Hujan tipis mulai turun sore itu, mengetuk-ngetuk jendela apartemen Rania. Ia baru saja mengganti baju ke sweater abu-abu longgar dan celana pendek ketika suara ketukan pelan terdengar di pintu. Rania mengernyit. Ia tidak menunggu siapa pun. Ketukan itu terdengar lagi, kali ini diiringi suara yang terlalu familiar. “Buka pintunya, Ran. Ini aku.” Jantungnya berdegup cepat. Ia berjalan ke pintu dan membukanya sedikit—lalu menemukan Gibran berdiri di sana, setelan kerjanya masih rapi, tapi rambutnya agak berantakan terkena hujan. “Kamu ngapain di sini?” tanya Rania sambil menahan daun pintu. “Ngantar dokumen yang tadi ketinggalan di mobilmu,” jawabnya singkat, mengangkat map hitam di tangannya. “Sekalian… aku mau lihat seperti apa kamu di luar jam kerja.” Rania memutar mata. “Dokumen b

