10. Pemuda Kampung Sebelah

1266 Kata

Usman menyalakan rokok kretek, menghembuskan asapnya santai. “Pak Arman, udah malam, lho. Besok pagi kita harus cek material datang jam tujuh.” Arman tidak menjawab. Matanya masih terpaku ke jalan sepi di depan warung. “Masih mau di sini sebentar lagi. Entah kenapa, saya ngerasa tenang aja di sini.” Usman tertawa pelan. “Tenang karena kopi, atau karena tahu rumah Bik Ningsih tidak jauh dari sini?” Arman melirik sekilas dengan ekspresi datar. “Mulut kamu makin lama makin lancang, Man.” “Tanda saya udah mulai akrab sama bos,” jawab Usman tanpa rasa bersalah. Arman hanya menggeleng. Ia menatap jam tangannya — hampir pukul sembilan lewat tiga puluh. Ia berpikir untuk segera pulang, tapi sesuatu membuatnya menunda. Mungkin karena suasana desa yang damai, atau mungkin karena entah siapa yan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN