mulai betah di rumah. Ia menghabiskan waktu dengan menonton televisi, bermain game, di atau sekedar membaca buku. Rhea juga tak pergi ke mana-mana. Ia memilih menulis kelanjutan novel yang sedang ia garap juga menelepon ayahnya. Ia bahagia mendengar kabar baik ayahnya. Bahkan sang ayah sempat bercerita nikmatnya menggarap lahan di desa untuk ditanami tanaman sayur atau buah. Ayah juga menceritakan hubungannya dengan ayah mertuanya yang sudah lebih baik pasca pernikahannya dengan Gavin. Ia tahu, ayahnya orang yang berjiwa besar. Sebenarnya rasa sakit dan kecewanya sudah begitu menggunung karena pengkhianatan oleh sahabat sendiri, tapi ia masih percaya ada kebaikan ada pada diri Andre. Rhea sempat tak mengerti kenapa sang ayah ingin dirinya menikah dengan Gavin, anak dari seseorang yang telah merebut perusahaan miliknya. Selain sang ayah ingin anak keturunannya tetap dapat menikmati hasil perusahaan dan suatu saat cucunya kelak dapat memimpin perusahaan, ternyata dia dan Andre memang sudah berencana menjodohkan Rhea dan Gavin sejak Rhea masih duduk di bangku SMP. Fakta ini baru Rhea ketahui setelah sang ayah bicara panjang lebar di telepon. Satu lagi yang diyakini Edwin, ia percaya Andre maupun Gavin tidak akan menyia-nyiakan Rhea. Entah, saat ini Rhea merasa Gavin belum bisa menjalani pernikahan yang normal. Ia merasa tidak dianggap oleh Gavin. Rhea membuka satu aplikasi yang memperkenalkannya dengan sahabat terbaiknya, Sky. Dia tak memiliki seorang pun untuk bicara selain Sky. Pada ayahnya dia hanya mampu bicara hal-hal yang menyenangkan, sedang pada Sky, ia curahkan isi hatinya, kesedihannya, juga hal-hal kecil yang mampu membuatnya tersenyum. Sky : Sepertinya kamu sangat sibuk, Rhea, hingga jarang menyapaku. Rhea : Maaf, Sky. Sekarang aku punya aktivitas lain. Masak, mencuci piring, mencuci baju, belajar menyetrika. Gavin bisa mengerjakan semua itu sendiri. Tapi rasanya aku ini benar-benar istri yang tidak pengertian jika tidak membantunya. Sky : Apa aku tidak salah baca? Suamimu bisa mengerjakan semua itu sendiri? Aku pikir dia tipe yang tak mau berurusan dengan hal-hal seperti itu dan memilih membayar orang untuk mengerjakannya. Rhea : Itu sisi positif Gavin. Mungkin karena sudah lama ia terbiasa hidup sendiri di apartemen. Sky : Aku masih nggak habis pikir, kenapa ayahmu memintamu menikah dengan Gavin? Padahal sudah jelas bahwa ayah Gavin tega merebut perusahaan ayahmu. Rhea : Ayahku punya keyakinan sendiri. Jika aku menikah dengan Gavin, anak keturunannya masih punya kesempatan untuk meneruskan perusahaan. Lagipula ayahku dan ayah mertua sudah berencana menjodohkan kami sejak aku duduk di bangku SMP. Selama ini Papa mertua memperlakukanku dengan baik. Ibu mertua juga tak pernah ikut campur urusanku dan Gavin. Sejauh ini dia baik meski kami tidak akrab. Dua adik Gavin juga tak pernah rusuh. Meski Gavin belum bisa menerima pernikahan ini, aku harap dia kan menerimaku sepenuhnya. Sky : Kamu cepat berubah haluan. Awalnya kamu takut untuk berharap, sekarang kamu mengharapkannya. Rhea : Entah... Tadi pagi Gavin berusaha menciumku... Entah kenapa aku bahagia... Sky : Jangan mudah baper, Rhea. Dia yang harusnya jatuh padamu, bukan kamu yang jatuh padanya. Rhea : Aku belum sepenuhnya jatuh padanya. Tapi entah kenapa aku merasa dia mulai tertarik padaku. Sky : Apa dia sudah menyentuhmu? Maaf kalau aku lancang. Rhea : Belum.... Sky : Hebat, dia bisa menahan diri. Aku pikir dia tipikal orang yang otaknya cuma berisi d**a, paha, dan s**********n. Rasanya sulit untuk percaya. Laki-laki yang sudah merasakan panasnya ranjang, sulit untuknya puasa apalagi sudah ada yang halal. Kecuali kalau dia belum berpengalaman, mungkin dia bisa mengendalikan diri dengan mudah. Rhea : Maksudmu? Sky : Kamu masih terlalu polos untuk mengerti ucapanku.   Rhea terdiam sejenak, mencerna kembali isi chat Sky. Datang balasan lagi dari Sky.   Sky : Apa kamu tidak berpikir untuk menyelidiki kembali kasus perusahaan ayahmu yang direbut ayah Gavin? Mungkin kamu bisa merebut perusahaan ayahmu lagi. Ayah mertuamu itu sebenarnya sangat licik. Di publik dia berkoar-koar bahwa perusahaan ayahmu bergabung dengan perusahaannya karena sudah menjadi salah satu keluarga. Bukankah ini kejahatan yang sempurna? Pernikahanmu dan Gavin seperti pernikahan politik saja, untuk menutupi kelakuan bejatnya dan menjaga citra baiknya. Rhea mengernyitkan alis. Dia tidak menceritakan sedetail itu pada Sky. Rhea hanya bercerita perusahaan ayahnya berhutang banyak pada ayah mertuanya dan tidak bisa melunasi karena itu perusahaan diambil alih oleh mertuanya. Ia bahkan tak bercerita apapun tentang nama ayahnya, mertuanya, maupun nama perusahaan. Bagaimana Sky bisa tahu sebanyak itu dan seolah ia tahu siapa ayahnya, siapa ayah mertuanya, juga nama perusahaan ayah dan mertuanya. Sky : Rhea, kenapa kamu diam? Rhea : Sky, siapa kamu sebenarnya? Sky : Rhea, maaf, aku harus off dulu. Ada kerjaan.   Sky mengakhiri chatnya. Rhea terpekur. Kini ia berpikir, mungkin sebaiknya dia tak menceritakan apapun tentang kehidupannya pada Sky karena orang itu kemungkinan mengenal atau tahu tentang keluarganya dan keluarga Gavin. Rhea keluar kamar. Ia tak melihat Gavin di ruang tengah. Ia melirik ruang makan dan dapur yang menjadi satu tanpa sekat, tidak ada sosok Gavin. Rhea berpikir, apa Gavin keluar tanpa berpamitan dengannya? Rhea berjalan menuju ruang laundry. Rupanya Gavin tengah menyetrika pakaian kerjanya. Padahal dia sudah menyetrika sebelumnya. “Tadi aku udah menyetrika pakaianmu,” ucap Rhea pelan sembari mematung mengamati Gavin yang terampil menyertrika kemejanya. Ia tak menyangka Gavin cekatan mengerjakan semua ini sendiri. Atau dia tipe yang tidak bisa mempekerjakan orang lain untuk menangani barang-barang pribadinya? Dan dia lebih senang menyetrika dengan setrika biasa padahal untuk orang sekelas Gavin pasti bisa dengan mudah mendapat mesin setrika dan melipat baju otomatis yang bisa dibeli di luar negeri. Atau mungkin dia juga bukan tipe yang percaya dengan kinerja mesin otomatis? Gavin melirik Rhea sekilas lalu kembali memusatkan penglihatannya pada setrika yang tengah ia gerakkan. “Aku tidak mungkin ke kantor dengan baju yang kurang rapi,” balasnya datar. Kini Rhea tahu, hasil setrikaannya kurang rapi di mata Gavin. Ia melirik satu kemeja yang tergantung di hanger. Tak bisa dipungkiri bahwa hasil setrika Gavin memang sangat rapi. Gavin merasa janggal dengan Rhea yang masih berdiri mematung mengawasinya. “Kenapa di situ terus?” tanya Gavin sedikit ketus. Rhea gelagapan. Ia mulai cemas, takut Gavin marah. “Maaf...” Rhea berbalik dan duduk di ruang tengah. Karena bosan, Rhea berjalan menuju balkon. Ia mengamati langit yang tampak mendung. Awan bertumpuk-tumpuk seolah membentuk koloni sendiri. Ada yang tampak hitam, abu-abu, dan sedikit saja yang terlihat putih. Gerimis turun. Percikan airnya seakan melantunkan irama yang syahdu. Gerimis ini bertahan hingga malam. Menjelang waktu tidur, titik-titik air yang turun dari langit semakin membesar. Derasnya hujan menjadikan malam ini semakin dingin. Kedua insan itu masih tidur saling memunggungi, tanpa tegur sapa atau sepatah kata sebagai pengantar. Rhea mencoba memejamkan mata. Begitu juga dengan Gavin, ia berusaha mengistirahatkan raganya. Dua-duanya belum bisa tidur. Rhea mengubah posisinya menjadi telentang. Selimut yang menutupi tubuhnya tersingkap hingga paha dan kakinya terlihat. Gadis itu memejamkan mata, berharap bisa cepat tidur. Di saat yang sama, Gavin pun gelisah tak menentu. Dia melirik sang istri yang sudah terpejam. Matanya awas mengamati wajah yang tampak begitu tenang dan polos saat tengah terpejam begini. Mata itu menurun memperhatikan d**a Rhea yang terekspos sedikit karena gaun tidur yang ia kenakan berkerah rendah. d**a itu tidak besar tapi cukup padat dan cukup mampu mengacaukan pikiran Gavin yang mulai berfantasi ke mana-mana. Paha mulus Rhea tak luput dari tatapan tajamnya. Gavin berusaha mengendalikan diri, tapi sungguh godaan di depan matanya saat ini begitu menggiurkan. Ia mungkin sudah pernah mencium beberapa perempuan dan menyentuh kulit halus perempuan, tapi ia belum pernah merasakan bagaimana menggoyang ranjang dengan permainan panas. Rhea adalah istrinya. Ia berhak untuk itu. Dengan mengumpulkan keberanian, Gavin menggeser posisinya hingga lebih dekat pada Rhea. Ia pikir tak mengapa jika ia melakukan sentuhan pada tubuh istrinya di saat Rhea tertidur. Hanya sedikit sentuhan. Ia yakin Rhea tak akan terbangun. Gavin mengusap pelan lengan Rhea. Tanpa Gavin tahu, Rhea sebenarnya belum tidur. Ia meraskan ada gerakan jari-jari yang begitu lembut menelusuri lengan dan tangannya. Ia tahu, Gavin yang melakukannya. Namun ia tetap memejamkan mata dan berpura-pura tidur. Jika ia membuka mata, Gavin pasti akan kaget dan menghentikan sentuhannya. Rhea merutuki kebodohannya. Ia tak peduli disebut binal atau bahkan perempuan gatal. Ia hanya ingin merasakan sentuhan Gavin. Ia senang karena Gavin sudah mulai tertarik, bahkan berhasrat padanya. Namun ia akui, sensasi sentuhan Gavin begitu mendebarkan. Ia deg-degan bukan kepalang. Gavin memberanikan diri mengecup lengan Rhea bertubi-tubi. Selanjutnya ia mengecup leher jenjang Rhea. Gadis itu merasa geli sekaligus getaran yang seolah menyetrum seluruh jengkal tubuhnya. Lagi-lagi ia membiarkan Gavin melakukannya. Rhea mencoba menikmati apa yang sedang dilakukan Gavin saat ini. Jauh di lubuk hatinya, ia menginginkan keintiman bersama sang suami. Entah kenapa ada keinginan yang begitu kuat untuk segera memiliki buah hati. Ia yakin dengan adanya bayi yang terlahir dari pernikahannya dan Gavin, hubungan dua keluarga akan semakin membaik. Rhea menahan diri untuk tidak mendesah ketika tangan Gavin mulai bergerilya ke bagian tubuhnya yang lain. Rhea seperti terbang dan hilang kesadaran. Ia bahkan tak memahami dirinya sendiri, mengapa ia memasrahkan dirinya begitu saja pada Gavin? Tiba-tiba suara halilintar yang begitu keras seperti dentuman bom terdengar menggelegar bagai membelah angkasa. Rhea dan Gavin kaget bukan kepalang. Mata Rhea sampai mendelik dan beradu pandang dengan Gavin. Laki-laki itu tak dapat menyembunyikan wajahnya yang memerah saat ini, malu karena Rhea terbangun dan menangkap basah dirinya yang sedang berusaha menyentuhnya. Tanpa kata-kata, keduanya kembali bergerak menjauh dan memiringkan tubuhnya, saling memunggungi. Rhea deg-degan dan gugup. Ia meraba dadanya yang masih saja berdebar tak karuan. Gavin merasakan hal yang sama. Ia gugup, malu, sekaligus deg-degan seperti maling yang tertangkap basah. Keduanya masih saja memanipulasi perasaan masing-masing yang sudah mulai merasakan adanya ketertarikan satu sama lain. Keduanya memejamkan mata dan mencoba tidur agar suasana awkward barusan segera berlalu dan tak lagi mengusik pikiran. ****** Pagi kembali datang. Kali ini Rhea mandi lebih pagi, sebelum adzan Subuh berkumandang. Suara ponsel Rhea membangunkan Gavin dari tidurnya. Suara itu terus berbunyi. Gavin penasaran juga kenapa ponsel Rhea berbunyi terus-menerus. Ia mengambil ponsel Rhea yang tergeletak di nakas. Ia pikir tak mengapa membuka ponsel Rhea. Mereka sudah menikah dan tak ada yang salah dengan perasaan ingin tahu apa yang ada di ponsel pasangan. Gavin terperangah membuka notifikasi chat di salah satu aplikasi. Ia kaget membaca isi chat Rhea dengan seseorang bernama Sky. Entah kenapa dia begitu kecewa karena Rhea menceritakan urusan perusahaan dengan orang lain. Tidak ada yang boleh tahu masalah intern perusahaan. Ia juga tak suka Rhea menceritakan tentang hubungan mereka yang masih dingin. Gavin ingin publik mengira hubungannya dan Rhea baik-baik saja. Lebih terkejut lagi saat ia membaca chat terbaru Sky yang menyapa Rhea... Hai sayang, sudah bangun belum? *******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN