Sebuah mobil sedan mewah berhenti di depan sebuah portal yang menjadi gerbang awal untuk masuk ke dalam sebuah gedung tinggi di baliknya. Ayah Dira melongo untuk melihat plat mobil tersebut dari lubang kaca kecil yang ada pada jendela tempatnya bekerja. Ayah Dira langsung tersenyum begitu melihat siapa yang duduk di kursi kemudi. Segera ia menekan sebuah tombol yang dengan otomatis akan mengangkat portal penghalang. Portal tersebut digunakan untuk menghentikan kendaraan - kendaraan yang akan masuk, agar dilakukan beberapa pemeriksaan awal olehnya.
“Selamat pagi, mba Olivia.” , sapa ayah Dira yang langsung keluar dari kotak persegi panjang tempatnya bekerja.
Orang yang di dalam mobil tersebut memajukan mobilnya beberapa meter sampai ia sejajar dengan ayah Dira, lalu membuka kaca samping mobilnya, “Pagi juga, pak Wisnu.” , balasnya dengan senyum ramah.
Orang tersebut adalah seorang wanita berusia tiga puluh tahunan. Ia nampak begitu segar dengan riasan wajah yang tidak begitu mencolok pada matanya namun merah merona pada bibirnya, sama seperti warna baju yang tengah dikenakannya. Warna merah pada bibirnya membuat gigi - giginya yang berjajar rapi nampak begitu putih berkilau saat tersenyum. Semua itu nampak begitu cocok dengan dirinya yang berkulit putih, disebabkan dirinya yang merupakan keturunan Cina dari ayahnya.
“Apa bekas lipstik yang menempel pada baju pak Wisnu karena kejadian kemarin jadi masalah dengan istri pak Wisnu?” , tanya wanita tersebut dengan raut wajah khawatir.
Kejadian yang wanita tersebut maksud adalah saat kemarin malam ayah Dira yang hendak mengantarkan sebuah paket ke ruangan direktur perusahaan, tidak sengaja bertabrakan dengan Olivia yang sedang buru - buru keluar dari lift seraya memeriksa isi tasnya. Lantas hal itu membuatnya tidak sengaja menabrak ayah Dira yang baru hendak masuk ke dalam lift.
Sama seperti kejadian aroma parfum yang tercium dari pakaian ayah Dira, itu merupakan tindakan yang tidak disengaja juga. Saat itu salah seorang tamu yang datang, meminta bantuan ayah Dira untuk memarkirkan mobilnya. Memang saat itu parkiran sedang ramai dan cukup sulit untuk memarkir mobil di tengah mobil - mobil yang berjejer rapi. Tentu ayah Dira tidak bisa menolak permintaan itu, sebab sudah menjadi salah satu tugasnya juga untuk membantu pegawai maupun pengunjung yang datang. Saat ia sudah duduk di kursi kemudi, wanita berusia dua puluhan yang meminta bantuan itu menyempatkan diri untuk memeriksa riasan dan juga menyemprotkan parfum ke tubuhnya beberapa kali, sementara ayah Dira dengan lihai dan hati - hati mencoba untuk memarkirkan mobil ini.
Aroma menyegarkan tercium dari tiap semprotan yang keluar dari botol parfum kaca tersebut, menyeruak ke seluruh bagian dalam mobil terutama pada bagian kursi depan. Tak ayal, hal itu membuat aroma parfum tersebut juga menempel pada baju ayah Dira yang tetap di tempatnya. Jika dilihat dari desain botol parfum yang dikenakan wanita tadi, sudah bisa ditebak itu adalah salah satu parfum merek ternama yang tentunya memiliki keunggulan yaitu salah satunya adalah aroma yang begitu tahan lama. Itu sebabnya aroma parfum tersebut terbawa sampai ayah Dira pulang dan tercium juga oleh istrinya.
Ayah Dira yang sudah terlalu lelah malam itu tidak ingin berbicara panjang lebar menjelaskan pada istrinya. Sama seperti wanita lainnya yang tidak akan diam sebelum mendapatkan penjelasan yang dapat mereka terima, hal itu membuat persoalan aroma parfum terus berlanjut hingga keesokan paginya. Untungnya penjelasan darinya pada waktu itu bisa diterima oleh istrinya, namun kejadian pagi tadi benar - benar di luar kendali. Itu sebabnya keributan seheboh tadi tidak dapat terhindarkan.
Kembali pada pertanyaan Olivia yang adalah istri dari direktur muda perusahaan tempat ayah Dira bekerja, alih - alih menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pagi tadi dengan istrinya, ayah Dira tersenyum hingga matanya menyipit dan tertawa renyah.
“Hahaha.. Tidak kok, mba.Istri saya mau mengerti dengan penjelasan yang saya berikan.” , jelas ayah Dira tidak ingin menceritakan kejadian yang sebenarnya . Selain tidak ingin membuat istri bosnya ini khawatir, ia juga tidak ingin istrinya dipandang buruk oleh orang lain.
“Saya merasa lega jika benar begitu. Maaf ya, pak. Saya benar - benar tidak sengaja kemarin itu. Pak Wisnu sendiri juga saya tawarkan untuk memakai baju suami saya sementara biar baju yang terkena lipstik itu bisa saya bawa ke laundry, malah tidak mau. Makanya saya jadi khawatir. Maklum ya, pak, saya juga perempuan. Jadi tahu betul bagaimana rasanya jika mendapati baju suami saya ada bekas lipstik di bajunya. Wah kalau saya sih sudah pasti langsung naik darah dan mengamuk, hahaha. Beruntung pak Wisnu memiliki istri yang begitu pengertian.” , Puji Olivia.
“Haha iya terima kasih pujiannya mba Olivia. Oh iya, mas Malik sudah menunggu di ruang rapat lantai tiga.” , katanya, “Mba langsung kesana saja dan tidak perlu ke ruangannya pesannya tadi.”
“Oh begitu, oke baik. Terima kasih, ya.” , balas wanita tersebut sebelum melajukan kembali mobilnya masuk lalu memutari gedung di hadapannya tersebut untuk menuju tempat parkir yang berada di belakang gedung.
***
Bel tanda istirahat berbunyi. Rangga sudah menunggu - nunggu saat ini sejak pelajaran tengah berlangsung tadi. Tanpa ragu saat semua teman - teman kelasnya masih di tempat duduknya membereskan buku pelajaran mereka, Rangga langsung menghampiri tempat duduk Adelia.
“Hei, maaf ya, tadi aku tidak menunggumu.” , ujar Rangga tiba - tiba dari belakang Adelia yang tengah menghadap samping untuk memasukkan buku - buku yang telah selesai ia gunakan.
Adelia yang merasa familiar dengan suara tersebut langsung membalikan badannya, “Tidak, tidak apa - apa.” , balasnya dengan senyum garing.
“Uuuu~ Rangga! Ada apa ini tidak biasanya kau bicara dengan Adelia? Apa kau sedang mencoba mendekatinya?” , ledek seorang siswi yang duduk tepat di depan Adelia, mendengar pembicaraan Rangga dan Adelia sebelumnya.
Tentu saja itu membuat teman-teman sekelas mereka yang juga mendengarnya ikut memperhatikan mereka berdua. Tak terkecuali, Dira yang juga mendengar ucapan siswi tadi. Beberapa dari mereka bahkan ikut menggoda Rangga dan Adelia. Hal itu wajar terjadi, sebab belum pernah sebelumnya seorang pun yang berani mendekati dan mencoba berbicara dengan Adelia. Entah karena mereka semuanya berusaha membuat Adelia nyaman dengan tidak mengganggu ketenangan Adelia, atau memang mereka tidak ingin mencoba untuk berteman dengan Adelia yang pendiam. Hal ini membuat Rangga mencetak rekor sebagai orang pertama yang berani untuk mendekati Adelia secara terang - terangan.
“Apa mereka punya hubungan khusus?” , sahut salah seorang siswa yang duduk di bangku belakang.
“Hei Rangga, Apa kau menyukai Adelia?” , tanya yang lain ikut menimpali.
“Ciee~ Akhirnya Rangga punya seseorang yang ia sukai, hahaha.” , ledek yang lain membuat hampir seisi kelas ikut tertawa karena setuju dengan perkataan tersebut yang menyindir Rangga.
Selama ini Rangga memang selalu terlihat tidak tertarik dengan perempuan, tidak seperti siswa - siswa lainnya di kelas itu yang selalu menggoda dan berusaha menarik perhatian para siswi yang sekelas dengan mereka.
“Kalian diamlah!” , tukas Rangga terlihat gugup karena di serang oleh teman - teman sekelasnya.
Telinga Adelia memerah karena malu meskipun yang diledek oleh teman - temannya adalah Rangga dan bukan dirinya. Ia tetap merasa tersipu dengan perkataan mereka. Begitu juga dengan Rangga yang tidak ada hentinya menarik - narik hidungnya dengan tangannya. Itu merupakan suatu kebiasaannya saat sedang tersipu malu.
Melihat respon Adelia dan Rangga malah menambah semangat teman - temannya untuk menggoda mereka. Hal itu membuat suasana kelas semakin riuh, sedangkan Dira terlihat terganggu dengan semua keributan itu. Ia beberapa kali mengeluh dan menyuruh teman - temannya untuk berhenti, namun tidak digubris sama sekali.
“Mohon perhatiannya sebentar semuanya!” , ujar seseorang yang baru saja masuk menginterupsi keributan tersebut.
Itu adalah ibu guru sejarah mereka yang berperawakan gemuk namun terkenal dengan sifat galaknya. Itu sebabnya saat dia baru masuk dan mengeluarkan ultimatum seperti tadi, semua murid yang tadinya tidak berada di tempat duduknya, langsung berhamburan kembali ke tempat duduknya masing - masing terkecuali Rangga yang memilih untuk tetap berdiri di samping meja Adelia.
“Maaf ibu mengganggu waktu istirahat kalian, sebentar saja. Karena ada satu informasi penting untuk kalian semua terutama murid perempuan. Tadi ibu baru saja mendapatkan informasi tentang pelaku kejahatan seks yang sedang berkeliaran di lingkungan sekitar sini.” , katanya.
Lantas semua murid perempuan merinding dan was - was, tak terkecuali Adelia. Para murid laki - laki ikut mendengarkan dan memperhatikan dengan wajah serius. Mereka sama - sama menyadari ini juga menjadi tugas mereka untuk menjaga keamanan teman - teman dan juga saudara perempuan mereka.
“Diharapkan untuk murid - murid perempuan agar tidak pergi berkeliaran saat malam hari. Karena menurut rumor yang beredar, pelaku berkeliaran pada malam hari. Si pelaku biasanya memakai jaket panjang yang lebih mirip seperti mantel, dan dia akan mengikuti targetnya sampai akhirnya ada kesempatan untuk menunjukkan k*********a yang ia sembunyikan di balik mantelnya itu pada korban yang ia buntuti. Beruntung bagi mereka yang masih bisa lari dan menyelamatkan diri darinya.” , lanjut guru sejarah mereka menjelaskan.
Adelia menelan ludahnya membayangkan apa yang dijelaskan dalam pikirannya. Kejadiannya tergambar dengan jelas dalam imajinasinya. Hal itu membuatnya khawatir, mengingat ia sudah mulai bekerja kembali setiap pulang sekolah di toko bibinya dan akan terus menjaga toko hingga malam.
Tidak mungkin ia ikut menumpang pulang di motor Dira, sebab ia sudah bersama ibunya. Tidak mungkin satu motor ditumpangi oleh mereka bertiga. Meskipun Dira berperawakan biasa saja, tidak terlalu gemuk, tetapi bibinya memiliki tubuh yang gemuk untuk wanita seusianya. Bisa diperkirakan berat tubuh bibinya adalah dua kali lipat dari bobot tubuh Adelia.
Pamannya sendiri baru akan pulang dari tempatnya bekerja pukul sembilan malam, sedangkan toko bibinya tutup pukul delapan malam. Tidak mungkin ia menunggu selama satu jam di luar toko hanya untuk menunggu ayah Dira lewat agar ia bisa menumpang bersamanya. Sedangkan ia bisa mengendarai sepedanya selama lima belas menit hanya untuk sampai ke rumahnya. Sungguh perbedaan waktu yang cukup signifikan.
“Baik itu saja yang ingin ibu sampaikan. Selamat menikmati makan siang kalian.” , pamit wanita yang tadi datang dengan membawa tongkat kayu kecil di tangannya. Biasanya ia menggunakan tongkat kayu kecil yang lebih mirip dengan sumpit raksasa, untuk menghukum mereka yang ia dapati memiliki kuku - kuku yang panjang ataupun tidak mengenakan atribut berpakaian dengan lengkap.
Setelah guru sejarah mereka sudah benar - benar pergi dari kelas mereka, semua yang ada di dalam kelas langsung berbincang - bincang satu sama lain membicarakan apa yang baru saja mereka dengar tadi. Tidak sedikit dari mereka yang khawatir dan langsung berencana untuk pulang bersama.
Adelia sendiri tidak begitu mengkhawatirkan perjalanan pulangnya. Sebab ia pulang dengan menaiki bus yang ramai orang. Yang ia khawatirkan adalah perjalanan saat pulang dari toko bibinya nanti. Mengendarai sepeda seorang diri menyusuri jalan raya dan jalan kecil di gang menuju rumahnya yang sepi jika hari sudah gelap, merupakan hal yang membuatnya cemas. Adelia meratap dalam hatinya, mengapa ia terus diberi kesulitan di saat ia sudah cukup kesulitan dengan keadaannya yang sekarang.