Eps. 8 Niko Menghampiri Agni

1055 Kata
Agni sampai menelan saliva dengan susah payah. Bagaimana bisa dia bertemu lagi dengan pria yang sedingin es tube itu di sini. Parahnya lagi, pria itu adalah atasannya Bunga. Dia segera menarik pandangan, beralih menatap Bunga. "Bosmu itu apakah dia seperti lemari es tiga pintu?" beo Agni begitu saja, tak bisa menyaring kalimat yang menerobos keluar dari bibir tipisnya. Sungguh, dia sebal saja bila harus bertemu dengan pria super dingin seperti Niko. Sudah cukup di sekolah tadi pagi dia bertemu dengannya. Tapi kenapa sekarang malah dipertemukan kembali dengan pria tersebut? Semoga saja tak ada masalah dengannya nanti. "Kamu kenal Pak Niko?" balas Bunga. "Dia adalah orang tua murid di kelasku." Nampak Bunga membulatkan bibirnya membentuk huruf 'O'. "Orangnya memang dingin seperti kulkas, namun dia tegas dan baik hati." Agni sampai menautkan sepasang alis gelapnya. Baik? Baik seperti apa pria itu di mata Bunga? Setahuku dia tak ada baiknya sama sekali. Sombong dan ketus begitu. Percuma juga jika Agni membantah. Karena yang ada, Bunga akan meresponsnya dengan tanggapan yang baik seperti sebelumnya. Sungguh, Agni tak mau jika sampai berurusan dengan pria itu lagi di tempat ini. Sebisa mungkin, dia aka menjauh jika perlu. Selang beberapa saat setelahnya Niko memanggil semua staf yang diundang pada acara malam ini untuk berkumpul. Dia menyampaikan sepatah dua patah kata sebagai ucapan terima kasih kepada mereka semua atas sumbangsih besar mereka pada perusahaan. Dia memang terkenal loyal pada karyawan yang bekerja di bawah namanya Pria itu tak segan memberikan hadiah sebagai ucapan atau dukungan untuk mereka. Pernah, pria itu memberikan gift berupa sebuah laptop pada salah satu karyawan yang dianggap berpotensi. Dan masih banyak cerita lainnya. "Agni, sebentar, aku mau kumpul dulu, " Bunga meminta izin, "Atau kamu ikut sekalian denganku saja untuk kumpul?" tawarnya. Agni menggeleng cepat. Selain dia tak ada urusan sama sekali perusahaan ini, dia juga tak ingin berurusan dengan Niko lagi. "Baiklah, jika begitu tunggu di sini sebentar." Agni mengangguk dengan cepat. Bunga kemudian ikut berkumpul di sebuah sudut bersama staf lainnya, meninggalkan Agni sendiri tetap di posisinya semula, di depan sebuah meja hidangan. "Seandainya saja aku tahu acaranya berhubungan dengan Pak Niko, tentu aku tak akan mau diajak ke sini," gerutu Agni. Dia kemudian menyibukkan diri menikmati berbagai hidangan yang ada di depannya. Cuek. Dia bahkan tak peduli pada beberapa pasang mata yang mengawasi dirinya. Aku tidak kenal dengan mereka. Setelah ini mungkin juga tidak akan bertemu dengan mereka kembali. Tanpa Agni ketahui sepasang mata menatapnya dari kejauhan. Seorang wanita dengan rambut panjang bergelombang keluar dari sebuah pintu menatap punggung Agni. Siapa wanita itu? Apa dia tidak mendengar perintah Niko yang memintanya untuk berkumpul? Kenapa dia malah asik makan? Dasar staf pemalas seperti dia harusnya dipecat saja! Wanita tadi berjalan dengan Anggun menuju ke tempat Niko berada. Dia dengan bangga melewati deretan karyawan Niko tanpa segan. "Selamat malam, Bu Melia," sapa seorang staf. "Malam." Melia menyapa dengan anggun. Bahkan meski belum menjadi Nyonya Niko saja aku sudah disegani seperti ini, apalagi jika aku sudah menjadi seorang Nyonya Niko akan seperti apa hidupku? Aku tak sabar ingin segera menjadi wanitanya. Melia menebar senyum kemudian berhenti persis di samping Niko. Di acara ini, Niko sebenarnya tidak mengajaknya turut serta, tapi Melia mencuri dengar pembicaraannya dengan seseorang di rumah sehingga membuat wanita itu memaksa untuk ikut dalam acara kali ini. "Melia, kamu ada apa menyusulku ke mari? Aku sudah bilang padamu untuk menunggu dulu," lirih Niko tak ingin perkataannya didengar oleh stafnya. "Maaf, aku bukan ingin mengganggu. Tapi aku ingin membantumu. Coba lihat ke arah sana," Melia menunjuk dengan dagunya ke arah Agni berada, "Apa kamu tak ingin menertibkan stafmu?" Terpaksa, Niko melihat ke arah yang ditunjuk oleh Melia. Siapa wanita itu dia tidak tahu hanya terlihat bagian punggungnya dan warna gaunnya yang berwarna mint saja. Sumpah demi apapun, bukannya dia senang dengan laporan dari Melia namun justru membuatnya sebal. Wanita itu tidak mengerti bagaimna aturan dan konsep yang dibuat dalam acara ini tapi ikut campur saja. "Permisi sebentar." Niko meminta izin pada stafnya untuk pergi dari sana sebentar. Setelahnya ia meraih tangan Melia dan membawanya pergi dari sana. "Melia, sudah kubilang padamu untuk menunggu dulu di sini jangan keluar lagi, "Niko membawa Melia ke sebuah ruangan," Kamu tidak tahu urusanku di sini." Niko tak memberikan kesempatan bagi Melia untuk bicara. Ia kembali ke tengah, para staf masih menunggunya. Iseng dia mengambil jalan di mana wanita bergaun mint tadi berada. Perkataan Melia membuatnya penasaran juga. Meski dia tak akan menghukum stafnya, sekadar ingin tahu siapa wanita itu. "Permisi." Niko berhenti tepat di samping Agni. Astaga! Ini kan suara Pak Niko. Kenapa dia ke mari coba? Agni tak merespons, berbalik saja dia tidak. Sungguh, ia tak mau sampai mukanya terlihat oleh pria itu apalagi bicara dengannya. Wanita ini ... kenapa dia tak merespons ucapkanku? Dia tidak tuli, bukan? "Permisi." Lagi, Niko mengulang perkataannya. Sayang, masih belum direspons juga oleh Agni. Siapa wanita ini sebenarnya? Kenapa menyebalkan sekali? Niko yang geram karena sudah dua kali perkataannya diabaikan, maka dia sampai menyentuh bahu Agni, lalu menariknya mundur hingga terlihat wajahnya. "Bu Agni?!" Tentu saja Niko terperangah melihat siapa wanita itu. Dia juga tidak mengundangnya." Kenapa Ibu ada di sini?" selidiknya. Agni sebenarnya panik dan mencoba untuk tetap tenang di hadapan Niko. "Pak Niko?!" Ia pura-pura terkejut. "Kenapa Bapak juga ada di sini?" Meski Agni mencoba untuk tenang namun dia tetap terlihat kikuk. Niko menautkan sepasang alis gelapnya. Ia malas jika harus menjelaskan ini adalah acaranya. Buat apa? Dia tak ingin Agni tahu. "Jika pertanyaanku sudah dijawab maka aku akan menjawab pertanyaan yang diajukan padaku." Sungguh jika saja Niko bukan pria yang berkuasa tentunya dia akan menarik dasi pria itu sampai terjun ke lantai jika perlu. "Aku diajak oleh temanku ke sini, Pak." "Siapa?" "Bunga, Pak." Pria itu hanya mengangguk meresponsnya. Ia akan menjawab pertanyaan dari Agni tadi, namun terpaksa ia mengurungkannya kala ada suara seseorang memanggilnya. "Ayah! Ayah di sana rupanya." Tentu saja, Agni hafal dengan suara siapa itu. Dia tidak tahu apa jadinya jika ada Ezio di sana. Ezio kemudian mengambil langkah cepat dan sekarang sudah berdiri di samping Niko. Hampir saja dia tidak mengenali Agni, jika wanita itu tak menatapnya. "Bu Agni? Anda di sini?" Ezio menerbitkan senyum di sudut bibir. Dia kegirangan dalam hati dengan datangnya Agni. Kebetulan sekali, Bu Agni ada di sini. Maka, aku tak boleh melewatkan kesempatan ini. Astaga! Aku ingin segera pergi dari acara ini rasanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN