Arman telah selesai mengenakan baju kerjanya ketika waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Rambut juga disisir rapi berharap pagi ini ada Indira datang mengantarkan makan paginya. Namun, baru saja Arman keluar dari dalam kamar, ponsel yang ada di genggaman tangan berdering. Kedua alis saling bertaut mengetahui papanya yang menelpon. Tumben sekali pagi-pagi begini beliau sudah menghubungi. Tanpa pikir panjang, Arman lekas mengangkat mengira adalah urusan pekerjaan yang ingin papanya sampaikan. "Pagi, Pa,” sapanya sopan. “Arman.” Suara di seberang terdengar berat, sedikit serak seolah menahan sesuatu. “Kakekmu sakit. Sudah sejak kemarin beliau demam tinggi. Tadi malam malah sempat nggak sadarkan diri sebentar.” Arman membeku. Jantungnya seperti berhenti berdetak sesaat. “Pa, sekarang bagaima

