47. Kehilangan atau Ketenangan?

1609 Kata

Suasana rumah sakit pagi itu begitu hening dan mencekam. Ruang VIP hanya diterangi lampu temaram, di mana tubuh lemah Wishnu Santana terbaring dengan alat bantu napas yang menyambung hidupnya. Avia berdiri di samping ranjang, menggenggam tangan ayahnya yang mulai dingin. Air matanya mengalir diam-diam. Dirga berdiri di belakangnya, menatap sepasang anak dan ayah itu dalam keheningan yang menyayat. Suster keluar dari ruangan sambil menunduk dalam, memberi ruang untuk perpisahan terakhir. “Papa.” Suara Avia nyaris tak terdengar, namun jari Wishnu sedikit bergerak. Dengan suara serak dan napas terputus-putus, Wishnu berusaha membuka mata. “A… Avia…,” gumamnya. “Maafkan… Papa … terlalu … banyak … salah.” “Papa jangan bicara, istirahat saja,” isak Avia, menggenggam erat tangan yang mulai

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN