Lia begitu telaten melayaniku. Membuatkan mie rebus dangan cara yang sederhana namun aku begitu berkesan dengan pelayanannya. Dia bahlan menyuapiku seakan aku telah menjadi suaminya yang sah. Dia melakukan semuanya dengan sepenuh hati hingga terasa sampai ke hati. “Mau ngopi lagi, Mas?” Lia bertanya setelah suapan mie rebus terakhirnya masuk ke dalam mulutku. ‘Gak usah,’ balasku dengan bahasa isyarat gelengan kepala, karena mulutku tak bisa dibuka agar mie dalam mulutku tidak berhamburan. Lia terenyum dan tetap berdiri di sampingku sambil memegangi segelas air putih hangat yang siap kapan pun aku meminumnya. Dia bahkan tak berani beranjak sampai aku benar-benar menghabiskan isi gelasnya itu. “Mau tambah lagi minumunya, Mas?” Lia kembali memastikan. Aku kembali menggelengkan kepala. Bu