Acara ini juga ia minta khusus agar tidak ada yang memotret dirinya, seperti biasa. Ia masih terlalu takut jika dihadapkan dengan kilatan mata yang masih tak bersahabat dengannya.
Sebuah tangan ungil terulur untuk menggenggam jemarinya lembut.
“Ayo kak, jangan takut. Aku bersamamu.” ucap suara kecil menggemaskan itu.
Hailee mengalihkan pandangannya pada Adam yang berdiri disampingnya dan tersenyum tipis, ia cukup merasa tenang walau hanya hiburan kecil seperti ini dari Adam. Hailee juga membalas genggaman tanga Adam untuk menerima energi semangat dari Adam. Hailee sungguh bersyukur saat pertamanya datang ke London ia dipertemukan dengan Adam yang terkadang lebih tampak dewasa dibanding dirinya.
Ketukkan pintu kamar Hailee sudah terdengar dan membuat Hailee kembali berdebar dan diliputi kecemasan seketika.
Gaun malam yang hampir menutupi seluruh badannya begitu pas dan terlihat anggun saat dikenakan olehnya. Lengan panjang berkerah kerah hingga leher serta bawahan gaun yang menjuntai bebas. Kesan berkelas begitu terasa meski ia tidak menunjukkan lekukan tubuhnya untuk menarik perhatian lawan jenis.
“Nona, anda sudah ditunggu oleh tuan besar.” Kelly berada dibalik pintu yang masih tertutup rapat meski tidak dikunci oleh Hailee.
Hailee masih tidak bergerak juga dari duduknya. Tangannya dingin sedingin es dan berkeringat hebat. Genggaman tangannya pada Adam begitu erat hingga Adam sedikit meringis, namun tidak begitu Adam rasakan karena melihat kekhawatiran dalam mata Hailee begitu jelas. Adam juga tidak membuka suaranya. Ia hanya membalas genggaman erat tangan Hailee memberikan dukungannya.
Hailee memakai jaket berbulunya yang hampir menutupi kepalanya dan membuat dirinya tenggelam dibalik jaket berbulu putih mewah miliknya
Hailee akhirnya berdiri dengan kaki yang gemetar. Ia tidak yakin bisa melalui malam hari ini dengan lancar. Ia merasa akan ada hal buruk terjadi. Entah mengapa pemikiran seperti ini selalu saja menghantui dirinya.
“Kakak mau minum dulu?” dengan begitu manisnya Adam menawarinya minum yang memang sangat ia butuhkan.
Hailee mengangguk dan ia juga melepas genggaman erat tangan Adam agar Adam bisa pergi untuk mengambilkannya minuman. Adam berlari kecil untuk mengamil minuman yang tak jauh dari meja rias dan segera menyerahkannya pada Hailee.
“Bagaimana kak? Lebih baik?” Hailee mengangguk untuk menjawab pertanyaan dari Adam.
Tanpa berkata apapun Hailee meraih tangan Adam dan memberanikan diri untuk melangkah keluar.
Suara derikkan pintu terbuka dan semakin membuat Hailee berdebar. Diluar kamarnya sudah ada Kelly yang masih menggunakan pakaian formalnya dan juga Jeff yang berdiri disamping kamar memperhatikan Hailee tanpa berkedip dan membuat Hailee semakin menunduk malu.
“Mari nona!” Kelly membukakan jalan bagi Hailee yang didampingi oleh Adam dan diikuti juga oleh Jeff dibelakang mereka.
Acara yang begitu meriah namun terasa tenang tanpa adanya kilatan lampu dan sorotan kamera seperti yang selalu dilakukan oleh para pesohor negeri untuk membuat acara lebih meriah. Lampu yang redup karena hanya lampu hias yang menerangi ruangan begitu terasa romantis.
Acara yang diadakan untuk memperkenalkan Hailee setelah sekian lama publik begitu dibuat penasaran dengan putri satu-satunya dari pemilik sebuah perusahaan ternama Rowman Goulding.
Para tamu semakin dibuat kagum dengan keanggunan dari Hailee yang masih menundukkan wajahnya
Hailee melangkah dengan enggan menuruni anak tangga satu persatu dengan perlahan. Rasanya ia ingin mundur lagi dan tak menampakkan diri lagi saat ini, namun ia cukup bersyukur kini ada Adam disampingnya.
Akhirnya dengan perasaan tak keruan, Hailee sampai didasar tangga yang disambut oleh ayahnya yang sudah menunggu dengan merentangkan tangannya menyambut Hailee.
“Tenanglah Princess, ayah disampingmu. Juga Adam bersamamu.” Bisik Rowman setelah ia meraih tangan Hailee dan melirik Adam yang tak melepas genggaman tangannya.
Hailee tak bersuara hingga ayahnya mengumumkan tentang dirinya di khalayak ramai. Seperti sudah mengerti, tak ada yang bersuara keras ataupun bertepuk tangan saat penyambutan Hailee seperti pada umumnya. Hailee tahu pasti kenapa, dan ia cukup bersyukur untuk itu.
Semua acara sudah dilakukan oleh Rowman tanpa perlu Hailee bersuara seperti janji ayahnya kemarin. Hailee cukup berdiri diam disamping Rowman dan mendengarkan ayahnya begitu menyanjung dirinya meski ia hanya menyibukkan diri dengan semua phobia yang ia alami.
Dari sekian banyak orang, tak ada juga yang berani menghampiri Rowman dan juga Hailee seperti pada pesta lainnya jika acara sudah dibuka oleh tuan rumah. Rowman menuntun Hailee untuk menemui seorang sahabatnya yang sudah menunggu dengan senyumannya dan juga minuman ditangannya.
“Sayang, perkenalkan ini adalah sahabat ayah juga CEO dari Steinfield Corporation. Kau masih ingat dengannya?!”
Hailee tak mengangkat wajahnya, ia hanya diam memandang ke bawah tanpa menyambut uluran tangan dari sahabat dekat ayahnya itu.
Seperti sudah memaklumi sikap Hailee, CEO dari Steinfield itu hanya tersenyum hangat tanpa mengharapkan balasan dari Hailee.
Hailee memperhatikan ujung sepatu dari sahabat ayahnya ini dan ia mulai tertarik untuk lebih memperhatikan orang yang ada didepannya. Hailee melihat jam tangan yang menempel ditangan kirinya. Hailee membelalak terkejut dan semakin melihat wujud dari orang yang hanya ia dengar suaranya sejak tadi.
Hailee tiba-tiba bergetar hebat saat matanya melihat dengan jelas sosok yang hanya ia tahu suaranya saja. Adam yang sedari tadi memegang tangan Hailee menengadah keatas untuk melihat keadaan Hailee. Adam merasakan bagaimana basahnya tangan Hailee karena keringat dan gemetaran Hailee seperti ketakutan. Selain itu, Hailee seperti kesusahan bernafas. Adam semakin mengetatkan genggaman tangannya pada Hailee. Ia tidak tahu apa yang membuat wanta yang sudah ia anggap sebagai kakaknya menjadi seperti ini, namun ia tahu penyebabnya adalah orang yang kini sedang tertawa bersama dengan tuan Rowman.
Adam melirik Jeff yang nampak tak melihat perubahan dari Hailee karena ia berada dibelakang Hailee. Namun Jeff cukup cekatan karena melihat postur tubuh Hailee yang tak biasa dan seperti bernafas putus-putus.
Seperti sudah mengerti dengan raut wajah Adam, Jeff menepuk pundak Hailee dan membawa Hailee ke pinggiran ruangan acara. Jeff mengelus lengan Hailee berusaha membuat Hailee sedikit tenang. Ia tak mengerti mengapa dengan Hailee, namun ia berusaha membuat Hailee tenang dan bisa bernafas dengan normal kembali.
“Bernafaslah Hailee. Kau baik-baik saja bersamaku.” Jeff tak hentinya memberikan Hailee ketenangan. “Tarik nafas pelan-pelan, dan keluarkan perlahan.”
Adam datang dari arah samping dengan segelas air putih di tangannya dan menyodorkannya pada Hailee.
“D..di..dia!” Hailee menunjuk ke arah dimana CEO Steindfield berada.
Jeff mengerutkan dahinya tak mengerti.
“Dia kenapa Hailee?” tanya Jeff dan kembali menatap Hailee tak mengerti.
“P..pe..pem..pembunuh!” Hailee mengucapkan kata-katanya dengan terbata dan membuat Jeff membelalak tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Hailee padanya.
“Apa maksudmu Hailee?”
“Dia pembunuh! Pembunuh! Ibuku dibunuh!” teriak Hailee dan membuat semua orang yang ada disana sontak menatap ke arahnya.
Suasana pesta yang semula tenang dengan suara musik romantis yang tidak terlalu keras, membuat semua orang mendengar apa yang dikatakan oleh Hailee dan secara spontan melihat arah mata Hailee yang menatap tajam pada Jeremy Steinfield.
Jeremy yang merasa ditunjuk menatap heran Hailee. Ini adalah pertemuan pertamanya setelah kematian ibu Hailee, dan sekarang ia semakin mengerutkan dahinya karena dituduh dengan tuduhan yang amat luar biasa membuat ia bahkan semua orang kaget.
“Hailee?!” Rowman mendekat dengan ekspresi wajah bertanya dan menghampiri Hailee, “Apa maksudmu Princess? Dia sahabat lama ayah. Tenanglah nak.” perintah Rowman dan Jeff mengangguk mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Rowman.
Meski Rowman berusaha untuk menenangkan Hailee, ia juga bertanya-tanya dalam hati. Hailee adalah satu-satunya saksi kunci kematian dari istrinya, namun ia amat sangat dikejutkan dengan apa yang ia dengan dari Hailee. Hailee adalah anak yang sangat sulit untuk diajak berkomunikasi sejak kematian ibunya secara tragis, dan sekarang ia melihat betapa hebat putrinya gemetar hingga mengucurkan keringa di wajahnya yang mulus dengan nafas pendek dan terputus-putus.
Jeff membawa Hailee ke kamarnya diikuti oleh Adam di belakang mereka. Hailee terus saja menatap tajam Jeremy yang menatapnya penuh tanya tak mengerti. Ia bersyukur Hailee mau mengeluarkan suaranya, namun ia juga sangat menyesalkan tuduhan yang dialamatkan padanya.
“Ada apa ini Rowman? Kenapa dengan putrimu?” tanya Jemery bingung atas insiden ini, ia menjadi pusat perhatian di pesta ini. Terlebih, sebagian orang-orang yang menghadiri pesta adalah orang-orang yang menjadi relasinya juga.
“Entahlah Jerry, aku juga tidak mengerti ada apa dengan putriku. Tidak biasanya ia sehisteris itu.” Jerry adalah nama kecil Jeremy.
Sesampainya didalam kamar Hailee semakin membuat Jeff cemas. Hailee gemetar hebat dengan memeluk tubuhnya sendiri dipinggiran ranjang dan tak membiarkan seorang pun untuk mendekat padanya.
“Hey, tenanglah gadis pintar?!” Jeff mendekati Hailee perlahan dan mengusap kepala Hailee dengan hangat. Tidak ada perlawanan dari Hailee, “Tutup matamu. Jangan perdulikan suara yang ada disekitarmu. Hanya dengar suaraku saja.” Hailee menuruti apa yang dikatakan oleh Jeff. Perlahan, Jeff memeluk Hailee dari samping dan menutup telinga Hailee, “Tarik nafasmu dalam-dalam dan hembuskan perlahan. Yaa, bagus. Good girl.” Puji Jeff membuat Hailee lebih tenang, “Ingat wajah ibumu yang selalu tersenyum padamu dan ingat orang-orang yang kau sayangi.” Lanjut Jeff dan membuat Hailee kembali bernafas dengan normal dan tenang.
Jeff berjalan dengan tergesa. Ia amat sangat tidak mempercayai apa yang di teriakan oleh Hailee di pesta tadi, namun ia juga tidak bisa tidak mempercayai apa yang diteriakkan oleh Hailee. Untuk pertama kalinya, Hailee berani untuk menunjukkan emosi terdalamnya, dan ini adalah sebuah kemajuan namunjuga sebuah misteri baginya.
Jeff membuka pintu kayu tinggi yang tertutup rapat didepannya dengan sekali dorongan.
“Apa ada yang ingin kau katakan padaku ayah?”