“Yang pasti-pasti aja, katanya? Siapa yang pasti? Orang enggak ada!” Aku yang baru saja bangun, akhirnya menarik selimut lagi. Aneh sekali. Begitu membuka mata, kalimat Mas Rivan-lah yang pertama kali kuingat. Jujur, aku tidak mengerti kalimatnya semalam. Dia sendiri tahu bagaimana aku masih berjuang melawan traumaku soal laki-laki. Lalu dia bilang yang pasti-pasti saja? Siapa? Dirinya sendiri? Mustahil. Dia justru paling tidak pasti dari semua pilihan yang ada. Mas Sandy? Dia juga masih jauh dari jangkauan. Mas Nugra? Jelas kami hanya teman. Imam? Apalagi! Anak itu sudah seperti adik bagiku. Memang Mas Rivan ini aneh! Dia seringkali bicara hal yang tak mudah kupahami. Bukan secara harfiah, melainkan makna luasnya. Kalimat ambigunya seringkali membuatku bertanya-tanya mana arti yang