Rania menarik napas dalam-dalam, jemarinya masih mencengkeram tirai. Pandangannya kosong menatap Tirto di bawah sana. Lampu kabin mobilnya menyala, memantulkan wajah laki-laki itu yang sedang menatap lurus ke depan. Ada ketegangan di rahangnya, tapi juga ada kesabaran di sana — sesuatu yang membuat d**a Rania semakin sesak. Ponselnya bergetar lagi. Tirto [23:27] "Aku nggak maksa, Ran. Namun, kamu perlu tahu kalau aku bakal di sini sampai kamu tidur." Rania memejamkan mata, berusaha mengatur napasnya yang mulai kacau. Ia melirik ponsel, kemudian menaruhnya perlahan di meja samping ranjang. Langkahnya berat saat ia duduk di tepi ranjang. Air mata masih menempel di pipinya, wajahnya memerah, dan bibirnya sedikit gemetar. Di satu sisi, dia ingin sendirian. Tapi di sisi lain… ada bagian ke

