Lukas menatap wajah Anin tanpa henti. Matanya tak berkedip, seakan takut kehilangan momen ini—momen di mana ia bisa kembali melihat wanita yang begitu dia rindukan. Wajah itu masih sama seperti yang selalu ia bayangkan. Rambut pendeknya sudah lebih panjang dari sebelum, tapi tetap cantik. Selain tidak mengalihkan pandangannya, Lukas terus menggenggam tangan Anin, memastikan wanita itu benar-benar ada di hadapannya dan tidak pergi meninggalkannya. Lukas hanya diam, membiarkan tatapannya berbicara. “Kenapa lihatin aku begitu?” tanya Anin, memicingkan matanya, sementara Lukas tersenyum tipis. “Cantik,” lirih Lukas. Kemudian, tangannya terulur meraih dan mengusap dagu Anin. “Hari ini aku seharian temanin kamu,” kata Anin membuat Lukas mengangguk pelan. “Mau peluk, tapi susah,” rajuk Lukas

