Karena berangkat dari rumah orang tuanya, otomatis jarak kantor semakin jauh. Gadis harus secepat mungkin sampai di kantor sebelum Yang Mulia bos datang dan mengomel karena dirinya terlambat.
Untung saja, saat dirinya datang Yang Mulia bos masih belum datang. Aman. Masih ada waktu untuk menyusun jadwal Yang Mulia bos hari ini.
Jadwal hari ini cukup padat, itu artinya Abhi tak akan bisa julid padanya karena repot.
Sambil menunggu Abhi datang lebih baik Gadis ngopi dulu biar kuat ngadepin hidup.
Para OB sudah hafal dengan kebiasaan Gadis satu ini. Jadi, setiap pagi mug putih yang berisi kopi s**u selalu siap di meja kejanya.
Gadis langsung berdiri saat Abhi baru saja datang dengan wajah yang tak secerah biasanya. Matanya tampak sayu, seperti orang kurang tidur.
"Pagi, Pak Abhi," sapanya yang hanya di jawab gumam dan langsung memasuki ruangannya.
Oke, berhububg mood Gadis sedang bagus-bagusnya Gadis tidak kesal dan terus tersenyum.
Ia mengambil tablet yang biasa ia gunakan untuk mengatur jadwal Abhi. Setelah itu masuk ke dalam ruangannya.
"Jadwal saya banyak nggak?" tanya Abhi sebelum Gadis membacakan jadwalnya.
"Lumayan bikin Pak Abhi repot."
Terdengar decakan dari bibir pria itu sebelum menenggelamkan kembali kepalanya di atas meja.
"Pukul 9 Pak Abhi harus meeting dengan devisi keuangan dan marketing, setelah itu Pak Abhi harus mengecek dan menandatangani beberapa berkas. Terakhir, ada meeting pribadi dengan Pak Hendra." Gadis tak peduli, Abhi mendengarkannnya atau tidak, yang terpenting ia sudah menyampaikan semua jadwalnya.
"Itu yang terakhir bisa di batalin apa tidak?"
Yang benar saja Yang Mulia bos. Ini meeting sama Pak Hendra loh, pemilik perusahaan ini. Yang Mulia bos mau mangkir lagi?
Gadis tak habis pikir dengan bosnya ini. Masalah hidupnya apa sih sampai mau buat masalah dengan pemilik perusahaan.
"Pak Abhi, jangan main-main dengan Pak Hendra, kalau nggak mau di sentil dari ruangan ini." Gadis sih tak masalah kalau Abhi di tendang dan diganti dengan yang lebih waras dan lebih tampan. Gadis kasian kalau nanti Abhi akan jatuh miskin dan tak bisa sombong lagi.
"Jangan pernah berpikir saya akan jatuh miskin kalau keluar dari ruangan ini. Saya keluar dari sini, gaji saya tetap banyak!"
Tuh, kan, sombong lagi. Itu orang dikasih makan apasih, heran.
"Jangan lupa beramal, Pak, biar tambah banyak gajinya!" Sebelum kata-kata sombong kembali muncul, lebih baik Gadis segera kabur dari sini dan duduk tenang di singgasananya.
Gadis mengambil earphone putih dari dalam tasnya dan langsung memutar playlist sebelum memulai pekerjaan.
Semalam, Abhi mengirimkan cukup banyak pelerjaan untuknya yang mau tak mau harus ia serahkan nanti.
Khususon hari Kamis yang cerah ini, Gadis berharap moodnya tetap terjaga sampai semua pekerjaannya selesai. Urusan membawa Abhi ke hadapan Oma-nya, Gadis singkirin dulu.
"Gadis, Pak Abhi sudah datang kan?"
Gadis tersentak kaget dan langsung melepas earphone-nya. Tiba-tiba Bu Indah sudah berdiri di hadapannya.
"Maaf, Bu, cari Pak Abhi?" Gadis memang tak begitu mendengar pertanyaan Bu Indah tadi.
"Iya, Pak Abhi ada? soalnya sudah di tunggu di ruang meeting."
Duh, Gadis, saking fokusnya kerja sampai lupa kalau sudah pukul 9.
"Iya, Bu, saya dan Pak Abhi segera kesana."
Setelah Bu Indah berlalu, Gadis langsung menyiapkan beberapa keperluan untuk meeting dan lanjut menghampiri Abhi yang anteng di dalam ruangan.
Betapa terkejutnya Gadis, saat melihat Yang Mulia bos tengah tidur dengan nyenyak di atas sofa.
Astaga dragon! pekerjaan Yang Mulia hari ini cukup banyak, bisa-bisanya sekarang dia tidur nyenyak.
Tangannya sudah gatal ingin menyiram wajahnya yang masih tampan itu dengan air panas. Ya, tapi ... Gadis masih sayang karir.
"Pak Abhi, bangun Pak!" Gadis membungkuk di samping Abhi dan menepuk pelan bahunya. Tapi tak ada respon sama sekali, dia pikir, mungkin kurang keras.
Akhirnya Gadis mengguncang kuat bahu Abhi agar pria itu bisa lekas bangun.
"Saya ngantuk!" sentaknya yang membuat Gadis makin naik darah.
"Pak Abhi, semua sudah nunggu di ruang meeting jangan nyusahin saya dong, Pak!"
Abhi berdecak dan langsung membuka matanya yang terlihat merah. Akhirnya dia beringsut bangun dan memijat pangkal hidungnya.
"Nggak bisa diundur, Dis?"
"Maaf Pak, tapi semua sudah menunggu, dan ini penting." Dari nada suaranya Abhi tampak lemas. Tiba-tiba Gadis merasa kasihan.
"Yasudah, saya segera kesana."
Gadis keluar dari ruangan Abhi dan menunggunya di ruang meeting.
Saat meeting berjalan, Abhi tampak tak fokus sehingga Gadis harus beberapa kali menjelaskan pada Abhi.
Untung kali ini Abhi meeting dengan orang-orang yang baik dan sabar, sehingga tak menimbulkan masalah yang besar.
Keluar dari ruang meeting, Gadis berjalan di belakang Abhi. Ia rasa, ada yang tak beres dengan pria itu karena terlihat dari jalannya yang gleyoran.
"Pak Abhi," Gadis menahan lengan Abhi dan memastikan pria itu baik-baik saja.
"Kenapa?"
"Pak Abhi sehat?"
Abhi menggeleng dan melanjutkan jalannya.
Kenapa juga Gadis harus khawatir. Harusnya dia senang karena Abhi tidak akan banyak ulah yang akan membuat dia kesal.
Fokus, Dis, nggak usah pikirin Yang Mulia bos. Biarin dia sakit, itu karma buat dia karena ngeselin.
Sedari tadi Gadis memang tampak gusar. Pekerjaannya juga tak selesai karena fokusnya ambyar.
Daripada dirinya menduga-duga bagaimana keadaan Abhi, lebih baik dirinya masuk dan mengecek sendiri keadaan Abhi yang sebenarnya. Ia tak penasaran dan bisa fokus kembali.
Saat masuk, ternyata Abhi tengah duduk di kursi kerjanya dan tengah mengerjakan sesuatu di laptopnya.
"Pak Abhi, nggak apa-apa?" tanya Gadis memastikan.
"Saya pusing, butuh tidur dan butuh makan, tolong beliin makan!"
Tuh, kan. Baru saja Gadis merasa khawatir, Yang Mulia bos sudah membuatnya kembali kesal.
Mau tak mau Gadis harus membelikan Abhi makan, kalau ada apa-apa dia juga yang akan repot nanti. "Pak Abhi mau makan apa?"
"Apa aja asal jangan sayur."
Gadis mengangguk dan menunggu Abhi memberikan uang.
Abhi mendongak dan menatap Gadis heran. "Kok masih di sini?"
"Uangnya?"
"Astaga!"
Setelah Abhi memberikan uang seratus ribuan pada Gadis, barulah dia langsung melaksanakan tugasnya.
Sesampainya di kantin perusahaan Gadis seperti tak memiliki tujan ingin membeli makan apa. Ia tak tau selera Abhi. Akhirnya ia memilih jalan cap cip cup agar tak terlalu bingung.
"Cap cip cup kembang kuncup, pilih mana yang mau di cup!" Gadis menunduk beberapa stand dan memilih stand terakhir yang ia tunjuk.
"Bu ayam kremes 1 nggak pakai lalapan, sama jus jambu 1," ucap Gadis pada pemilik stand nomor 3.
Sambil menunggu, Gadis iseng membuka w******p-nya yang di penuhi oleh grup chat. Tak ada yang spesial, karena Gadis tidak terlalu suka chatingan.
Tiba-tiba Gadis ingat, bagaimana caranya dia membawa Abhi bertemu Oma-nya nanti. Sedangkan keadaan Abhi terlihat tidak sehat.
Huft ... ini semua salah Kakaknya yang asal ceplos. Gadis harus pusing mikirin nasib.
****
Karena sakit, Abhi memerintah Gadis untuk melanjutkan pekerjaannya di dalam ruangannya. Abhi bilang, ia takut kalau tiba-tiba ia pingsan dan tak ada tau.
Meskipun malas, tapi Gadis mau saja menemani Abhi disini. Lihat saja nanti Gadis akan meminta imbalan.
"Dis kepala saya tambah pusing,"
Rengeknya sudah berulang kali. Padahal Gadis sudah memberikan obat, Abhi hanya perlu diam dan menikmati rasa sakitnya.
"Udah 10 kali, Pak Abhi ngomong gitu!" sungut Gadis kesal.
"Obatnya nggak manjur!"
"Yaudah Pak Abhi tidur aja sebentar!"
"Kamu mau ambil alih kerjaan saya?" ucap Abhi dengan senyum miringnya.
"Tapi ada syaratnya." Kesempatan yang bagus. Gadis akan memanfaatkan ini sebaik mungkin.
"Apa?"
"Nanti dulu dong." Abhi sudah masuk perangkap Gadis, tinggal eksekusi. Tak peduli Abhi akan mengejeknya atau harga dirinya akan jatuh, yang terpenting Gadis harus mendatangkan Abhi untuk keluarganya.
Tak apa Gadis harus begadang nanti malam, yang terpenting masalahnya selesai.
"Yaudah kamu balik, gih, kalau ada yang mau ketemu bilang aja kalau saya lagi sibuk."
Gadis mencebikkan bibirnya. Direktur mah bebas!
****
"Pak, saya mau minta upah, Pak Abhi nggak boleh nolak!" tagih Gadis saat jam kerja sudah berakhir.
"Iya, kamu mau apa?"
"Ikut saya ke rumah orangtua saya," ucap Gadis pelan. Sungguh ia malu.
"Hah? ngapain? suruh resmiin kamu?"
Tuh, kan! Belum apa-apa Abhi sudah bilang seperti itu.
"Emm ... maaf Pak, ini ulah Kakak saya, jadi kemarin dia bilang kalau Pak Abhi pacar saya terus Oma saya pengen ketemu," jelas Gadis dengan nada cepat. Demi apapun Gadis malu mengucapkan itu.
Abhi mengulum bibirnya menahan tawa. Duh, Gadis semakin malu. Jangan-jangan nanti Abhi menolak dan akan menghujatnya. Semoga saja tidak!
"Kan kamu pacar saya, kamu aja yang sok-sokan nggak mau."
Tawa yang keluar dari mulut Abhi terasa seperti batu yang melempari tubuhnya.
"Maaf, itu ulah Kakak saya. Kalau nggak mau yaudah!" Gadis tak tahan, kalau Abhi tidak mau yasudah, dia akan berterus terang saja nanti kalau dirinya memang jomlo.
Kakinya sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan ruangan Abhi, namun, tangan pria itu langsung mencekal tangannya.
"Siapa yang bilangg nggak mau? saya mau kok." Abhi menarik tangan Gadis agar berbalik menghadapnya.
"Saya mau jadi pacar kamu," ucap Abhi lagi.
Gadis hanya diam memandang Abhi yang berdiri tepat di hadapannya. Jaraknya dengan Abhi juga cukup dekat membuat Gadis deg deg-an.
Setelah sadar posisi, Gadis langsung menarik tangannya dan menjauhi Abhi. "Pak Abhi sudah tau rumah saya kan? jadi saya duluan."
"Eits ... kamu sama saya aja, mobil kamu titip disini." Abhi menggenggam tangan Gadis dan berjalan keluar ruangan.
Gadis berusaha melepas kaitan tangan Abhi, namun, tak bisa.
"Kenapa? kita kan pacaran," ucap Abhi saat Gadis akan memulai aksi protes.
****
Yuhuuuu ...
Enaknya pacaran beneran atau pacaran bohongan nih?
Hari ini mood nulis naik drastis karena antusias kalian?
Jadi semakin kalian antusias, semakij cepet After Meet You Again update