“Posenya ganti, dong, Pak! Jangan angkat jempol gitu terus. Gayanya bapak-bapak banget!” aku maju dan menurunkan tangan Mas Rivan yang setara dengan dadanya. “Berdiri santai aja. Tangannya diginiin. Nah, gini! Bagus!” Aku mundur, kemudian kembali memotret. Senyumku merekah saat melihat hasilnya jauh lebih bagus daripada yang tadi. “Ganteng banget jadi orang— eh, sadar, Mil, sadar!” aku langsung memukul bibirku berulang kali. Untungnya, Mas Rivan tak menyadarinya. Dia masih berdiri di posisinya. “Lagi, ya, Pak—” “Cukup. Sekarang giliran kamu. Biar saya yang fotoin.” Mas Rivan menghampiriku dan mengambil ponsel yang masih kugenggam. “Pakai ini, Pak.” Saat aku hendak menyerahkan ponselku, dia menolak. “Pakai punya saya saja. Nanti saya kirim.” “Ya udah, oke.” Untuk sesaat, gantian aku