“Om Tu--” “Uhuk.” “Uhuk.” Sial, aku bahkan belum sempat menyelesaikan ucapanku tetapi nasi yang berada di dalam mulutku sudah lebih dulu menyumbat batang tenggorokanku sampai nggak mampu bernapas dengan benar. Saking sesaknya, tanganku sampai menepuk d**a beberapa kali, berharap gerakan itu dapat sedikit menetralkan rasa menghimpit yang ada di d**a. “Karma sekarang terbalas dengan instan, Kezia,” ledek Mas Nino sebelum bangkit dari posisi duduknya dan berjalan ke area dapur. Nggak sampai satu menit kemudian, segelas air mineral sudah terhidang di sebelah piringku. Tanpa perlu diinstruksikan, tanganku segera meraih gelas berbahan kaca itu kemudian menegaknya dengan cepat sampai tandas dan nggak bersisa. “Makasih,” gumamku pada Mas Nino. Meskipun pria itu meledekku tadi, tetapi setida