CHAPTER 8

1135 Kata
Mereka tiba di salah satu kedai kopi yang hanya berjarak beberapa blok dari area kantor. Ini adalah kedai kecil dulunya, tapi sekarang tempat ini berkembang menjadi cafe yang menarik. Aaron masuk lebih dulu, disusul ayahnya dibelakangnya. Dia memilih meja yang letaknya bersebelahan dengan meja yang sudah diisi oleh seorang pelanggan. Alex duduk di depannya. "Reanne, ini kopimu." Aaron yang mendengar nama itu lantas menoleh. Raymond dengan senyum sumringah menaruh secangkir kopi itu sebelum kembali duduk di depan Reanne yang masih menundukkan kepalanya. "Reanne?" Wanita itu terlonjak. Ia menoleh kecil lalu tersenyum kikuk pada Aaron,"Tu-tuan." Alex memandangi keduanya, ia ingat dengan Reanne. Waktu itu Aaron pernah mengenalkannya sebagai pelayan baru. "Apa yang kau lakukan disini?" Reanne tahu kalau Aaron masih tak menyukainya. Nada bicara pria itu membuktikan betapa ia membenci Reanne saat ini. "Ma-maafkan aku, Tu-tuan Aaron. Aku sudah izin pada Madam Enid dan dia-" "Aku atau dia yang majikan mu sekarang, Reanne?" "Eh?" Alex berdeham kecil. Ia memberi kode pada Aaron untuk tak membuat keributan. "A-aku minta maaf." Raymond menatap tak enak pada Reanne dan dua majikannya. Sepertinya Reanne sedang dalam masalah. "Aaron, sudahlah. Lagipula dia hanya pergi minum kopi. Reanne, nanti kau pulang ikut kami saja. Kebetulan setelah ini aku akan mampir ke rumah putraku." "Ba-baik, Tuan Grissham." Reanne duduk kaku di tempatnya. Cafe ini tidak terlalu besar jadi setiap percakapan antara ayah dan anak itu mampu ia rekam dengan baik di kepalanya. Wanita itu tak tahu kalau Brittany penyakitan. Mungkin umur gadis itu tak akan bertahan lama karena penyakitnya. Entah kenapa Reanne merasa tenang walau seharusnya ia tak berpikir demikian. "Reanne? Aku kembali ke meja kasir dulu, ya?" Ucap Raymond sesaat setelah pria itu mengantarkan pesanan Aaron dan Alex. Reanne hanya mengangguk pelan dan ia kembali membisu sambil sesekali menyesap kopinya yang agak pahit. "Bagaimana jika kita menipu?" "Menipu apa maksudmu?" Aaron menghela napasnya,"Aku mau bertukar posisi dengan Axelle. Jadi maksudku, Axelle saja yang menikah dengan Brittany. Wajah kami identik, Dad. Kurasa kita bisa mengelabui mereka." Alex menatap tak percaya dengan putranya. Oke, ia mengakui kalau Aaron selalu punya keputusan bagus di setiap masalah yang menyangkut dirinya. Namun untuk hal ini, tega kah dirinya mengorbankan Axelle? Lalu bagaimana dengan perasaan keluarga Langford, terutama Brittany? Akan ada banyak hati yang kecewa. "Tidak, nak. Aku tak menyetujui keputusan mu. Kau tidak bisa menyuruh Axelle begitu saja," Aaron menundukkan kepalanya, dia tahu itu dan kemungkinan terburuk, Axelle mungkin akan membencinya karena ini. "Lalu bagaimana? Aku menikahi Brittany lalu menunggunya hingga meninggal? Itu gila!" Alex terpanah seketika. Secara terang-terangan, Aaron memang menunjukkan keengganannya untuk menikahi Brittany. Mungkin ia harus memberi keluarga Langford sebuah penjelasan. Lagipula dirinya tak bisa terus-terusan memaksa kehendak disaat Aaron tak menyukai kehendaknya itu. Reanne tak bisa berhenti melirik ke arah kirinya. Ia mampu merasakan ketegangan antara ayah dan anak itu. Pembicaraan serius ini membuat rasa ingin tahunya semakin besar. "Aku akan menemui Brittany nanti dan mengatakan apa yang selama ini aku rasakan padanya." Alex menyeruput kopi miliknya. Ia tak sengaja melihat mata biru Reanne yang memandangi putranya. Seperti sedang memikirkan sesuatu. "Ada apa Reanne?" Wanita itu terlonjak. Ia tak sengaja teriak kecil lalu kembali membungkam bibirnya. Aaron melirik wanita itu dari sudut matanya, berusaha untuk tak peduli. "Ti-tidak, Tuan Grissham. Sa-saya hanya.. uhm.. itu.." "Dad? Apa kita bisa membahas ini nanti? Aku mau pulang." "Iya, sudah ku katakan aku ingin mengunjungi mu, Aaron. Ayo Reanne, ikutlah dengan kami," Reanne mengangguk kaku, dia tahu Aaron tidak ingin berada dalam ruang lingkup yang sama dengannya. Sudah bisa ditebak dari cara pria itu memandangnya. Ketiganya lantas berdiri dari sana. Aaron mengeluarkan beberapa lembar uang lalu memberinya pada Raymond,"Sekalian milik wanita itu." Reanne tak bisa berkata-kata lagi. Dia mengekori Aaron dan Alex dengan wajah menunduk. ... Tuan Grissham Senior sudah pulang sesaat setelah makan malam sunyi bersama putra sulungnya. Reanne mengelap piring terakhir sebelum meletakkannya ke dalam tempat khusus. Reanne melepas jepitan rambutnya, menyimpannya ke atas meja dapur. Ia pun melepas dua kancing teratas di pakaian pelayannya hingga belahan dadanya terlihat. Ini sudah malam dan ia bersiap untuk beristirahat. "Reanne, tolong antarkan ini ke kamar Tuan Aaron." "Eh? Tapi bukankah itu tugas Violet?" Madam Enid memelototinya,"Antar saja ini!" Dengan perasaan kesal Reanne meraih sepiring roti isi itu lalu membawanya ke lantai atas. Untuk apa roti isi ini disaat Aaron baru saja selesai makan malam bersama ayahnya? Reanne mengetuk pintunya lalu suara dari dalam sana mengatakannya untuk masuk. Mata biru Reanne langsung bertatapan dengan netra biru pudar Aaron yang melihatnya setengah terkejut, tapi dengan cepat pria itu bersikap biasa-biasa saja. Dia berdiri di depan sofa kecil. "Tuan, ini roti isinya." Wanita itu membungkuk untuk meletakkan piring kecil itu ke atas nakas, tapi ia tersentak saat suara Aaron membentaknya. "Apa kau gila?!" "Hah? Apa maksudmu, Tuan?" Aaron mendengus tak senang. Matanya melirik ke arah dua kancing baju Reanne,"Kau mau menggodaku lagi malam ini?" Reanne segera tersadar. Dia melupakan kancingnya! Reanne menyilangkan tangannya di depan d**a. Dia hendak meminta maaf, tapi Reanne tak sengaja melihat tenggorokan Aaron yang bergerak. Apa dia tergoda?! Wanita itu menurunkan tangannya. Ia menatap berani ke arah Aaron,"Apa Tuan Aaron suka melihat dadaku?" Mata pria itu semakin membola. Ia tak menyangka kalau Reanne berani bertingkah nakal di depannya seperti ini. Aaron memerhatikan gerak-gerik Reanne yang menjijikkan. Dia akui, Reanne punya bentuk tubuh yang bagus. Ia terlihat berisi di tempat-tempat tertentu. "Reanne, keluar dari kamarku." Wanita itu memainkan ujung rambutnya sebelum ia dengan berani menyentuh kancing ketiga yang masih terpasang,"Kau mau aku membukanya untukmu, Tuan?" "Jangan kau-" "Ups.." Bra hitam yang dikenakan Reanne sekarang terpampang. Pakaian pelayan itu hanya memiliki beberapa kancing dan jika wanita itu berani membuka sisa kancingnya maka tubuhnya akan terekspos. "Kau bilang saat itu kalau dirimu tak akan pernah tergoda denganku kan, Tuan? Aku hanya ingin kau membuktikannya sekarang." Aaron tetap terdiam. Dia berusaha untuk menormalkan pikirannya sebelum menendang Reanne keluar dari kamarnya. "Ayolah Tuan Aaron, ini gratis kok. Kau tak perlu membayar ku dengan uangmu." "Oh, atau kau mau sesuatu yang lebih menakjubkan dari aset ku yang lain?" Reanne bersiap untuk mengangkat roknya, tapi ia melihat gelengan kepala Aaron. "Ternyata sekali p*****r tetaplah p*****r. Benar begitu, Reanne? Aku tidak masalah jika harus menikmati tubuh gratis mu itu, tapi pernahkah kau berpikir tentang harga dirimu sendiri? Aku bertanya-tanya, apakah harga celana dalam mu lebih mahal dibanding harga dirimu?" Reanne tak ingin mendengar ucapan itu. Ia sudah terbiasa saat seseorang merendahkan dirinya. Namun, bisakah jangan Aaron yang mengatakan itu? "Aku sudah tak punya harga diri, Tuan Aaron. Semuanya sudah hilang sejak aku berumur 19 tahun. Jadi, di sini aku memberimu gratisan karena aku tak punya harga diri," Aaron tak senang dengan pendapat itu. Di suatu titik ia merasa kasihan dengan Reanne. Namun, di sisi lain dia tak bisa menahan rasa kesalnya. "Aku terobsesi untuk memiliki mu, Tuan Aaron. Cicipi aku dan katakan bagaimana rasa tubuhku dari bibir seksimu itu." TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN