CHAPTER 6

1088 Kata
Axelle pun segera berdiri lalu keluar dari ruang kerja ayahnya dengan wajah suntuk. Selalu saja dirinya disalahkan, sial! Alex melepas kacamatanya lalu meletakkannya ke atas meja kerja. Ucapan Axelle ada benarnya juga. Jangan sampai tindakannya membuat Aaron terlibat perjanjian tak masuk akal, seperti yang dulu pernah ia lakukan bersama Sarah. Ia tidak ingin anak-anaknya mengulangi kesalahan yang sama. Pria itu meraih ponselnya, hendak menghubungi Aaron. Namun, panggilannya malah ditolak. Alex memejamkan matanya, apa jangan-jangan Aaron sedang marah? Axelle pergi dengan mengendarai mobilnya. Niatnya hari ini adalah mengunjungi sang kakak untuk berbicara. Sepertinya masalah tentang Brittany ini tak akan pernah selesai sebelum Aaron sendiri yang menyelesaikannya. Ia tiba di depan rumah Aaron setengah jam kemudian. Ada seorang pengawal yang membukakan pintunya. Axelle masuk ke dalam rumah dengan cepat sembari meneriaki nama Aaron. "Kak! Kita perlu bicara!" Beberapa pelayan menatapnya penuh kekaguman karena Axelle itu murah senyum. Jika mereka sulit mendekati Aaron, maka Axelle adalah sasaran kedua. Begitulah kira-kira pikiran setiap pelayan muda yang bekerja pada keluarga Grissham. Reanne keluar dari dapur, ia melihat seorang pria yang mirip seperti Aaron tengah berdiri di bawah tangga sambil berkacak pinggang. Itu adik kembarnya Aaron tentu saja. "Tuan Axelle? Ada yang bisa saya bantu?" "Oh, kau Reanne bukan? Tolong sampaikan pada kakakku kalau aku ingin bicara dengannya." Reanne menurut saja. Dalam hati ia berteriak senang karena akan berbincang lagi dengan Aaron. Reanne mengetuk pintu kamar sebelum membukanya, tapi Aaron tak terlihat disana. Dia tak menyerah, Reanne pergi ke ruang kerja untuk memastikan kalau tuannya berada di sana. Namun, lagi-lagi ruangan itu kosong. Wanita itu memikirkan beberapa ruangan sebelum menjatuhkan pilihannya pada pintu ruang santai. Aaron memang jarang berada disitu, tapi apa salahnya mencoba? Ia membuka ruangan itu perlahan dan mendapati Aaron yang terduduk di mini bar dengan botol alkohol di tangannya. Reanne mengingat kejadian kemarin malam, dimana dirinya nyaris bercinta dengan Tuan Aaron jika saja dia kehilangan akal sehatnya. "Tu-tuan? Saudara Anda menunggu di bawah." Aaron menoleh ke arah pintu. Wajahnya memerah padam dengan pandangan mata yang tak fokus,"Tutup pintunya, Reanne." Dada Reanne berdegup kencang, tapi tangannya malah menurut. Ia menutup pintu di belakangnya lalu berdiri kaku. "Benar dugaan ku... Kau pergi ke kamarku kemarin, huh?" Ya tuhan! Pria ini mabuk atau dalam keadaan sadar?! "Jawab, Reanne!" Bentaknya. Reanne memejamkan matanya, ia takut, sangat takut sekarang. Jika ia menjawab jujur, matilah dia! "Kau mau menjawab atau-" "I-iya Tuan Aaron. A-aku pergi ke ka-kamarmu kemarin," Jawabnya dengan wajah yang tertunduk. "Kemari." Reanne mendongak, wajah Aaron yang tengah mabuk memaksanya untuk melangkah maju ke arah pria itu. Aaron yang ini benar-benar berbeda. Ia terlihat seperti b******n sialan yang mau tak mau Reanne sebut tampan. Pria itu berjalan mengitarinya hingga akhirnya ia berhenti tepat di belakang tubuh Reanne. Wanita itu bisa merasakan hembusan napas Aaron serta aroma alkohol yang menguar dari bibir pria itu. "Ya, harum ini adalah harum yang sama seperti malam itu," Mata Reanne membulat sempurna. Apa dia akan membunuhku karena telah lancang? "Apa yang kau lakukan di kamarku, Reanne?" Bisiknya tepat di telinga wanita itu. "A-aku tak sengaja melihat mu te-telanjang." Ia merinding saat jemari Aaron menyentuh lengannya seringan bulu,"Lalu?" "A-aku..." "Kau berharap bisa bercinta denganku?" Sudah. Matilah dirinya sekarang. Reanne memejamkan matanya. Ya tuhan, pesona Aaron Grissham terlalu menakjubkan hingga ia rela jika harus kehilangan akalnya saat ini juga. Kata-kata yang dilontarkan pria itu semakin berani. Apakah setiap pemabuk sepertinya selalu bertingkah begini? Berucap layaknya seorang penjahat kelamin lalu melupakannya di kemudian hari. Apa aku mesti memanfaatkan keadaan ini lagi? "Kau mengagumkan, Reanne." "Tuan... Aku rasa aku menaruh hati padamu." "You fall for me? Then tell me, should I kiss you?" Reanne dengan segera membalikkan tubuhnya lalu mencium Aaron dengan penuh nafsu. Persetan dengan semua orang, dia menginginkan Tuan Muda sialan ini sekarang juga! Aaron lekas membalas ciuman itu dengan penuh nafsu juga. Dia mencengkram rambut coklat Reanne, sedangkan sebelah tangannya yang lain merapatkan tubuh mereka berdua. Ciuman itu lagi-lagi mesti terhenti karena Reanne mendengar suara pintu yang dibuka. "Wow, apa yang baru saja ku lihat?" Reanne mendorong tubuh Aaron hingga pria itu terjatuh ke atas lantai. Wanita itu menundukkan kepalanya dan berdiri tegang. Axelle perlahan mendekati kakaknya. Dia meraih lengan kanan Aaron lalu menuntunnya untuk keluar. Ia menatap Reanne yang masih berdiri kaku dengan pandangan geli,"Ikut aku, Reanne. Bantu aku menyadarkan si pemabuk ini." ... Reanne diam memandangi Axelle yang tengah mengecek kondisi kakaknya itu. Sesekali pria itu membuka kelopak mata Aaron dan memastikannya lagi. "Dia memang sedang mabuk. Aaron payah soal alkohol," Ucapnya. Dia seakan tak memedulikan apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Tuan Aaron. Ya Tuhan, Reanne di sini berdiri ketakutan, tapi Axelle menganggap itu semua seperti bukan sebuah kesalahan. "Aku curiga, kenapa kau lama sekali memanggilnya tadi. Dugaan ku benar, kalian bahkan hampir hilang kendali." "Tuan Axelle, a-aku sungguh minta maaf atas kejadian tadi. Aku benar-benar tidak bermaksud-" "Tenang saja, Reanne. Tidak akan aku adukan kok. Kalian sudah sama-sama dewasa, jadi menurut ku wajar saja." Pria itu lantas berdiri dari atas ranjang, ia menatap sang kakak sebelum menggeleng pelan. Mungkin Aaron sedang tidak ingin memikirkan soal Brittany makanya pria itu memilih alkohol sebagai pelampiasannya. Malang sekali. "Reanne, tolong kau jaga Aaron untukku. Aku akan memberitahu pelayan lain untuk menyiapkan teh jahe untuknya. Kau tunggu di sini saja sampai dia bangun." Reanne membulatkan matanya. Apakah Axelle sedang menjebaknya? "Ta-tapi, Tuan?!" Axelle mengedipkan sebelah matanya,"Kau menyukainya kan, Reanne? Jatuh pada pandangan pertama itu hal lumrah, aku memakluminya." Pria itu lekas pergi keluar lalu menutup pintu. Reanne menatap Aaron yang masih terbaring dengan mata memejam. Kancing kemeja pria itu sudah terlepas sebagian, dari sini Reanne bisa melihat kulit d**a Tuannya yang menggoda. Reanne menggigit bibirnya, ini terasa semakin tak masuk akal. Ia terlihat sangat terobsesi untuk memiliki Aaron. Oh Tuhan, Reanne tidak pernah merasa b*******h seperti ini dalam hidupnya. Reanne berjalan untuk mengunci pintu kamar Tuannya. Ia melepas jepitan rambutnya, membuat rambut panjang sepinggang miliknya tergerai indah. Reanne, hentikan! Ini gila! Gila! Suara-suara dalam kepalanya itu malah membuat Reanne semakin berani. Ia menyentuh kerah kemeja abu-abu yang dikenakan Aaron lalu melepas sisa kancingnya yang belum terlepas. Jemari lentiknya dengan sabar melepas kancing-kancing itu lalu ia menyibak kemeja itu hingga otot perut Aaron terpampang di depannya. Apa ini? Sungguh menggiurkan. Ketika tangannya hendak mengelus d**a bidang pria itu, ada yang menyentak tangannya dengan kuat hingga Reanne terkejut. "Mau apa kau, Reanne?" Suaranya benar-benar mengintimidasi. Tatapan mata birunya begitu tajam, Reanne bisa merasakan kalau Aaron tengah emosi. Ia melirik pergelangan tangannya yang dicengkeram erat, urat tangannya bahkan benar-benar terlihat. "Kutanya sekali lagi, mau apa kau?!" "Dirimu." TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN