Inilah akibatnya jika terlalu acuh tak acuh.
Clara menggigit ujung bawah bibirnya. Meruntuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia tidak tahu CEO perusahaan ini. Dan jelas tidak mungkin seorang seperti Vionna akan berpaling dengan lelaki biasa-biasa saja. Hal ini seharusnya juga menjadi clue tentang kabar yang menyebutkan bahwa pria selingkuhan Vionna merupakan seorang pengusaha berinisial L. Yang tidak lain ialah Lucas, dan pria itu tentunya bukan pekerja biasa di JL Company, melainkan CEOnya, pendiri perusahaan itu. JL mungkin adalah singkatan dari namanya, Jack Lucas. Dan reputasi pria itu jelas sangat buruk. Tidak hanya playboy, pematah hati kaum wanita di balik sikap ramahnya, seorang ripper tetapi juga dengan tega mengencani wanita yang sudah berumah tangga. Seharusnya dengan penampilannya, Lucas bisa mendapatkan banyak wanita cantik yang masih lajang, tidak dengan wanita bersuami.
Clara mengernyit. Tiba-tiba berpikir, apakah lelaki ini hanya bermain-main dengan Vionna seperti halnya dia bermain-main dengan para wanita lain? Ataukah lelaki ini benar-benar mencintainya? Cinta lama yang datang kembali mengambil untuk memiliki satu sama lain?
Clara merinding. Mencela dalam hati. Tetapi bagaimanapun menjadi perebut itu tidak dibenarkan.
"Kau terpesona dengan wajah ku ya?"
Suara di depannya menyentak lamunannya. Clara mendengkus. Sungguh luar biasa percaya diri pria ini. Tidak berarti menatap lama wajah seseorang adalah ungkapan dari keterpesonaan, bisa saja dia hanya melamun, mengumpat dan lain sebagainya.
"Maaf. Aku tidak tahu jika kau adalah CEO di sini." Clara menunduk malu. Suaranya nyaris seperti cicitan. Bisa-bisanya dia begitu bodoh sampai tak mengenal boss JL Company, padahal jelas - jelas kemarin di acara meeting, pria ini begitu disegani.
"Bagaimana jika aku tak memaafkan mu."
Seketika Clara mendongak, dia tak menyangka bahwa pria itu begitu pendendam. Tetapi ketika ia melihat mimik wajah guyon Lucas, alhasil dia malah jengkel.
"Tidak masalah. Aku hanya ingin minta maaf tanpa mengharapkan kau memaafkan ku." Tanpa mau basa - basi lagi, ia mengeluarkan beberapa dokumen dari tasnya.
"Aku.... " Clara berdehem. Mengubah perkataanya dengan kalimat formal. "Saya kesini untuk meminta stempel dan tanda tangan anda." Ucapnya lagi sembari menyodorkan dokumen kepada Lucas.
Lucas menunduk menatap dokumen yang disodorkan padanya lalu beralih lagi menatap perempuan di depannya. Entah apa yang dipikirkan Lucas, yang jelas pria itu menatapnya dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Seolah dia sedang menilai sesuatu.
"Hmm... Baik~" Ucap Lucas kemudian, "Tapi ada syaratnya."
Clara mengernyit.
Syarat?
"Syarat apa?"
Mata Lucas berkilat, sebuah seringaian terbit di bibirnya, "Jika ingin tanda tangan ku, kau harus makan malam dengan ku. Bagaimana?"
***
Sialan.
Huh. Clara mendengkus. Tidak ada pilihan lain selain menerima ajakan pria itu. Lucas memang sengaja melakukannya.
Pria itu benar-benar membuatnya tidak berkutik. Demi sebuah tanda tangan dan stempel, ia terpaksa menerima ajakan makan malam berdua dengannya.
Sebenarnya dia sangat enggan. Malas sekali berhubungan dengan laki-laki. Tapi ini berkaitan dengan karirnya. Benar-benar menjengkelkan.
Clara mendengkus. Dengan tak semangat ia mengambil satu stel pakaiannya. Malam ini, tepat pukul 7 ia akan makan malam dengan Lucas.
"Wow Clara, kau mau kemana?" Shopia yang sedang makan camilan sembari nontom film tampak kaget melihat Clara berdandan rapi. Tumben sekali temannya satu ini keluar malam. Biasanya Clara hanya bekerja, setelah itu diam di kontrakan, mengerjakan tugas, menonton film, membaca buku, tidur atau apapun itu yang hanya dilakukan di rumah. Clara adalah gadis rumahan. Tidak senang jalan-jalan.
"Jangan-jangan kau mau kencan ya?"
"Tidak. Aku sedang bekerja." Jawab Clara. Tanpa perlu berlama-lama ia segera membuka pintu kemudian pamit, "Aku pergi dulu Shopia. Daa.."
"Ehh... " Shopia hendak bertanya lagi namun Clara lebih dulu pergi. Niatnya untuk mengintrograsi Clara lagi - lagi sirna. Apalagi ia ingin menanyakan apakah Clara sudah mendapat foto tuan L, alias CEO JL Company.
***
Alunan musik klasik terdengar begitu pintu terbuka. Restoran mewah bergaya eropa yang sebagian besar dinding terbuat dari kaca berkualitas itu menampilkan pemandangan indah nan elegan. Interior ruangannya mengusung tema Victorian Klasik dengan d******i warna Dark Grey serta warna putih sebagai aksen pada jendelan dan ceilling. Cahaya temaram yang ditimbulkan oleh cahaya lilin di beberapa sudut dan meja serta di beberapa spot terdapat chandelier yang menambah kesan mewah, elegan serta romantis. Cocok sekali untuk pasangan kencan. Apalagi restoran ini sangat menjaga privasi pengunjung.
Lucas duduk di meja paling sudut. Tersenyum ramah ketika beberapa pelayan senior menyapanya. Ini adalah salah satu resto milik kerabat Lucas. Sudah lama dirinya tak berkunjung ke tempat ini, terakhir dia berkunjung adalah bertahun - tahun lalu. Saat dia masih bersama Vionna. Dulu restoran ini tidak semewah sekarang. Hanya restoran kecil di pusat kota yang bergaya eropa. Setelah dirinya sukses, ia menanam modal kepada kerabatnya untuk membesarkan restoran ini. Alhasil restoran ini berkembang pesat.
Lucas bersandar santai menikmati alunan musik klasik. Musik kesukaan mantan kekasihnya. Entah kenapa hari ini dirinya ingin pergi ke tempat ini. Mengenang, ya tentu saja. Tetapi hal yang dia pikirkan saat ini adalah menunggu korbannya. Clara Abigail.
Ya, sejak awal Lucas sudah menargetkan bahwa karyawan Decide itu adalah korbannya selanjutnya. Pertemuan demi pertemuan yang terjadi membuatnya ingin masuk. Bermain - main seperti halnya dengan perempuan lain. Apalagi sejak awal, Clara lah yang memancingnya lebih dulu. Gadis itu sengaja menariknya lebih dulu, memepetnya ke dinding entah untuk alasan apa. Perempuan - perempuan yang ingin mendekatinya selalu memiliki seribu cara untuk menarik perhatiannya. Menggunakan cara normal maupun cara gila sekalipun. Cara sengaja maupun pura - pura tak sengaja. Saking banyaknya hingga membuat Lucas hafal gelagat perempuan - perempuan fakir asmara itu.
Tetapi siapa yang menyangka perempuan satu ini sulit ia terka. Pertemuan pertamanya dengan Clara seolah menyiratkan bahwa perempuan itu ingin mendekatinya. Tetapi sesudah itu, sikapnya agak kurang baik padanya untuk seseorang yang ingin mencari perhatian. Clara begitu acuh tak acuh.
Lucas sempat berpikir kalau itu hanyalah modus talik ulur. Sengaja bersikap jual mahal supaya dia penasaran. Tetapi dari beberapa interaksi mereka, Lucas mengamati bahwa Clara sama sekali terlihat biasa saja. Bahkan terkesan dingin dan kaku. Seperti muak sekali berdekatan dengannya.
Salah satunya seperti tadi siang, Clara tanpa mau basa basi langsung meminta tanda tangan padanya. Seolah - olah perempuan itu ingin cepat - cepat pergi. Gerak - gerik Clara sama sekali tak menunjukkan kepura - puraan. Itu mengesalkan, sangat - sangat mengesalkan bagi seorang Jack Lucas. Tetapi... Bagaimana ini, Lucas justru merasa terpacu.
Ia tak sabar untuk membawa perempuan itu bermain - main ke dasar jurang kehampaan.
Mata Lucas berkilat dipenuhi rencana mematikan.
Tak berselang lama sosok yang ditunggu tiba. Lucas tersenyum sembari mengangkat gelasnya memberi isyarat kepada Clara tentang keberadaannya.
***
Tak susah mencari sosok Lucas di tempat seluas ini. Meski di kejauahan, Lucas yang mengenakan kemeja putih formal serta menggulung lengannya sampai siku sudah terlihat mencolok. Di dalam cahaya remang itu keberadaan Lucas nyaris seperti lampu yang berpijar. Menyilaukan mata kaum hawa. Ya, Clara memang tak memungkiri bahwa Lucas memiliki wajah rupawan serta penampilan modis. Walaupun serampangan, Lucas memiliki kharismanya tersendiri.
Clara berjalan ke arah Lucas ketika lelaki itu mengangkat gelasnya memberi isyarat kepadanya untuk mendekat. Sedikit gugup, Clara berjalan dengan penuh kehati-hatian. Sebenarnya ini kali pertama ia menginjakkan kaki ke restoran bergaya eropa mewah seperti ini. Dia merasa menjadi orang udik. Entah kenapa dia merasa takut serta tidak percaya diri berada di tempat seperti ini. Sugesti bahwa dirinya akan berbuat hal yang salah atau memalukan pun membayangi. Ya, itu normal. Setiap orang mungkin pernah merasakan hal serupa saat berada di suatu tempat.
Meski ekspresinya terlihat acuh tak acuh, tetapi demi Tuhan, Clara begitu takjub dengan desain interior di resto ini yang luar biasa menawan.
Restoran yang hanya didatangi oleh orang - orang berkelas memang luar biasa. Tak salah mereka menggelontorkan uang hanya demi makan di tempat seperti ini.
"Hai." Lucas menyapa dengan senyum santainya seperti biasa. Kemudian sebelah alisnya terangkat melihat penampilan Clara yang begitu..... resmi.
Clara mengenakan kemeja putih serta jas hitam seperti pakaian laki-laki yang difeminimkan. Dan busana ini adalah pakaian yang sama, yang dikenakan Clara saat kali pertama Lucas melihatnya. Yakni saat wawancara kerjasama perusahaannya dengan Decide.
"Kau habis pulang kantor ya?"
Clara menggeleng, ia duduk kemudian membuka tas hitam tenteng yang ia bawa. "Saya ke sini untuk bekerja."
Lucas tertawa. Ia menggeleng tak habis pikir. "Kau terlalu serius Clara." Menopang dagu, ia menatap wajah dingin di depannya, "Ini adalah kencan pertama kita."
Mulai lagi.
Clara memutar bola mata, malas meladeni ucapan pria itu. Tak mau berlama - lama ia langsung mengeluarkan dokumen - dokumen yang perlu Lucas tanda tangani.
"Saya sudah memenuhi janji. Bisakah tanda~."
"Mau pesan apa Clara?" Lucas memotong ucapan Clara tiba-tiba. Pria itu sudah memanggil pelayan resto lalu menyodorkan daftar menu kepada wanita itu.
"Janji kita adalah makan malam berdua. Bukan hanya bertemu berdua, Clara Abigail." Ucap Lucas sekali lagi sembari tersenyum manis. Tetapi Clara tahu, bahwa senyuman itu merupakan peringatan.
Menghela nafas. Mau tak mau Clara harus menurutinya.
"Aku... " Clara melihat daftar menu makanan yang semuanya berisi nama - nama asing yang tidak ia mengerti. "Saya pesan menu yang sama seperti yang tuan Lucas pesan." Ucapnya kemudian.
Lucas mengangkat sebelah alis, "Kau yakin Clara?"
Clara mengangguk, "Ya."
Sudut bibir Lucas tertarik. Meski tak kentara, Clara tahu bahwa lelaki ini barusan tersenyum. Entah kenapa senyuman itu terasa.... Janggal.
"Baiklah." Lucas menoleh ke arah pelayan dan memberitahu apa saja menu yang akan ia pesan. Setelah pelayan itu pergi, antensi Lucas kembali kepada Clara, "Ku harap kau tidak menyesal akan menu pilihan ku, Clara." Gumam Lucas.
Dan kali ini, Clara merasa harus mengganti menu pilihannya.
"Tunggu!" tiba - tiba Clara berseru. Membuat sosok yang merasa dipanggil menghentikan langkah dan menoleh. Pelayan yang pergi belum jauh itu berbalik, "Ya nona, ada yang bisa saya bantu?"
"Saya ingin mengganti minumannya." Clara melirik Lucas, "Apapun itu yang penting tak beralkohol." Pinta Clara. Ia berfirasat bahwa Lucas pasti memesan minuman yang aneh - aneh, semacam minuman memabukkan mungkin.
Sementara itu Lucas tertawa mendengarnya. Clara benar - benar waspada. Dan ya, firasat Clara benar. Lucas tadi memesan minuman beralkohol jenis gin. Seseorang yang baru pertama kali mencobanya pasti akan merasakan keanehan pada rasanya dan tentu saja bisa membuat mabuk.
"Nona Clara Abigail benar-benar pintar ya." Gumam Lucas dan Clara hanya mendengkus menanggapi perkataannya.
***
"Nah Clara, sembari menunggu makanan tiba mari kita berbincang." Seru Lucas memecah keheningan.
"Ide bagus." Clara menanggapi, ia menegakkan tubuh, bersikap formal, "Mari kita berbincang, kapan anda akan tanda tangan dokumen ini, tuan Jack Lucas?"
"Ya setelah makan malam donk."
"Kalau begitu tidak ada yang perlu diperbincangkan lagi."
"Ohh, tentu saja masih banyak yang harus diperbincangkan." Lucas tak menyerah. Ia sama sekali tak terganggu dengan sikap cuek Clara.
"Saya tak punya topik untuk berbincang."
"Kalau aku punya." Lucas menyandarkan punggungnya ke kursi, "Buka jas mu!"
Hah?
Maksudnya?
Clara mengernyit tak mengerti. Apa maksud pria itu menyuruhnya membuka jas?
"Ahh... Kau tidak gerah dengan jas itu? Ini makan malam kita berdua. Jangan terlalu formal begitu donk. Dan kau juga bisa bicara santai pada ku."
Clara terdiam sejenak memikirkan apa yang Lucas katakan. Alasan pria itu ada benarnya juga. Seharusnya ia tidak memakai pakaian yang terlalu resmi.
Oke. Ia turuti.
Clara melepaskan jas hitamnya kemudian ia selampirkan di pegangan kursi yang ia duduki.
Lucas tampak puas melihat hal itu. "Nah, kalau begini kan kita seperti couple."
Hah?? Clara tertegun. Matanya melebar, ia baru menyadari akan kesamaan pakaian mereka. Sama - sama kemeja putih.
S*alan.
***
Hidangan tiba. Clara tak tahu apa nama makanan - makanan ini, tetapi yang jelas, dari teksturnya makanan - makanan ini tampak lezat. Ia tak sabar untuk mencicipi makanan mahal. Tanpa disuruh, Clara segera menyantap makanan itu. Dia ingin segera menghabiskannya dan segera mendapat tanda tangan pria ini.
Lucas memperhatikan dalam diam, sudut bibirnya terangkat menyadari bahwa Clara makan dengan cepatnya. Wanita ini benar-benar tidak ingin berdekatan dengannya, eh?
"Jika ingin tambah, kau bisa memesannya lagi."
"Tidak." Jawab Clara. Ia meletakkan garpu dan sendoknya, minum kemudian menyeka mulutnya dengan tisu. "Saya sudah selesai tuan Lucas. Bisakah anda tanda tangan'i dokumen ini?"
Alis Lucas terangkat. Menyandarkan punggungnya, ia bersendekap, "Kalau aku bilang tidak, bagaimana?"
Clara hendak membuka suaranya untuk mengumpat tetapi dia urungkan. Sadar, bahwa pria di depannya ini memang suka main-main. Akhirnya dia hanya menghela nafas sabar, "Saya sudah memenuhi janji dan Tuan Lucas yang terhormat, anda juga harus memenuhi janji."
"Bisakah kau bicara non formal padaku? Rasanya aneh kau memanggil ku, anda... saya.. tuan." Lucas mendekat, menjorokkan tubuhnya, kedua tangannya menyatu di atas meja, "Padahal kita kan sudah dekat, kita pernah ber-ci-u-man." Ujarnya sembari tersenyum tanpa dosa.
****
Part terpanjang. Dua part jadi satu ????