Bab 10. Cinta Itu Sudah Lama Mati

1170 Kata
Jessica terpaku, nyaris tak percaya dengan apa yang ia lihat di depan matanya saat ini. Tapi, semuanya nyata. Pria itu mendekat, senyum lebarnya membuat Jessica semakin bingung. Jantungnya berdebar-debar tak karuan, seakan ada sesuatu yang luar biasa terjadi. "Jessica, kenapa kamu malah melamun, sih?" tegur pria itu. "Apa ini mimpi? Ini nggak mungkin, 'kan?" gumam Jessica, tercengang. "Awh." Tiba-tiba, ia meringis kecil saat pria itu mencubit lengannya. "Maaf, maaf. Tapi sakit, 'kan? Itu buktinya, kamu nggak mimpi, Flower," ucapnya sambil terkekeh kecil. Jessica menatap pria di hadapannya tanpa kata, masih mencoba memproses situasi ini. "Noel, gimana bisa kamu ada di sini? Bukannya kamu masih di luar negeri?" tanyanya dengan suara gemetar, berusaha memastikan apakah ini memang kenyataan atau hanya delusi. Senyum Noel semakin hangat. "Tentu saja aku ada di sini untuk kamu, Flower. Kita dulu ke luar negeri bersama, kamu ingat, 'kan? Jadi, mana mungkin aku bisa tenang di sana sendiri, sementara kamu sudah kembali ke sini. Aku memilih pulang juga." Jessica memandang Noel dengan berbagai perasaan bercampur aduk. "Tapi 'kan, keluarga kamu di sana, Noel. Bukankah mereka membutuhkan kamu?" tanyanya lagi, masih berusaha mencari jawaban dari sesuatu yang terasa tak masuk akal. Noel mengangkat bahu ringan dan tersenyum. Jawaban Noel, kesan hadirnya dan semua ini seperti mimpi yang terlalu nyata untuk diragukan. Tetapi, di dalam hati kecil Jessica, sesuatu mulai berbisik—bahwa ini mungkin bukan sekadar kebetulan. Lima tahun yang lalu, ketika Jessica dan ibunya memutuskan untuk melangkah ke negeri orang, nasib mempertemukannya dengan Noel, yang kebetulan memiliki tujuan yang sama. Dari pertemuan tak terduga itu, mereka berkenalan dan menjadi akrab. Noel dengan tulus membatu Jessica melewati segala rintangan, menuntunnya menemukan pekerjaan dan membina hidup baru. Selama tiga tahun mengarungi kehidupan di perantauan, kesedihan mendalam menghampiri ketika ibu Jessica mendadak jatuh sakit dan pergi untuk selama-lamanya. Di tengah kehampaan yang menyayat hati, Noel juga yang menjadi penopang sekaligus penjaga hari-hari Jessica dan Junior. Hingga akhirnya, Jessica memilih untuk kembali ke Indonesia karena sebuah misi khusus memanggil jiwanya dan berniat tak ingin membebani Noel terus menerus. Namun, betapa terkejutnya ketika mendapati Noel berdiri di depannya saat ini, mata mereka bertemu dalam tautan yang sarat emosi. "Jes, kamu juga tahu, aku lebih ingin tinggal di Indonesia. Kehadiran kamu adalah alasan utamaku bertahan di sana," ujar Noel dengan suara serak penuh perasaan. "Aku tidak peduli walaupun orang tuaku ada di sana. Aku bisa kembali kapan pun aku mau dan yang pasti, aku di sini karena aku merindukan kamu dan tentu saja, Junior. Kamu adalah bungaku, kamu yang selalu membuat hidupku lebih berarti dan berwarna. Jadi, jujur, sebagai kumbang, aku tidak sanggup lama-lama jauh dari kamu," ungkapnya, walaupun keduanya tidak memiliki hubungan lebih dari sahabat. Selama berada di negeri asing, Jessica juga selalu berusaha berbuat baik pada Noel, meskipun tidak setimpal dengan kebaikan yang sudah dilakukan oleh pria tersebut. Pernah suatu hari, Noel terjerumus ke dalam kesedihan, Jessica menjadi penyejuk hati baginya. Maka dari itu, Noel mengistilahkan Jessica sebagai 'flower' - simbol keindahan yang menghiasi hari-hari suramnya. Jessica sendiri juga sama sekali tak keberatan dengan panggilan itu. Noel pun sudah mencurahkan isi hatinya kepada Jessica dan bahkan mengungkapkan keinginannya untuk menjadi ayah bagi Junior. Namun, dengan lembut Jessica menolaknya, bukan karena tidak cinta, melainkan karena ia belum siap untuk memikirkan pernikahan. Dengan berat hati, Noel menerima penolakan tersebut, namun ia tetap berharap suatu saat nanti wanita itu akan membuka hati untuknya. "Aku minta maaf kalau kebenaran ini mengejutkan kamu," ujar Noel, suara penuh penyesalan. "Ya sudah, sekarang kamu 'kan sudah ada di sini dan jemput aku. Ayo kita ke rumah sakit," ajak Jessica, suaranya serak dan tak mampu berkata lebih banyak lagi. Noel tersentak, perasaan was-was segera menyeruak di hatinya. "Ke rumah sakit? Apa penyakit Junior kambuh lagi?" tanyanya dengan nada cemas, mengingat kondisi bocah kecil itu yang selama ini ia tahu cukup rapuh. Jessica mengangguk cepat, tanpa membuang waktu. Rasa panik mulai mendominasi pikirannya dan Noel langsung membuka pintu mobil seraya mempersilakan Jessica masuk. "Ini mobil siapa?" tanya Jessica sambil melirik ke dalam kendaraan. "Nanti saja ya, aku ceritakan. Yang penting sekarang kita ke rumah sakit dulu,” jawab Noel terburu-buru, mencoba menyembunyikan kecemasan yang jelas tergambar di wajahnya. Jessica tidak berkata apa-apa lagi, dia segera masuk ke dalam mobil dan Noel menyusulnya di balik kemudi. Tanpa pikir panjang, ia menginjak pedal gas, fokusnya hanya satu: segera tiba di rumah sakit dan melihat kondisi Junior, bocah kecil yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri. Tanpa Jessica sadari, Levin telah memperhatikan mereka dari balik jendela ruangannya di lantai atas. Tatapannya tajam, seperti bara api yang membara di dalam pikirannya. "Siapa lagi laki-laki itu?" gumamnya dengan nada yang penuh rasa tak suka. Dendam dan amarah tergulung menjadi satu di benaknya, meskipun dia sendiri tidak benar-benar paham alasan di balik semua emosi itu. "w************n. Di kantor saja sudah terang-terangan menggoda Billy, sekarang siapa lagi yang dia tarik-tarik ke dalam dramanya?" batinnya sinis, semakin tidak nyaman dengan situasi yang dia saksikan. Perasaan Levin berkecamuk, bergejolak tanpa arahan, sementara pikirannya terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi di hatinya. Setelah menghubungi seseorang, Levin segera masuk ke dalam mobil dan memutuskan untuk pergi. Bukan pulang ke rumah, melainkan ke perusahaan Alexander Group, milik sahabatnya-Leon. Ia baru saja menghubungi pria tersebut dan mengatakan dia masih sibuk di kantor, menyelesaikan beberapa pekerjaan. *** Begitu sampai di sana, Levin langsung masuk ke ruang CEO tanpa banyak basa-basi. Tanpa menyapa, ia melemparkan tubuhnya ke sofa dan membiarkan kepenatan terlihat jelas di wajahnya. Leon melirik sahabatnya. "Apa yang membuat sahabatku ini kelihatan galau seperti ini?" tanyanya dengan nada mengejek. "Apa kamu tidak bisa berhenti mengejekku, Leon?" ucap Levin kesal, sambil melirik tajam ke arah pria itu. Leon berdecak sambil terkekeh. "Ck, susah diajak bercanda," balasnya seolah tak peduli. Levin menarik napas dalam, mencoba menata kalimat yang ingin ia sampaikan. "Sudahlah, aku ke sini bukan untuk bercanda. Aku benar-benar butuh teman bicara," katanya, suara yang sedikit bergetar menandakan kekacauan di pikirannya. "Aku bingung, aku benar-benar bingung dengan perasaanku sendiri." Levin tak mengerti, apa yang salah dengannya. "Perasaan? Sejak kapan kamu begitu bingung dengan perasaanmu sendiri?" Leon berbicara dengan nada skeptis. "Sejak wanita itu kembali," jawab Levin dengan suara yang terdengar ragu. Napasnya tercekat, jelas terlihat dia berusaha mengerti gelombang emosi yang membanjirinya. Leon menarik napas dalam-dalam sebelum mengambil tempat duduk di depan Levin. "Katakan, ada apa sebenarnya?" tanyanya, memfokuskan tatapan pada sahabatnya itu. Dengan d**a yang berdesir, Levin mulai mengungkap perasaannya. Dia bicara tentang sikapnya yang buruk terhadap Jessica sebagai pembalasan dendam, tetapi dia juga mengakui masih ada rasa iba yang mengganjal. Saat membahas tentang melihat Jessica begitu akrab dengan Billy, serta pria yang menjemputnya di perusahaan, ada sesak yang bertambah di hatinya. "Aku yakin, itu karena kamu masih mencintai Jessica. Hanya saja, kamu tidak mau mengakuinya," ucap Leon, mencoba menyentakkan kesadaran pada Levin. "Itu tidak mungkin! Cinta itu sudah lama mati. Jadi, mana mungkin aku masih mencintainya." Levin membantah dengan tegas, namun matanya tak bisa menyembunyikan kepanikan, seolah-olah ada kebenaran yang ingin dia tolak. Sementara Leon hanya memandang Levin, mengetahui kebenaran terkadang lebih sulit diterima daripada kebohongan. Bersambung …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN