85. Berpisah untuk Bersatu

2103 Kata

“Enggak usah senyum-senyum terus gitu, Mam!” Lama-lama aku malu juga karena Imam sejak tadi terus senyum-senyum padaku. Aku menjelaskan sedikit, dia tersenyum. Aku memberi arahan, dia juga tersenyum. Terus seperti itu sampai aku hampir kesal. Sudah pasti, senyumnya itu penuh ledekan. Namun, aku bisa maklum kenapa dia begitu. “Mbak Mila …” “Apa?” balasku dengan nada galak. “Mau ngeledek, kamu?” “Enggak, kok, enggak.” “Terus?” “Jujur aja, ya. Aku tuh curiga kalau Pak Rivan ada apa-apa sama Mbak Mila udah sejak hari pertama kita masuk kerja.” “Lho, iya? Kenapa gitu?” “Kan jelas-jelas pagi itu Mbak diminta tinggal di ruangan. Aku sama Mbak Nafi disuruh pergi.” “Lho! Tapi kan saat itu Pak Rivan bilang mau bahas iklan. Alasannya jelas, kan? Kenapa kamu sampai curiga? Kecuali kalau dia

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN