Selama perjalanan mereka di dalam bus, tidak ada satu pun di antara mereka yang mau membuka suara terlebih dahulu. Masing - masing hanya memandang samar ke manapun mereka bisa melihat kecuali diri mereka satu sama lain. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai di tempat pemberhentian bus dekat sekolah mereka adalah lima belas menit dengan empat pemberhentian bus yang harus mereka lewati. Adelia mendongak seraya mendengus pasrah membayangkan akan sepenuh apa bus ini nantinya.
Tiga menit kemudian, bus berhenti di tempat pemberhentian selanjutnya. Adelia dan Rangga yang sudah berada di pintu cepat - cepat menyingkir ke sisi dan berpegangan agar mereka tidak terjatuh ataupun terdorong oleh penumpang lainnya yang hendak keluar dan yang baru melangkah masuk. Sayangnya, perbandingan antara penumpang yang naik dan turun tidak seimbang. Lebih banyak penumpang yang naik dibandingkan penumpang yang turun. Hal itu lah yang membuat suasana di dalam bus semakin sesak. Tidak ada semenit, pintu bus sudah menutup dan melanjutkan perjalanannya. Kali ini baik Rangga maupun Adelia tidak dapat melihat satu sama lain karena banyaknya penumpang yang juga berdesakan di antara mereka. Dengan perasaan canggung, mereka merasa lebih lega sekaligus ada sedikit rasa sedih yang terasa.
Siapa yang menyangka jika semakin banyak penumpang hingga harus berdesak - desakan, maka akan semakin kecil kemungkinan mereka akan terguncang - guncang karena tekanan mereka satu sama lain yang hampir tidak ada ruang disana. Tetapi itu tidak berlaku pada orang yang memilih untuk berada di pojok dan bersandar pada badan bus. Kepala mereka terantuk - antuk karena adanya ruang untuk kepala mereka bergerak. Seperti yang dialami oleh Adelia. Ia sedikit menyesal karena meletakkan tasnya di depan dadanya sehingga kepalanya bersandar langsung pada badan bus dan membuatnya terantuk - antuk seiring dengan gerakan bus yang melaju dan mengerem sesuka hati. Hal ini tidak akan terjadi jika ia meletakkan tasnya di pundaknya, tetapi seperti ini pun bagus karena mencegah dadanya untuk langsung bersentuhan dengan tubuh orang lain yang berdesakan dengannya.
Mereka tetap seperti itu untuk beberapa menit ke depan sampai bus berhenti di tempat pemberhentian selanjutnya. Rangga berusaha bergerak di antara desakan namun gagal. Sebab, tekanan dari orang - orang lain padanya lebih kuat daripada berontakannya. Pada akhirnya ia hanya pasrah saja berdiri dengan posisi tidak nyaman itu. Rangga tidak benar - benar di pojok karena beberapa saat sebelum pintu bus tersebut tertutup, Rangga terdorong orang - orang yang masuk hingga ia menjauh beberapa langkah dari pegangannya. Oleh karena itu, posisinya sekarang sangat tidak nyaman. Selain karena berdesak - desakan, pijakannya pun tidak seimbang karena ia sedikit berjinjit agar ia dapat menjangkau tiang pegangannya sebelumnya. Sebenarnya, bisa saja ia berpegangan ataupun bersandar pada pintu bus. Tetapi hal itu tidak diperbolehkan dengan alasan keamanan. Sehingga, mau tidak mau Rangga harus bertahan hingga tempat pemberhentian bus selanjutnya agar ia bisa mengubah posisinya saat bus mulai renggang karena penumpang yang turun.
Perjalanan selama empat menit itu terasa begitu lama saat ini. Baik Adelia maupun Rangga sudah sama - sama tidak sabar untuk segera keluar. Tetapi masih ada tiga pemberhentian bus lagi yang harus mereka lewati. Membayangkan satu menit yang terasa seperti satu jam ini, mereka benar - benar pasrah, memikirkan masih ada lebih dari dua tempat pemberhentian bus lagi.
Saat - saat yang mereka tunggu pun tiba. Bus mulai mengerem tanda ia sudah dekat dengan pemberhentian bus selanjutnya. Beberapa saat kemudian bus berhenti dan pintu terbuka. Tidak diduga, banyak orang yang turun di pemberhentian bus ini. Orang - orang yang turun kebanyakan dari mereka yang berdiri di bagian tengah, sehingga Rangga terus terdorong mendekat pada Adelia karena desakan memberi jalan pada mereka yang mau turun. Rangga terus tergeser ke sisi, hingga akhirnya ia benar - benar berada di hadapan Adelia. Lagi - lagi mata mereka bertemu.
Tidak butuh waktu lama setelah orang - orang turun dan beberapa orang naik, pintu bus pun tertutup. Rangga meletakan kedua satu tangannya pada badan bus yang berada tepat di belakang Adelia untuk menahan tubuhnya agar tidak semakin mendekat pada Adelia karena desakan dari penumpang lainnya.
Adelia tidak menyangka mereka akan mengalami hal seperti ini lagi di dalam bus. Ia sudah cukup malu hingga tidak berani untuk berpapasan ataupun bertemu dengan Rangga setelah insiden di dalam bus sebelumnya. Dan kemarin keinginannya untuk tidak berpapasan dengan Rangga semakin meningkat karena Rangga telah melihatnya disaat Adelia sedang berada pada titik rendah dirinya. Ia merasa semesta sangat membencinya. Apa yang ia harapkan dan inginkan, selalu diberikan jawaban yang sebaliknya, seperti yang sedang terjadi padanya hari ini. Adelia benar - benar tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Tatapan Rangga yang sama terkejutnya dengan dirinya terasa begitu menghipnotis dirinya untuk terus menatap manik itu.
Adelia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Situasi seperti ini membuatnya gugup dua kali lipat dari sebelumnya. Pasalnya, untuk saat ini mereka harus mempertahankan posisi mereka terus seperti itu untuk beberapa menit ke depan. Rangga yang merasa canggung dengan posisi dirinya, mencoba untuk berdiri tegak dan tidak menahan beban dirinya dengan tangannya. Baru beberapa detik ia melepaskan tangannya dari badan bus, tubuhnya terdorong maju nyaris meniban Adelia. Dengan sigap, ia kembali menahan tubuhnya dengan tangannya berada di samping kepala Adelia, berpegang pada badan bus.
Untuk menutupi rasa malunya, Adelia mengangkat sedikit tasnya agar bibir dan hidungnya tertutup dan hanya matanya yang terlihat. Ternyata memang ada untungnya meletakkan tasnya di depan d**a dan bukannya di punggungnya. Ia tidak bisa membayangkan akan sedekat apa dirinya dengan Rangga jika tasnya ia letakkan pada punggungnya.
Adelia dan Rangga sama - sama berpikiran jika waktu saat ini terasa begitu lambat. Lebih lambat dari sebelumnya. Mereka sudah tidak tahu harus bagaimana untuk menghapus kecanggungan ini. Baik Adelia maupun Rangga sama - sama sudah mencoba untuk melihat ke arah lain, namun, tetap berujung pada mereka menatap satu sama lain. Lucunya, tiap kali mata mereka bertemu, mereka sama - sama terkejut dan berakhir dengan tersenyum canggung satu sama lain untuk kemudian mencoba menatap ke arah lain lagi.
“Ah sial, aku tidak sanggup untuk menatapnya.” , batin Adelia untuk pertama kalinya dalam bulan ini ia mengumpat.
Adelia selalu diajarkan kelembutan dan kasih sayang oleh kedua orangtuanya. Mengumpat adalah hal yang sangat jarang terjadi, sebab, baik ibu ataupun ayahnya tidak pernah mengajarinya sesuatu seperti itu. Hal itu ia pelajari dari lingkungan sekolahnya yang mengumpat sudah menjadi hal biasa. Biasanya Adelia mengumpat hanya pada situasi - situasi dimana dirinya pada situasi yang membuatnya tidak nyaman seperti saat guru sedang memilih siswa - siswi untuk maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal yang tertulis di papan tulis. Biasanya, Adelia akan berpura - pura sibuk agar ia tidak dipanggil namun pada akhirnya tetap akan dipanggil. Di saat itulah Adelia akan mengumpat.
Kembali pada situasi di dalam bus, kepala Adelia kembali terantuk - antuk saat bus melaju. Tentu, Adelia berusaha keras untuk kepalanya tidak terbentur. Tetapi ada sewaktu - waktu, bus yang mereka naiki akan melaju dengan kecepatan lebih tinggi dan kemudian mengerem. Saat itulah kepala Adelia terbawa ke depan dan kemudian akan terhantam ke belakang hingga membentur badan bus dengan cukup keras. Hal itu terus terjadi beberapa kali. Untuk menahan rasa kesal dan rasa sakitnya, Adelia hanya akan menutup matanya dan menarik nafas dalam - dalam.
Rangga yang ada di hadapannya tentu melihat hal itu. Dalam hatinya ada dorongan untuk menolong Adelia yang terlihat begitu tidak nyaman dengan tempatnya berdiri saat ini. Ia pun berinisiatif untuk menjadikan tangannya bantalan kepala Adelia agar tidak sakit tiap kali kepalanya terbentur karena pergerakan bus.
Saat kepala Adelia tidak bersandar pada badan bus, saat itulah kesempatan Rangga. Perlahan ia menggeser dan memutar telapak tangannya hingga telapak tangannya benar - benar berada di belakang kepala Adelia. Hal itu pun terjadi. Bus yang melaju dengan lebih cepat, kini tiba - tiba kembali mengerem yang mengakibatkan kepala Adelia terbentur. Adelia memejamkan matanya bersiap untuk benturan itu, namun, ia terkejut begitu ia tidak merasakan sakit seperti sebelumnya. Kali ini terasa empuk. Ia pun membuka mata dan terkejut begitu mengetahui bantalan di belakang kepalanya adalah telapak tangan Rangga.
Adelia menatap tangan Rangga di sampingnya dan menyusurinya dengan tatapan matanya hingga berakhir ke wajah Rangga. Dilihatnya Rangga bersikap seperti ia tidak tahu menahu soal apa yang ia lakukan dan tidak ingin menjelaskannya juga pada Adelia. Rangga mengalihkan perhatiannya melihat ke arah lain saat merasakan Adelia masih menatapnya dengan tatapan ‘apa yang kau lakukan?’
Melihat Rangga yang tidak ingin ditanya mengenai hal itu, Adelia pasrah saja dengan yang dilakukan oleh Rangga. Walaupun sebenarnya Adelia merona karena perhatian Rangga pada hal kecil. Ia tidak menyangka akan ada orang lain yang peduli dengan hal - hal kecil seperti ini padanya. Memikirkan hal itu membuat kupu - kupu dalam perutnya beterbangan. Bahkan, ada perasaan ingin menyandarkan tangannya pada tangan Rangga tetapi ia tidak ingin membebani Rangga dengan hal itu. Oleh karena itu, Adelia pun bersikap seperti tidak terjadi apa - apa.
Akhirnya setelah empat menit yang terasa begitu lama berlalu, bus yang mereka naiki kembali berhenti di pemberhentian selanjutnya. Mereka bernafas lega karena pada akhirnya bisa lepas dari posisi seperti ini, terutama Rangga yang mulai merasakan pegal di tangannya. Namun, yang terjadi tidak seperti harapan mereka sama sekali. Saat pintu bus terbuka, tidak ada penumpang yang turun dan hanya ada penumpang yang naik. Hal itu membuat mereka semakin terdesak untuk mendekat. Untuk menahan semua desakan yang datang, Rangga menggunakan tangan satunya lagi untuk berpegangan pada badan bus dengan mengunci Adelia di tengahnya. Adelia merasa semakin mengecil. Rangga terlihat begitu besar dengan posisi seperti itu.
Mata mereka bertemu dan menatap satu sama lain mencari pertolongan. Pintu bus tertutup dan mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk membunuh waktu lima menit ke depan hingga bus kembali berhenti pada pemberhentian selanjutnya. Adelia tidak tahu harus menatap kemana karena sekelilingnya hanya ada Rangga. Tangan Rangga, d**a Rangga, kepala Rangga, dan kaki Rangga.