Bagas berdiri kaku di ruang tamu, sementara Sofi mondar-mandir panik seperti tikus yang baru saja terjebak dalam kotak kaca. Rania, sebaliknya, duduk santai di sofa dengan kaki terlipat, menyalakan TV tapi tak benar-benar menonton. Senyumnya tipis, tajam, dan penuh arti. “Emang kenapa kalau aku tinggal di sini, Bagas?” Rania membuka suara, suaranya bening tapi dingin. “Kita bukan anak kecil. Dendam lama itu… yah, bisa lunas dengan cara yang sederhana. Misalnya, aku ditampung seminggu di sini. Itu sudah cukup. Apa lagi yang mau kamu keluhkan?” Bagas mengerjap, wajahnya kaku. “Kamu… nggak seharusnya....” “Nggak seharusnya apa? Menyusahkan kalian? Membuatmu nggak nyaman? Jangan khawatir, Gas. Aku nggak akan bikin drama ala sinetron. Aku nggak bakal lempar piring atau jambak rambut pacarmu

