Ketika meninggalkan Jakarta sebelumnya, Kikan maupun Halim sama-sama pergi sambil mengemas lukanya. Bagi Kikan ketika melepas rumah peninggalan orang tuanya, ia tidak akan kembali ke Jakarta lagi sebab di tanah ini sudah tak memiliki satu pun hubungan lagi. Paling-paling sesekali jika sempat datang untuk ke pemakaman orang tuanya. Sedangkan bagi Halim, ketika langkah kakinya meninggalkan Jakarta bersamaan sakit hati mendalamnya, ia bertekad untuk menjalani hidupnya tanpa Lou walau pada akhirnya ia belum berani kembali. Semesta justru membuat keduanya terikat dalam pernikahan, kembali sebagai pasangan. “Ayah, kita sudah sampai?” tanya Felora yang mengucek mata. Halim mengangguk. “Iya,” “Ketemu sama Eyang dokter ya?” Halim mengangguk lagi sambil tersenyum, mengangkat tubuh Felora.