Lucas berdiri menyandarkan tubuhnya di pintu luar resto, sebelah tangannya merogoh saku celananya mengambil sebatang rokok kemudian ia apitkan ke bibirnya sementara tangan yang lain menyalakan pematik ikan kod. Hembusan asap keluar saat dia menghisap rokok tersebut kemudian menariknya. Sudut bibirnya terangkat melihat punggung wanita yang berlalu meninggalkannya.
"Sayang sekali." Gumam Lucas. Ia tadi mengikuti Clara keluar dari resto memastikan bahwa perempuan itu mendapat taxi. Clara mati – matian menolak niat baiknya untuk mengantar wanita itu pulang ke kediamannya.
Gadis itu..... benar – benar menarik.
Sayang sekali dirinya perlu mempertimbangkan ulang Clara untuk masuk ke dalam daftar korbannya. Lucas menatap hampa, menikmati rokoknya sejenak sebelum kemudian mengaktifkan gawainya. Tersenyum miring ketika beberapa pesan serta panggilan tak terjawab masuk.
Vionna.
Lucas membalas pesan tersebut. Menjatuhkan rokoknya kemudian mematikan apinya dengan sepatu pantofel hitamnya. Lucas melangkah pergi menuju tempat yang dijanjikan.
***
Clara menghela nafas lega begitu memasuki taxi. Ia mengelap peluhnya yang tak terasa muncul begitu saja.
Lucas benar – benar menakutkan.
Bagaimana seseorang bisa begitu cepat mengubah ekspresinya. Dan ketika tatapan dingin nan tajam Lucas menghujamnya, dirinya yang mencoba tenang perlahan mulai goyah. Dia merinding. Lucas memang bukan pria yang bisa diprediksi. Dia tidak bisa meraba bagaimana pria itu sesungguhnya.
Ya, meski ia tak pernah berinteraksi dengan lawan jenis secara intens sebelumnya kecuali dengan Andrew, namun sebagai perempuan dewasa dirinya juga mengerti mengenai jenis - jenis laki - laki di dunia. Seperti apa laki - laki yang dominan, angkuh, sombong, manly, playboy, baik hati, perayu ulung, penyabar dan sebagainya.
Tetapi ketika dia menghadapi sendiri lelaki yang masuk kategori playboy berbahaya seperti Lucas, ia tak bisa meraba karakter sepenuhnya pria itu.
Dia pikir Lucas adalah pria tengil, agresif, d*ominan aktif, playboy yang menjerat wanita dengan pesona dan sikap ramahnya. Namun lebih dari itu Lucas seolah punya hal lain, banyak sisi lain untuk memerangkap lawannya.
Clara bergidik.
Apakah pria – pria kalangan atas dan playboy seperti itu?
Hah. Clara menggeleng. Tidak mau memikirkan.
Dia tidak mau lagi berurusan dengannya, semoga saja pria itu tak mengganggunya lagi dan semoga Lucas cepat bosan kepada Vionna lalu berhenti berhubungan dengannya agar tidak mengganggu rumah tangga Andrew dan Vionna lagi.
Andrew terlalu baik untuk mendapat kepahitan ini.
Ohh Andrew.... bagaimana keadaannya sekarang?
Clara termenung menatap ke luar jendela. Kerlap - kerlip lampu jalanan dan hingar bingar kota menjadi pemandangan kelam di malam ini. Dan ketika taxi berhenti di lampu merah, ponsel Clara bergetar. Sebuah nama yang tak asing muncul di layar handphonenya.
Ny. Jennifer Rixton. Ibu Andrew, sekaligus ibu angkat Clara.
"Halo." Sapa Clara begitu dia menekan tombol hijau yang tertera di ponselnya.
****
Suara berdentam musik dan kerlap - kerlip lampu disco seketika menyorot inderanya. Clara mengerutkan kening tak nyaman. Rasanya seperti dirinya mengulang waktu. Pakaian yang sama, tempat yang sama dan kasus yang sama.
Ini kali kedua dirinya menginjakkan kaki di tempat ini.
"Andrew, kau dimana?" Clara memperbesar volume suaranya akibat dentuman musik terasa memekakkan telinga. Ia sedikit membungkuk, menutupi telinga dan berjalan di pojok menghindari kerumunan untuk mendengar lebih jelas jawaban orang yang ia telpon, "Oke, aku ke sana." Jawab Clara. Ia menutup panggilan teleponnya kemudian berjalan menuju lorong – lorong panjang lalu ketika dia menemukan pintu bertuliskan nomor 112, Clara membuka pintu tersebut dan menemukan Andrew yang duduk di sana.
"Masuklah Clara!" Seru Andrew. Pria itu menenggak gelas kotak berisi cairan berwarna kuning kecokelatan dengan bongkahan es batu di dalamnya. Clara mengernyit,
"Kau minum lagi, Andrew?"
Andrew sejenak melihat gelas minumannya lalu menggeleng, "Tidak, ini hanya teh Clara." Dia tersenyum, "Hampir saja, tapi aku teringat ancaman mu jika aku minum lagi. Hahaha." Andrew tertawa sebelum kemudian menghela nafas, "Ibu menelepon mu lagi?"
Clara mengangguk, "Tapi tidak mencari mu. Bibi bilang tiga hari lagi peresmian gedung baru, aku disuruh datang dan membujukmu untuk datang juga~," Jeda sejenak Clara menatap Andrew hati – hati, "Bersama Vionna."
Andrew terdiam, hanya tersenyum masam. Ibunya memang selalu menanyakan keberadaan Vionna. Sudah dua bulan lebih mereka tidak terlihat bersama dan mengunjungi mertuanya. Dia lalu menatap Clara, menelusuri penampilan wanita itu yang masih mengenakan baju formal. Dia memandang dengan rasa bersalah,
"Kau baru pulang lembur ya? Pasti lelah. Maafkan aku sudah membuat mu datang ke sini. Dan terimakasih mau menemani ku malam ini, Clara."
Clara tidak mengatakan apapun. Selain sebenarnya dia tidak lembur, dan selesai Nyonya Rixton meneleponnya, Clara langsung menghubungi Andrew dan laki - laki itu meminta Clara untuk bertemu di sini.
Mana mungkin dia menolak permintaan Andrew. Selain itu, Clara bisa menebak jika Andrew sedang tidak baik – baik saja.
"Tidak ada tempat lain." Seru Andrew seolah tahu apa arti tatapan Clara padanya, "Aku tidak tahu tempat lain yang bisa ku datangi untuk menghilangkan kepenatan." Andrew menatap Clara seolah berkata tolong maklumi aku!
Minum adalah peralihan bagi hati dan pikirannya yang kalut. Tidak menyembuhkan, hanya meredakan untuk sementara waktu. Andrew bukanlah peminum, dia juga bukanlah lelaki dunia malam yang sering mengunjungi club – club atau bar untuk bersenang – senang. Namun untuk kali ini, alkohol lah yang bisa menenangkannya. Menenangkannya dari kecurigaan, kekecewaan, kekhawatiran, kesedihan, ketakutan dan rasa sakit hati. Dan fakta yang baru ia dapat benar - benar membuatnya nelangsa.
"Kemarin aku bertengkar lagi dengan Vionna." Andrew meringis, "Dia marah pada ku karena aku mengirim seseorang untuk mengawasinya."
"Dan hari ini, aku baru tahu sesuatu." Andrew meraih botol wine, menimang - nimang untuk membukanya.
"Vionna terpaksa menikah dengan ku."
Clara menoleh, matanya melebar menatap Andrew terkejut.
Andrew tersenyum miris, "Ternyata selama ini dia tidak benar – benar mencintai ku. Ternyata dia menikah dengan ku karena terpaksa." Andrew meremat gelasnya,
"Aku baru tahu Clara, aku baru tahu."
Clara menggeleng, "Tidak, itu tak mungkin." Clara masih ingat jelas bagaimana mesranya mereka ketika pertunangan, awal pernikahan, dan hari – hari yang mereka lalui dulu. Seperti halnya pasangan sempurna hingga membuat semua orang iri.
"Kau tahu darimana Andrew?"
"Dia mengatakannya sendiri." Andrew berkata lirih menceritakan semua yang ingin ia ungkapan, "Dia tidak pernah mencintai ku. Hatinya hanya untuk mantan kekasihnya."
Lucas?
Batin Clara.
Andrew tersenyum miris, "Aku tidak tahu bahwa selama ini dia berpura - pura. Dan aku tak menyadari bahwa selama ini dia sedih. Tertekan berada bersama ku." Andrew pada akhirnya membuka botol wine lalu menenggak minumannya. Clara tak bisa menghalangi.
"Jika saja aku tahu bahwa dia mencintai orang lain, aku tak akan membiarkan ia terpaksa menikahi ku.
Dan sekarang aku sudah terlanjur mencintainya."
Andrew meneguk minumannya lagi.
"Aku mencintainya. Tapi hari ini aku membiarkannya pergi~" Andrew tersenyum ironi, "Malam ini dia pasti menemui kekasihnya. Aku tahu, tapi aku tak bisa mencegahnya."
Lucas.
Seketika memory Clara kembali pada saat makan malam tadi. Lucas mengatakan ada janji temu lain. Dan ternyata janji itu adalah dengan Vionna. Mereka berdua bertemu, malam - malam.
"Aku takut menyakiti hatinya." Andrew menunduk lalu terkekeh, "Aku benar - benar bodoh."
Ya, kau bodoh Andrew. Benar - benar bodoh.
Bisik Clara dalam hati.
"Aku takut menyakiti hatinya tapi hati ku sendiri sakit." Andrew kembali minum, "Mendengar rumor bahwa istri ku berselingkuh itu menyakitkan. Mengetahui fakta bahwa istri ku bertemu pria lain aku benar - benar cemburu."
Clara meremat kedua tangannya mendengar ungkapan isi hati Andrew.
"Dan sekarang mengetahui bahwa Vionna terpaksa menikah dengan ku dan masih memikirkan mantan kekasihnya membuat ku hancur. Aku tidak terima. Aku~."
"Kalau begitu tinggalkan Vionna!" Potong Clara tiba - tiba. Dia sudah tidak bisa menahan lagi. Melihat dan mendengar Andrew bicara tentang Vionna, terpuruk karenanya benar - benar membuatnya emosi.
"Tinggalkan dia, Andrew! Dia tidak setia. Dia selalu menyakiti mu, dia tak pantas untuk mu. Lebih baik tinggalkan dia!"
Sejenak Andrew terpaku ketika Clara tiba - tiba menjadi emosional. Lalu kemudian ia menunduk. Menggeleng penuh ironi, "Jika saja aku bisa. Tapi aku tak bisa meninggalkan Vionna."
"Tapi dia sudah berselingkuh."
Andrew tersenyum kecut, "Ya, aku tahu. Tapi aku tak ingin Vionna pergi dari ku."
"Bodoh." Clara menggeleng tak habis pikir, "Kau benar - benar bodoh, Andrew. Kau bodoh, bodoh, bodoh."
"Dia berselingkuh, dia jelas - jelas tidak melupakan mantan kekasihnya dan berhubungan dengannya. Dia jelas - jelas menyakiti mu, tidak menghargai mu. Tapi kau masih masih mempertahankannya? Kau ini bodoh, i***t dan t***l Andrew. Kenapa kau sebegininya?" Clara gregetan. Matanya berkaca - kaca penuh emosi. Kenapa Andrew begitu bodohnya hanya gara - gara perempuan tak setia seperti Vionna.
"Ya, aku tahu aku memang bodoh." Andrew tak membantah. Ia lalu menatap Clara lemah, "Itu karena aku mencintainya. Kau tidak tahu bagaimana rasanya terlanjur mencintai seseorang, Clara."
Clara diam. Sakit hati yang kini ia rasakan.
'Aku tahu bagaimana rasanya. Aku sangat tahu Andrew, bagaimana rasanya terlanjur jatuh cinta.' Bisik Clara lirih. Tanpa sadar ia meremat dadanya, air matanya menetes.
Melihat Andrew terpuruk seperti ini, sedih seperti ini, tersiksa seperti ini membuat hatinya juga ikut merasakannya. Namun yang lebih membuatnya nelangsa ialah pernyataan Andrew tadi.
Cinta itu seperti apa?
Kau tidak bisa mendrepkripsikannya. Tapi kau bisa merasakannya.
Kau tak bisa menunjukkannya.
Tapi kau merasakannya.
Kau tak bisa memilikinya.
Tak kau merasakannya.
Dia tak bisa mengetahuinya.
Tapi kau merasakannya.
Dia tak bisa meraba perasaan mu.
Tapi kau melakukan hal agar perasaannya bahagia.
Clara meringis perih, lalu menatap Andrew sedih.
"Kau sangat mencintainya ya?"
Tak perlu jawaban dari Andrew untuk mengetahuinya, karena Clara jelas – jelas tahu, bahwa Andrew memang benar – benar mencintai Vionna. Jika Andrew sudah jatuh cinta, ia tidak akan bisa memaksakan cinta itu. Sama seperti dirinya.
Seandainya hatimu untukku.
****
Pintu itu terbanting, dua orang berlainan jenis saling berpelukan, suara cecapan bibir terdengar memenuhi ruangan.
Vionna melepas jas Lucas, merangkulkan lengannya ke leher Lucas. Bibir mereka masih saling menaut.
"Aku merindukan mu, Lucas."
Sementara itu, di sela - sela ciumannya, mata Lucas yang tadinya terpejam kini terbuka masih dengan ciumannya. Namun arti mata itu menyiratkan hal lain.
Seandainya kau tak menghianati ku.
***