11. Persekongkolan Cantik

2136 Kata
"Bagaimana pekerjaan kamu di IDEA?" tanya Evrard di sela-sela perbincangan santai mereka usai makan malam. "Lancar, Pa."  "Kamu suka bekerja di sana?" Raline langsung mengangguk antusias. "Sangat suka." Evrard tersenyum senang. Wajah putrinya benar-benar terlihat bersemangat setiap kali diajak membahas tentang pekerjaannya dan itu membuat Evrard lega. Meski sebenarnya, ada sedih juga yang membayang. Evrard masih memiliki harap lebih kalau-kalau putrinya kelak berubah pikiran. Dan Evrard tidak tahan untuk tidak bertanya. "Tidak terpikir membantu Jett mengurus BLC?" "Papa …." Seketika wajah Raline berubah gusar. Sejak dulu, tidak pernah terlintas dalam benak Raline untuk mewarisi usaha ayahnya. Bagi Raline dan Seraphine, urusan BLC Corp biar saja jadi bagian Jett, anak Evrard dari istri pertamanya. Mungkin itu juga yang membuat hubungan keluarga mereka selalu baik-baik saja, tidak pernah ada keinginan untuk berebut harta dan saling sirik. "Ev, berapa kali aku bilang? Kedua putrimu tidak ada yang tertarik dengan BLC." Begitu juga halnya dengan Aubrey. Wanita itu tidak pernah tertarik mengurusi keuangan suaminya apalagi perusahaannya. Aubrey tidak pernah keberatan ketika Evrard menyerahkan semua urusan BLC Corp pada putranya, malah wanita itu bersyukur, ia jadi tidak terbawa pusing. Aubrey yang sudah seperti kakak perempuan bagi Jett malah mendukung penuh sepak terjang anak suaminya itu. Evrard mengangguk lesu dan mengakui kekalahannya. "Harus kuakui mereka memang sama persis dengan ibunya."  "Maka dari itu, percuma kamu membujuknya.” Aubrey terkekeh geli. “Berapa kali pun kamu minta, aku yakin Ral tidak akan pernah mau terkurung di BLC." "Benar begitu, Cantik?" tanya Evrard berlagak masih tidak tahu. "Tentu!" sahut Raline tanpa ragu sedikit pun. "Menyedihkan.” Evrard menggeleng dramatis dan berlagak memasang wajah sedih. “Bagaimana nasib BLC di tahun-tahun mendatang?" "Jangan bicara seolah-oleh Jett tidak ada, Ev!” tegur Aubrey sebal. “Kalau anak itu dengar, dia bisa meradang." "Aku tahu dia bisa mengelola BLC dengan baik, bahkan membuatnya semakin melebar. Tapi tetap saja, Jett butuh orang untuk membantunya," ujar Evrard yang masih saja coba bernegosiasi dengan putrinya. "Ada Tian, Ev," sahut Aubrey santai. "Tian masih terlalu kecil, Bre,” protes Evrard cepat. “Usianya baru 12 tahun." Aubrey memutar bola matanya. "Kamu lupa kecerdasan Jett menurun mutlak pada Tian?" "Kamu benar juga." Evrard mengangguk setuju. Semua orang yang mengenal Sebastian pasti tidak akan membantah kenyataan kalau bocah lelaki itu jenius. Hebatnya lagi, bukan hanya berotak cerdas, sikapnya pun patut diacungi jempol. Kesopanan dan kepekaannya bahkan lebih baik dibandingkan ayahnya. "Sudah, jangan khawatirkan yang tidak perlu.” ujar Aubrey malas. “Daripada bertanya soal pekerjaan, lebih baik kita cari tahu urusan hatinya." "Ah …, benar juga!” sambut Evrard bersemangat, lalu bertanya penuh harap. “Apa kamu akhirnya sudah berhasil melupakan Kamal?" Jujur saja, Evrard termasuk dalam barisan orang yang kecewa ketika Kamal akhirnya meninggalkan Raline. Namun, Evrard memilih untuk tidak ikut campur dan hanya mengamati dalam diam putrinya yang mengalami patah hati berat. "Ral enggak yakin." Wanita itu menggeleng pelan. "Kalian masih berkontak?" tanya Aubrey tidak suka. Sudah berkali-kali ia mengatakan pada Raline untuk membuang Kamal jauh-jauh dari hati dan pikirannya.  "Terakhir waktu Ral ulang tahun bulan lalu." "Cantik …,” panggil Evrard lembut. “Saran Papa, apa yang sudah dibelakang biarkan tetap di belakang. Jangan kamu bawa-bawa maju, itu akan memberatkan dan membuat langkah kamu sulit." "Betul kata papa kamu, Ral.” Aubrey mengangguk cepat. Sangat setuju dengan pendapat suaminya. “Lebih baik fokus sama yang ada di depan kamu. Soal Kamal, simpan saja di belakang dan tinggalkan." "Apa kamu sudah memiliki gambaran tentang siapa yang ada di depan, Cantik?" "Belum, Pa." "Atasan kamu yang tampan itu?" Setelah melihat putrinya jauh lebih santai dibanding sore tadi, kini Evrard berani menyinggung topik ini lagi. Disinggung lagi soal Noe, Raline langsung lemas. "Pa, Ma .… Ral sama Pak Noe enggak ada kedekatan khusus. Enggak ada yang spesial. Murni sebatas atasan dan bawahan. Senior dan junior. Udah, itu aja. Enggak lebih sedikit juga." "Pada sibuk bahas siapa sih?" Tiba-tiba sebuah suara ceria menyapa mereka yang masih berkumpul di meja makan. "Sera!" seru Raline senang. "Tumben kamu jam segini sudah pulang?" tegur Aubrey heran. "Kan ada Ral. Masa Sera enggak usahain pulang cepat," sahut si bungsu yang langsung menarik kursi di sebelah kakaknya. "Kamu tahu Ral pulang hari ini?" tanya Aubrey lagi. "Tahu, dong! Kan ini akhir bulan. Jumat minggu terakhir kan Ral selalu pulang." "Adik yang baik …," puji Raline geli. Seraphine mengedik angkuh, kemudian tersenyum manis. "Jadi lagi bahas siapa tadi?" "Bukan siapa-siapa," jawab Raline cepat. Gawat kalau sampai adiknya yang heboh ini ikut tahu juga soal Noe. Namun, mulut sang ibu lebih cepat lagi menambahkan. "Atasannya Ral." Mata Seraphine langsung berbinar. "Laki-laki?" "Tentu!" sahut Aubrey. "Tampan?" tanya Seraphine lagi. Aubrey mengangguk dengan senyum menyebalkan. "Sangat!" "Siapa namanya?" tanya Seraphine penasaran. "Noe," jawab Aubrey. "Tunggu sebentar!" ujar Seraphine dengan wajah misterius. Sedetik kemudian ia mengeluarkan ponselnya dan mengutak-atik sesuatu di sana. Tidak lama berselang, ia berdeham pelan dan berbicara dengan nada bak presenter terkenal. "Mari kita lihat. Noe Camaro, desainer interior berbakat dari IDEA, 31 tahun dan masih lajang.” Raline menatap horor ketika Seraphine dengan mudahnya menemukan informasi soal Noe. “Kalau atasannya model gini, Sera sih pasti betah kerja,” celetuk gadis itu sambil mengamati foto-foto Noe di sosial media. “Lembur tiap hari juga rela." "Kok kamu bisa tau?" gumam Raline ngeri. Seraphine langsung berujar bangga. "Jangan sepelekan kemampuan stalking Sera!" "Mama mau lihat!" seru Aubrey heboh. "Papa juga!" Evrard tidak mau ketinggalan. "Sera …," desis Raline putus asa. "Dia penggantinya Kamal, Ral?” tanya Seraphine saat ayah ibu mereka sibuk melihat-lihat laman sosial media Noe. “Udah berapa lama kencan sama dia?" "Aku enggak ada apa-apa sama dia, Sera," bantah Raline lelah. Seraphine berdecak kecewa. "Sayang banget yang kayak gitu dilewatin, Ral. Buat aku aja boleh?" "Jangan!" seru Raline cepat. Seketika Seraphine tergelak. "Nah, berarti ada apa-apa!" "Hm?" "Kalau enggak ada apa-apa, kamu enggak akan larang aku deketin dia, Ral." Seraphine menyimpulkan dengan gamblang. "Eh?" Raline hanya bisa melongo dengan tingkah adiknya. Ia memang sering kalah bicara dengan Seraphine sejak kecil. Adik yang terpaut dua tahun dengannya itu memang jauh lebih berani, lebih frontal, juga lebih cerdik dibanding Raline. Bahkan di masa mereka sekolah, tidak jarang Seraphine yang membela Raline saat ada teman yang menjahati kakaknya itu. Selain berani dalam ucapan, Seraphine juga berani dalam tindakan. Ia tidak segan menghajar orang yang berani mengganggu kakaknya. "Ral, kamu balik hari Minggu?" tanya Aubrey. "Iya, Ma." "Dijemput lagi sama dia?" tanya Aubrey penuh harap. "Enggak.” Raline langsung menggeleng cepat. Mempertemukan lagi Noe dengan keluarganya bukanlah ide yang baik. “Ral mau minta diantar Papa aja." "Sayang sekali,” ujar Aubrey kecewa. “Padahal Mama mau ajak dia makan siang di sini." "Buat apa, Ma?" tanya Seraphine dengan tatapan jail. "Biar lebih kenal aja," sahut Aubrey. "Enggak ke sini juga kita bisa ke sana, Ma. Kita antar Ral ramai-ramai aja," usul Seraphine geli. "Ide bagus!" sambut Aubrey senang. "Sera mau sekalian ajak Jett," ujar gadis itu. "Kalian jangan malu-maluin, dong!" seru Raline gusar. "Kenapa malu-maluin?" tanya adiknya geli. "Masa antar Ral balik ke IDEA kayak mau piknik? Semua keluarga sampai pada ikut," protes Raline sebal. "Kalau kamu enggak mau begitu, minta dia jemput kamu di sini," ujar Aubrey setengah mengancam. "Masa Ral minta jemput? Malu, dong!" desah Raline putus asa. Namun, seolah semesta mendukung persekongkolan keluarga itu, keesokan harinya tiba-tiba saja Noe mengirim pesan pada Raline. . Noe: Ral bagaimana kondisi kaki kamu hari ini? Sudah membaik?  Ral: Sudah Pak. Terima kasih. Noe: Besok mau saya jemput jam berapa? Ral: Jemput apa ya Pak? Noe: Besok kamu kembali ke IDEA kan? Ral: Iya Pak. Noe: Mau kembali jam berapa? Biar saya jemput. Jangan menolak Ral. . Ketika membaca pesan Noe itu, entah Raline harus bahagia atau bersedih. Namun, ia tahu tidak ada jalan keluar lain. Masih lebih baik keluarganya bertemu Noe di sini, ketimbang mereka menyatroni IDEA dan membuat kehebohan di sana. . Ral: Bapak bisa datang jam 11? Noe: Bisa. Besok saya datang jam 11. Sampai bertemu besok Ral. . Pada akhirnya, minggu siang itu semua keluarga Raline berkumpul di rumah kedua orang tuanya. Sejak pagi kepala Raline sudah sakit membayangkan pertemuan nanti. Apa saja yang mungkin akan terlontar dari mulut-mulut jail Aubrey dan Seraphine, juga mulut tajam serta pedas Jett. Belum lagi kalau Evrard akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan serius, ditimpali celetukan-celetukan nyeleneh dari Cheri. Raline benar-benar senewen memikirkannya. "Kenapa minta kami datang, Bre?" Jett bertanya heran ketika mereka tiba di rumah Evrard dan tengah berkumpul di ruang keluarga. "Cuma mau ajak makan siang bersama saja," jawab Aubrey santai. Jett mengamati sosok istri ayahnya dengan curiga. "Hanya itu?" "Hm." Aubrey mengangguk penuh arti. "Kenapa rasanya ada sesuatu yang mencurigakan di sini …," gumam Jett yang memang masih sering curigaan. "Masa?" balas Aubrey geli. "Kita mau kenalan sama calonnya, Ral.” Seraphine yang baru ikut bergabung di ruangan itu langsung berujar terang-terangan. "Calon?" Kening Jett berkerut dalam. "Memangnya Ral sudah bisa melupakan anak itu?" Seraphine mengulum senyum, kemudian mengangguk mantap. "On the way." "Ral on the way buat forget her ex yang kurang ajar itu?" celetuk Cheri penasaran. "Cheri …,” tegur Nayarra terkejut. "Sorry, Mom,” Cheri memasang wajah tanpa dosa sambil tersenyum malu. “Cheri masih suka sebal kalau thinking about him. How dare he! Bikin Ral broken heart parah kayak gitu." "Aku juga sama kok!" dukung Seraphine setuju. "Jadi siapa yang mau diajak kenalan hari ini?" tanya Nayarra penasaran. "Jadi ceritanya gini ….” Dan Aubrey menceritakan semua, ditambah dengan asumsi pribadinya juga. "Dan atasannya itu mau jemput Ral?" tanya Jett heran. Seraphine mengangguk cepat. "Dia yang menawarkan diri." "Wow …," desis Jett sambil mengangguk-angguk perlahan. Sebagai sesama pria, ia juga mencium hal berbau mencurigakan dari motif sang atasan dalam niat menjemput adiknya. "Ganteng loh orangnya!" ujar Seraphine centil. "Sama aku?" tanya Jett sombong. "Jett juga ganteng sih …, tapi …." Seraphine sengaja menggantung kalimatnya sambil tersenyum menyebalkan. Dan ucapan Seraphine dilanjutkan oleh Cheri dengan sangat polos. "Daddy udah terlalu old." "Cheri!" seru Jett memprotes perkataan putrinya. "Hai!" sapa Raline yang baru masuk ke ruang keluarga bersama Evrard. "Pembicaraan kita tutup dulu," ujar Aubrey cepat-cepat pada yang lain. "Hai, Ral!" Jett melambai santai ke arah adiknya. "Jett! Arra!" panggil Raline antusias.  "RAL!" Cheri yang tadinya duduk, langsung berdiri menerjang Raline. "Watch out, Cheri!” seru Raline ngeri. “Kaki aku lagi-"  "I know!" Namun, ternyata Cheri tidak menabrak Raline dengan segenap tenaga yang dimilikinya, ia hanya memeluk perlahan saja. "Di mana Tian, Aeris, dan Loan?" tanya Raline bingung ketika tidak melihat tiga keponakannya yang lain. "Masih di mobil,” jawab Jett. “Aeris dan Loan tidur. Tian menunggui mereka." "Sepertinya mereka bangun," ujar Nayarra ketika mendengar suara pintu mobil terbuka. Wanita itu langsung berjalan keluar dan tidak berapa lama kembali dengan membawa Loan dalam dekapan, diiringi Sebastian yang tengah menggandeng si kecil Aeris. "Aw! My Loan!" seru Raline takjub saat bertatapan dengan mata bulat milik Loan yang terlihat begitu bercahaya. "Hai, Ral!" sapa Sebastian sopan. Sejujurnya, sampai hari ini Sebastian masih kesulitan menyapa Raline dengan namanya saja. Hanya saja, Sebastian tidak bisa apa-apa karena Raline dan Seraphine menolak disebut tante, aunty, atau panggilan lainnya. "Hai, Tian! Kamu makin tinggi dan makin ganteng aja setiap kali kita ketemu." Raline menepuk pipi Sebastian yang kini tingginya sudah sejajar dengannya. Setelah itu Raline sedikit membungkuk ke arah gadis kecil berusia 4 tahun yang berdiri merapat pada kakak lelakinya. "Aeris, kenapa malu-malu gitu? Sini sama Ral!" Obrol-obrol santai penuh kehangatan itu terjeda ketika suara mobil lain berhenti di depan. "Ada yang datang," ujar Jett yang pendengarannya sangat tajam. "Itu pasti atasannya Ral," sahut Aubrey cepat. Ia segera berjalan mendahului untuk menyambut Noe dan mengucapkan kalimat keramat yang tidak mampu dibantah oleh sang tamu. "Wah, sudah datang! Kebetulan kami mau makan siang. Apa tidak keberatan bergabung dengan kami?" Siang itu berjalan persis seperti dugaan Raline. Ibu dan adiknya terus bicara jail. Ayahnya sesekali melontarkan pertanyaan serius. Cheri yang berkali-kali bicara sembarangan. Namun, untungnya siang itu Jett sedang baik dan tidak melontarkan perkataan pedas sama sekali. Hanya tatapan matanya yang tajam terus terarah pada Noe seakan tengah menilai pria itu. "Pak, maaf ya," ujar Raline tidak enak hati saat mereka sudah dalam perjalanan kembali ke IDEA. "Maaf untuk apa, Ral?" tanya Noe tenang. "Di rumah orang tua saya tadi ramai banget. Semua keluarga lagi kumpul," ucap Raline sarat akan rasa bersalah. Ingin rasanya ia menambahkan, maaf untuk semua perkataan keluarganya yang melantur. "Tidak masalah, Ral.” Noe tersenyum samar. “Saya senang bisa berkenalan dengan keluarga kamu. Mereka semua ramah." "Maaf juga Bapak jadi dipaksa ikut makan siang," ujar Raline lagi. "Saya malah yang berterima kasih sudah diajak menikmati makan siang bersama keluarga kamu." "Bapak enggak merasa terganggu?" bisik Raline ngeri sambil mengingat beberapa pertanyaan spektakuler yang diajukan pada Noe, terutama oleh Aubrey dan Seraphine. "Sama sekali tidak, Ral. Saya malah senang. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali saya menikmati suasana makan bersama keluarga yang hangat seperti tadi."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN