Mas Rivan masih terlihat sangat tak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan. Aku sudah menduga ini, jadi kubiarkan dia tetap kaget untuk sementara waktu. Sejujurnya, aku agak menyesal mengakui ini, tetapi di saat yang sama aku merasa sangat lega. Mungkin karena dia adalah orang keempat yang kuberi tahu soal ini setelah Akmal, Syifa, dan Nafi. Ada rasa malu, tetapi ada rasa tenang. Perihal respon Mas Rivan setelah ini, aku pasrah saja. Setiap orang bebas dalam menilai sesuatu. “Kenapa kamu bisa sampai kenal orang macam begitu, Mil?” akhirnya Mas Rivan kembali bersuara. Wajahnya masih saja menatapku tak habis pikir. Bahkan andai dia meledekku, aku siap menerima ledekannya. “Ya mana saya tahu, Pak. Dia itu berperan jadi ‘cowok’, bukan ‘cewek’. Soalnya saya lihat selingkuhannya yang ag