Aku mengangguk berulang kali. Air mataku kini sudah mengucur deras, tetapi bibirku terus menyunggingkan senyum. Aku masih saja tak menyangka kalau Mas Rivan akan melakukan hal semacam ini. Jika dia merasa ini tidak romantis, maka bagiku ini sungguh romantis. Memang, aku pernah membayangkan dilamar saat makan malam mewah atau saat naik kapal. Namun, itu dulu. Saat ekspektasiku sedang tinggi-tingginya. Kini, ekspektasiku sudah sangat rendah. Aku tidak lagi berharap apa pun dari Mas Rivan soal lamaran pribadi seperti ini. Dia mau menerimaku saja, aku sudah sangat bahagia. Dan ternyata, dia masih ingin melamarku— meski dengan cara yang tak biasa. Aku sungguh tersentuh kali ini. “Kamu mau ngangguk aja? Enggak mau jawab?” “A-aku enggak mikir s-sama sekali bakal ada lamaran k-kaya gini, M-mas