"Aaaaaaaaaaaaa!" Aku benar-benar berteriak sekeras-kerasnya begitu tiba di Dufan. Tapi tetap saja walau sudah berteriak sampai mulut kaku rasanya, tetap saja ada yang mengganjal di dadaku. Aku benar-benar tidak terima harus menikah dengan Om Reyhan, tapi aku benar-benar gak berdaya. Oh malang benar nasibku. Hampir semua wahana dinaiki sampai tahu-tahu sudah sore saja. Kalau aku sejak tadi tiap naik wahana yang memacu adrenalin terus berteriak berharap dengan begitu stresku hilang, Om Reyhan justru tampak tegang. "Aku ingin nangis rasanya," kataku saat keluar dari Dufan yang bergemerlapan. "Tinggal menangis." "Tapi malu banyak orang-orang." Om Reyhan menggelengkan kepalanya. Kami berjalan menuju pantai. Sinar lampu yang jatuh ke dalam air membuat lautan tampak indah berkilauan. Uda