“Sandra, apa kau serius?” Zen kembali mempertanyakan keseriusan Sandra menjual mobil-mobil yang masih diparkir di garasi rumahnya. “Iya, Paman. Sandra serius,” jawab Sandra dengan santai. “Kau hanya menjual mobil saja, ‘kan? Tidak yang lainnya.” “Iya, Paman, tentu saja aku tidak akan menjual yang lain. Hanya saja, aku tidak tahu kapan akan pulang. Maaf merepotkanmu dengan urusan ini. Sandra tidak tahu harus meminta tolong pada siapa.” “Tidak masalah. Sebenarnya kamu di mana? Kenapa tidak pulang saja? Paman mengkhawatirkanmu. Kamu baik-baik saja, ‘kan?” Sandra tersenyum. Zen Faruq memang baik. Tidak heran ia dari dulu berteman baik dengan mendiang papanya. “Sandra sehat, Paman. Tolong dijual saja mobil-mobilnya. Sandra belum tahu kapan pulang.” Terdengar helaan nafas Zen di ujung tele