Ia memberikan tumpukan buku tulis yang ia bawa itu pada Rangga tanpa menunggu Rangga menjawab apakah ia bersedia atau tidak. Sedangkan dirinya sendiri terburu - buru masuk ke dalam kamar mandi laki - laki tanpa menyadari bahwa ia telah salah masuk kamar mandi. Sebab, ada kamar mandi khusus untuk guru, yang berada tepat di samping kamar mandi wanita. Rangga terkejut di tempatnya, bukan ini balasan sapaan selamat sore yang ia inginkan. Matanya mengikuti ke arah mana pak Burhan pergi dan langsung mengerti apa yang sedang terjadi saat suara - suara tidak mengenakan terdengar dari bilik toilet yang dimasuki oleh pak Burhan tadi.
Hanya dari suara penderitaan itu, Rangga sudah bisa menebak apa yang telah dilalui pak Burhan, sebab ia sendiri juga baru saja mengalaminya. Tidak ingin membuang waktu hanya berdiri disana, Rangga berbalik dan memilih untuk melakukan permintaan yang tadi diamanatkan padanya. Yaitu membawakan buku - buku ini ke meja pak Burhan.
Ruang kelasnya dan ruang kelas yang wali kelasnya adalah pak Burhan, benar - benar berdampingan dan hanya dipisahkan oleh dinding bata satu lapis. Sehingga tidak jarang kebisingan mereka terdengar samar - samar hingga ke ruang kelasnya. Karena kebisingan tersebut, tidak jarang teman - teman sekelasnya terganggu sehingga hubungan antar kelasnya dengan kelas yang di belakang berjalan kurang baik.
Untuk sampai ke ruang kelas yang ia tuju, Rangga harus melewati ruang kelasnya sendiri. Ketika langkahnya mulai menginjak lantai koridor kelasnya, ia menoleh ke dalam kelas dan melihat seorang gadis masih disana dengan semua meja dan kursi yang dipindahkan ke bagian belakang. Saat Rangga melihatnya, Adelia tengah membelakangi Rangga sehingga ia tidak menyadari Rangga yang melintas. Begitu juga Rangga yang tidak menyadari itu adalah Adelia, ia hanya melintas begitu saja melanjutkan langkahnya.
Dirasa sudah cukup bersih, Adelia meletakkan kembali sapunya ke dalam lemari seperti semula. Ia berbalik, tersenyum menatap lantai yang sudah bersih dan juga area kosong itu. Ia menjijitkan kakinya dan melangkah ke tengah - tengah dengan anggun. Sesampainya tepat di tengah - tengah area yang sudah ia kosongkan itu, Adelia berhenti. Ia mengangkat kaki kanannya dan menyentuhkannya pada bagian bawah lutut kirinya sehingga kaki kanannya tersebut membentuk sebuah sudut tumpul. Kedua tangannya direntangkan ke depan dan ia buat saling bertemu pada jari - jarinya. Dengan yakin, ia menjijitkan kembali kaki kirinya dan berputar tiga ratus enam puluh derajat sebanyak dua kali dengan mulus. Adelia tersenyum senang, begitu mengetahui ia tidak benar - benar kehilangan kemampuan baletnya.
Seperti biasa, mula - mula ia akan melakukan pemanasan terlebih dahulu untuk menghindari cedera yang mungkin akan terjadi nantinya. Adelia hanya melakukan pemanasan - pemanasan ringan untuk mempersingkat waktu karena ia sudah tidak sabar untuk memulainya. Pertama - tama ia mulai dari kepala juga lehernya, lalu tangan, pinggang, dan yang terakhir kakinya.
Sebelum memulai, Adelia mengeluarkan bagian bawah seragam yang tersembunyi di balik roknya agar ia bisa lebih leluasa bergerak. Ia menghampiri meja tempat ia menyimpan barang - barangnya dan mencari ponselnya. Satu hal penting yang tidak boleh terlewat untuk mendapatkan kesenangan dari balet itu sendiri adalah musik. Adelia mencari sebuah lagu dari ponselnya seraya memutar - mutar pergelangan kakinya agar benar - benar siap dengan gerakan - gerakan yang akan ia lakukan nanti.
Mata Adelia membulat senang saat menemukan lagu yang pas, segera ia menekan tombol mainkan dan berjalan dengan anggun menuju tengah - tengah ruang kelas. Ia merentangkan tangannya ke depan dan menunggu musik dari ponselnya berbunyi. Begitu musik dimulai, Adelia bergerak dengan anggun melangkah dan melompat dengan kaki berjinjit kesana kemari diiringi dengan gerakan tangannya yang gemulai.
Adelia masih ingat betul semua gerakan yang ia pelajari saat ia masih berlatih di akademi balet saat usianya masih delapan tahun saat itu. Kurang lebih lima tahun ia berlatih disana. Saat itu adalah masa - masa terindah untuknya. Setiap sore ibunya akan mengantarnya pergi ke tempat latihan dan menunggu hingga selesai. Lalu malamnya mereka akan pergi makan mie asin kesukaan Adelia. Masa - masa itu sangat berkesan untuknya sehingga rasanya ia bisa mengingat setiap detik yang ada pada masa itu.
Setelah meletakkan buku - buku yang ia bawa ke atas meja guru yang berada di pojok kelas, Rangga sejenak melihat sekeliling ruang kelas tersebut. Begitu sunyi, sangat berbeda saat siang hari yang begitu riuh. Tidak berlama - lama lagi, ia langsung keluar dari sana. Tak lupa juga kembali menutup pintunya.
Saat berbalik pergi, Rangga dari jendela ruang kelasnya, melihat seseorang tengah menari - nari di dalam sana. Ia terkejut, bertanya siapakah gerangan yang menari seorang diri tanpa cahaya, Rangga khawatir itu adalah sosok yang sering disebut - sebutkan oleh murid - murid disini sebagai murid kasat mata, yang konon katanya hanya akan muncul ketika kelas sudah kosong.
Rangga yang notabenenya tidak percaya dengan hal - hal ghaib itu tentu saja terpacu untuk melihat lebih dekat. Didorong oleh rasa penasaran, ia pun memutuskan berhenti dan melihat, atau lebih tepatnya mengintip sedikit ke dalam sana, berharap bisa melihat dengan jelas identitas sosok tersebut.
Matanya membulat begitu melihat wajah gadis tersebut. Itu adalah Adelia. Tiba - tiba saja ia merasakan jantungnya bersemangat melebihi semangat saat yang dilihatnya adalah benar hantu yang dibicarakan oleh orang - orang. Dalam hatinya ada sebuah dorongan untuk melihat lebih lama, walaupun ada sebagian dari dirinya juga yang menentangnya untuk melakukan hal ini sebab ia sadar ini adalah tindakan yang salah untuk mengintip orang lain. Terutama seorang gadis.
Tetapi keinginannya menang kuasa atas dirinya dibandingkan harga dirinya. Saat hendak melihat lebih jelas, di ujung koridor sana atau lebih tepatnya di dekat tangga, ia bisa melihat Pak Burhan yang baru saja selesai dengan urusannya di kamar mandi.
Kini pak Burhan sudah dalam perjalanan ke arahnya. Sontak Rangga langsung berdiri tegak dan melanjutkan langkahnya cepat - cepat sebab tidak ingin ketahuan sedang mengintip teman kelasnya sendiri. Selain itu, ia juga tidak ingin pak Burhan melihat Adelia di dalam kelasnya, tentu itu akan mendatangkan sebuah masalah baru untuk Adelia. Rangga tidak bisa membayangkan siswi yang pendiam dan jarang berteman dengan siapapun harus menghadapi masalah dengan guru. Ia tidak ingin melihat hal itu terjadi. Sebelum hal itu terjadi Rangga lebih dulu menghampiri Pak Burhan.
“Aku sudah meletakkan buku - bukunya di atas mejamu, Pak.” , kata Rangga melaporkan lebih dulu.
Pada akhirnya Rangga berhasil menghentikan pak Burhan sebelum ia sampai di kelasnya. Mereka bertemu tepat hanya beberapa meter lagi dari pintu ruang kelasnya.
“Oh oke, terima kasih, ya.” , ujar Pak Burhan menepuk bahu Rangga dan berbalik pergi saat itu juga.
Rangga merasa lega seakan kepanikan yang sebelumnya datang menaunginya kini sudah menguap begitu saja. Walaupun begitu, Rangga tidak langsung berbalik kembali untuk melihat Adelia. Ia menunggu Pak Burhan benar - benar sudah pergi meninggalkan lantai dua. Setidaknya hingga pak Burhan menuruni tangga.
Di dalam kelas, Adelia berhenti sejenak saat mendengar suara samar - samar seorang pria di luar. Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah suara pak Burhan tadi. Dalam hatinya, Adelia khawatir suara itu akan datang ke arahnya. Untuk memastikannya, ia memutuskan untuk diam beberapa saat dan mendengarkan lebih lanjut suara tersebut.
Tetapi tidak ada suara lagi di dengarnya. Suasananya kembali damai seperti semula dan sesekali terdengar suara beberapa siswa berteriak di bawah, meneriakan panggilan aneh yang mereka buat untuk memanggil satu sama lain. Adelia pun memutuskan untuk melanjutkan kembali. Ia tidak usahanya yang sudah bersusah payah mengumpulkan meja - meja dan bangku - bangku juga membersihkan ini semua, hanya untuk beberapa menit ia menari. Setidaknya ia ingin menari selama satu jam sebelum mengembalikan semuanya seperti semula.
Hal ini ia lakukan sebagai bentuknya melepas stress dan tekanan yang ada dalam dirinya. Bahkan ia melupakan pekerjaannya yang seharusnya membantu bibinya di toko saat ini. Adelia tidak memiliki batin juga mental sekuat itu untuk kembali bertemu dengan orang yang sudah menuduh, membentak, bahkan memukulinya dengan sapu lidi.
Kejadian kemarin masih membekas betul dalam ingatannya. Walaupun bekas - bekas sabetan sapu lidi pada lengannya sudah menghilang dan rasa perihnya sudah tidak ia rasakan lagi, sakit yang ada dalam hati dan juga ingatannya masih begitu membekas seperti luka yang masih basah. Oleh karena itu ia tidak sarapan bersama dengan Dira maupun keluarganya dan memilih untuk berangkat lebih awal.
kali ini ia mengganti lagunya karena suasana hatinya sudah tidak enak lagi untuk melanjutkan lagu yang tadi karena terinterupsi di tengah - tengah. Kali ini Adelia memilih lagu yang lebih santai dari sebelumnya. Lagu kali ini merupakan lagu kesukaan ibunya dari sekian banyak lagu yang Adelia gunakan untuk menari balet. Ia berniat menarikan ini untuk ibunya di surga sana dengan harapan beliau akan melihatnya dari atas sana dengan bahagia.
Rangga kembali untuk melihat Adelia. Kali ini ia memberanikan diri untuk melihat dengan terang - terangan. Ia membuka perlahan pintu kelasnya sebisa mungkin tidak menimbulkan suara yang akan mengganggu Adelia. Akhirnya ia berhasil masuk ke dalam, ia memutuskan untuk melihat dari tempatnya berdiri sekarang dan tidak mendekat Ia tidak ingin menginterupsi perempuan itu yang sudah bersusah payah membuat tempat latihannya sendiri. Cantik. Hanya itu yang ada dalam pikiran Rangga saat melihat setiap gerakan balet yang Adelia lakukan.
Tubuh Adelia yang kurus, membuatnya tidak terlihat e****s. Lagu yang Adelia mainkan benar - benar asing di telinga Rangga yang memang tidak tahu menahu soal balet. Tetapi lagunya sangat pas saat berimprovisasi dengan gerakan meliuk, berputar, dan berjinjit. Semuanya terlihat dan terdengar begitu indah. Ditambah berkas - berkas cahaya senja yang menerobos masuk melalui kaca jendela yang tirainya Adelia biarkan terbuka. Adelia ingin mendapatkan penerangan yang alami walaupun minim cahaya dan masih terlihat redup. Ia tidak ingin jika ia menyalakan lampu, justru akan menarik perhatian orang yang melihat lampu ruang kelasnya menyala dan akan membuat orang tersebut datang.
Musik dari ponsel Adelia telah berhenti dan Adelia mengakhiri gerakannya dengan merentangkan kedua tangannya dan membuat ujung - ujung jari tangannya bertemu di atas kepalanya. Kakinya berjinjit tinggi hingga hanya benar - benar beberapa jari kakinya saja yang menopang berat tubuhnya. Dan kepalanya, menatap ke arah jari - jari tangannya dengan ekspresi wajah serius hingga lagunya benar - benar berhenti. Ia mempertahankan posisi tubuhnya dengan gerakan seperti miniatur mini yang ada dalam kotak musik itu selama beberapa detik hingga akhirnya bibirnya tertarik ke atas dan raut wajahnya langsung berubah. Sekarang ia terlihat begitu ceria dan bangga dengan penampilan solonya. Ia melompat - lompat senang dan berputar sambil memeluk tubuhnya.
Rangga tersenyum kecil melihat hal itu. TIngkah Adelia membuat hatinya hangat sesaat. Ia tidak pernah tahu sebelumnya bahwa Adelia bisa seceria ini dengan dirinya sendiri. Karena sebelumnya, Adelia yang ia kenal adalah teman sekelasnya yang pendiam dan pemalu. Hal itu membuat Adelia terlihat tidak memiliki teman. Bukan karena tidak ada yang mau berteman dengan Adelia, hanya saja, menurut beberapa teman sekelasnya yang lain, Adelia adalah pribadi yang sulit untuk didekati. Itu sebabnya mereka memilih untuk membiarkan Adelia dengan dirinya sendiri, untuk membiarkan dirinya merasa nyaman.
Saat Adelia berputar - putar, matanya menangkap sosok Rangga yang sedang berdiri di pintu. Sontak ia langsung berhenti dan wajahnya pucat pasi. Ia bertanya - tanya sejak kapan Rangga berdiri di sana? Apa dia melihat semuanya? Mengapa dia tidak bersuara saat dia datang?