Sekotak Kenangan

1918 Kata

“Ayah! Bunda pulang! Yeay!!” Felora langsung berlari kearah Halim dan Kikan begitu melihat meraka sampai siang ini setelah menambah semalam di hotel. Kikan memeluk erat, baru semalam tapi rindunya seperti sewindu, ia memberi hujan ciuman di setiap sisi wajah Felora sampai anak itu mengeluh, “udah, Bunda! Udah ih, nanti Ayah ndak kebagian!” Kikan terkekeh, sekarang harus berbagi dengan Halim. Kikan mencium putrinya, “jadi anak baik, kan?” “Iya, tanya aja Eyang dan Eyang dokter. Tadi malam Izz dan Hansika menginap di sini jadi makin rame. Seru! Oh iya Izz pipinya dicakar kucing,” “Hah, kok bisa?” pancing Kikan, putrinya sedang bercerita dengan semangat sekali. “Iya bisa, kucingnya di naikin. Izz pikir kuda, ya Bunda! Hihi…” Felora tertawa kecil. “Kasian, nangis, tapi ndak takut dia

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN